Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengevaluasi Program Sawit Rakyat

PEMERINTAH saat ini memiliki program sawit rakyat melalui intensifikasi lahan perkebunan melalui peremajaan sawit dan penguatan sumber daya manusia petani. Presiden Joko Widodo pun ikut meresmikan beberapa program ini di wilayah Sumatra beberapa tahun terakhir.

Program ini digalakkan pemerintah sebab banyak kebun sawit yang sudah tua dan tidak produktif. Kebun-kebun itu ditumbang diganti yang baru.

Dana pun disediakan melalui BPDP-KS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) sebesar Rp 30 juta per hektare dengan maksimal lahan petani empat hektare untuk diremajakan.

Namun program ini belum mengenai sasaran bagi petani swadaya di Indonesia dan secara keseluruhan gagal karena selalu tidak mencapai target setiap tahun.

Peremajaan kebun

Petani kebun, khususnya petani penanam sawit mandiri seolah tidak terlihat pengambil kebijakan. Padahal, mereka mudah ditemukan di semua daerah dan sangat luas. Kelompok ini berjumlah besar sekitar 5,5 juta ha (SPKS,2020) dari total kebun rakyat 6,78 juta ha (Dirjenbun: 2020).

Namun program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) mayoritas belum menyentuh mereka. Sebab petani swadaya ini berpencar-pencar, tahun tanam tidak seragam, dan sebagian petani tidak punya penghasilan lain selain sawit serta tidak memiliki kelembagaan.

Dengan alasan dan tantangan ini, seolah-olah pemerintah dan BPDP-KS lepas tangan mengurus petani swadaya dan hanya mengurus yang mudah dilakukan saja.

Memang telah ada inisiatif pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 15 tahun 2020 untuk memperpendek prosedur dari 16 syarat menjadi 2 syarat. Namun pemerintah dan BPDP-KS masih saja buntu.

Berbagai cara dilakukan lembaga dana dan kementerian pertanian melibatkan lembaga surveyor untuk mengurus administrasi dan pendampingan petani untuk memeroleh dana.

Namun mereka masih saja sulit mengorganisasikan petani swadaya. Padahal dana telah digelontorkan miliaran rupiah oleh BPDP-KS. Semua ini merupakan akibat dari cara mengelola petani dengan pendekatan proyek.

Lembaga surveyor yang direkomendasikan BPDP-KS terkesan lemah kapasitasnya dalam mengurus petani dan cendrung tumpang tindih dengan peran dinas perkebunan kabupaten.

Sementara lembaga surveyor seolah-olah ditempatkan sebagai pelaku utama pelaksana peremajaan dan dinas teknis sebagai subordinat.

Peran dinas sebagai ujung tombak pembinaan petani ditingkat tapak terkesan dikerdilkan ketimbang ruang dan dana yang diperoleh lembaga proyek.

Persyaratan penyaluran dana peremajaan sawit harus melalui kelembagaan tani dan memiliki tabungan Rp 30 juta per hektare telah menjadi masalah besar di semua wilayah.

Memang diberikan ruang bagi kelembagaan petani untuk mengakses kredit dari lembaga keuangan. Namun lembaga keuangan masih saja meminta jaminan pihak perusahaan.

Selain itu para petani yang melaksanakan peremajaan sawit rata-rata sudah berusia tua dan takutnya sampai ke liang kubur pun mereka akan dibebani kredit. Persyaratan tersebut sangat sulit direalisasikan.

Selain ketiadaan dana mandiri milik petani untuk peremajaan, telah lama petani swadaya tidak mengelola kebun secara berkelompok. Sebab syarat memeroleh dana peremajaan sawit untuk petani diharuskan berkelompok.

Pemerintah seperti mengulang kesalahan masa lalu, di mana kelembagaan tani dibentuk hanya untuk diproyeksikan menampung subsidi. Setelah subsidi habis, kelembagaan tani bubar.

Kunci penguatan sawit rakyat adalah pada kelembagaan tani sebagai subyek. Sayangnya, program ini dibuat seperti proyek yang pada akhirnya hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu.

Masalah alokasi dana yang minim bagi petani terlihat juga pada sektor penguatan SDM (sumber daya manusia) petani. Alokasi dana SDM justru lebih besar dialokasikan kepada kampus-kampus penadah beasiswa dan penerima proyek penelitian.

Akhirnya kampus-kampus tidak kritis dan hasil-hasil penelitian yang dibiayai BPDP-KS hanya untuk memperkuat posisi korporasi.

Melihat alokasi dananya pun, seremoni launching program PSR yang sering dihadiri oleh Presiden Joko Widodo justru lebih besar jika dibandingkan dengan penguatan SDM petani sawit.

Penguatan SDM petani hanya dilakukan pada 2017 sebesar Rp 15 miliar dan launching PSR hampir Rp 20 miliar.

Sebenarnya, dana besar yang dikelola BPDP-KS mampu membiayai 100 persen pendanaan peremajaan petani. Artinya, petani tidak perlu merengek-rengek meminta kredit tambahan bank.

Sebab, badan sawit telah mengelola Rp 51 triliun hingga saat ini. Namun, yang mampu direalisasikan hanya rata-rata Rp 300-400 miliar setiap tahun sejak 2016 untuk peremajaan sawit.

Ahirnya publik memaklumi, beban subsidi bagi industri biodiesel yang dimiliki para konglomerat sawit menjadi masalah pokok minimnya alokasi dana bagi petani.

Karena itu, realisasi peremajaan sawit terbilang rendah. Dalam periode 2017- 2022, pemerintah menargetkan 745.780 ha kebun sawit diremajakan.

Namun, hingga Agustus 2020 baru terealisasi 62.517 petani atau sekitar 142.485 hektare dengan realisasi pencairan dana sebesar Rp 1,6 triliun.

Jika dianalisis lebih mendalam, dana PSR tersebut hampir setara dengan bunga bank atas dana yang dikelola oleh BPDP-KS sejak 2016 jika tersimpan di bank. Apakah atinya, dana untuk petani bukan dari pungutan badan pengelola dana perkebunan?

Mandirikan petani

Persoalan jalan di tempatnya peremajaan kebun melalui program sawit rakyat sebenarnya memperlihatkan tingkat pemahaman pemangku kepentingan kepada petani sawit swadaya sangat rendah.

Komponen kebijakan yang disediakan tidak sesuai harapan petani swadaya di Daerah. Padahal, kesulitan mengakses dana BPDP-KS untuk peremajaan tersebut tidak ditemukan di korporasi yang juga mendapat dana dari Badan Dana Sawit untuk mengembangkan biodiesel.

Industri biodiesel lebih mudah mendapatkan dana, sebaliknya petani sangat sulit.

Sebenarnya, harapan petani sangat besar terhadap program yang ada, namun pemerintah dan lembaga dana sawit belum mengutamakan pelayanan yang mudah dan ramah bagi petani.

Perlu ada pentahapan jelas dalam menyiapkan petani sebelum diberlakukan PSR, seperti membangun kelembagaan tani dan menyiapkan dana pra-kondisi bagi kabupaten teknis di daerah untuk menyiapkan infrastruktur yang diperlukan di tingkat desa.

Salah satu kuncinya adalah bekerjasama dengan kabupaten dan memperkuat pendanaan dinas teknis di tingkat tapak, bukan "menyawer "dana bagi lembaga proyek.

Kita setuju bahwa kunci kemandirian petani kelapa sawit adalah kelembagaan tani yang kuat dan akses pembiayaan yang mudah. Ini merupakan pintu masuk untuk menjadikan petani sebagai pelaku utama dalam perkebunan kelapa sawit.

Karena itu, kegagalan saat ini terjadi akibat dari kuatnya perspektif korporasi di level pengambil kebijakan, perspektif yang tidak memihak petani.

https://money.kompas.com/read/2020/12/04/160313626/mengevaluasi-program-sawit-rakyat

Terkini Lainnya

Reksadana RDPT adalah Apa? Ini Pengertian dan Keuntungannya

Reksadana RDPT adalah Apa? Ini Pengertian dan Keuntungannya

Work Smart
Dana Pinjaman dari China Rp 6,9 Triliun Sudah Cair, KAI: untuk Bayar Kontraktor Kereta Cepat Whoosh

Dana Pinjaman dari China Rp 6,9 Triliun Sudah Cair, KAI: untuk Bayar Kontraktor Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Indonesia Lebih Banyak Impor dari Israel Dibanding Iran, Bagaimana dengan Ekspor?

Indonesia Lebih Banyak Impor dari Israel Dibanding Iran, Bagaimana dengan Ekspor?

Whats New
Melemahnya Rupiah Bisa Bikin Harga Bawang Putih dan Kedelai Naik

Melemahnya Rupiah Bisa Bikin Harga Bawang Putih dan Kedelai Naik

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit? Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Hari Ini

Mampukah IHSG Bangkit? Simak Analisis dan Rekomendasi Saham Hari Ini

Whats New
Sektor Teknologi Bangkit, Saham-saham di Wall Street Menghijau

Sektor Teknologi Bangkit, Saham-saham di Wall Street Menghijau

Whats New
Naik 35 Persen, Tol Trans Sumatera Dilintasi 2,1 Juta Kendaraan Selama Libur Lebaran

Naik 35 Persen, Tol Trans Sumatera Dilintasi 2,1 Juta Kendaraan Selama Libur Lebaran

Whats New
KAI Layani 4,39 Juta Penumpang Selama Lebaran 2024, Lebih Sedikit dari Perkiraan Kemenhub?

KAI Layani 4,39 Juta Penumpang Selama Lebaran 2024, Lebih Sedikit dari Perkiraan Kemenhub?

Whats New
[POPULER MONEY] Harga Bitcoin Pasca Halving | Lowongan Kerja untuk Lansia

[POPULER MONEY] Harga Bitcoin Pasca Halving | Lowongan Kerja untuk Lansia

Whats New
BLT Rp 600.000 Tak Kunjung Cair, Menko Airlangga: Tidak Ada Kendala, Tunggu Saja...

BLT Rp 600.000 Tak Kunjung Cair, Menko Airlangga: Tidak Ada Kendala, Tunggu Saja...

Whats New
AHY Bakal Tertibkan Bangunan Liar di Puncak Bogor

AHY Bakal Tertibkan Bangunan Liar di Puncak Bogor

Whats New
Rupiah Anjlok, Airlangga Sebut Masih Lebih Baik Dibanding Negara Lain

Rupiah Anjlok, Airlangga Sebut Masih Lebih Baik Dibanding Negara Lain

Whats New
Aktivitas Gunung Ruang Turun, Bandara Sam Ratulangi Kembali Beroperasi Normal

Aktivitas Gunung Ruang Turun, Bandara Sam Ratulangi Kembali Beroperasi Normal

Whats New
Survei BI: Kegiatan Usaha di Kuartal I-2024 Menguat, Didorong Pemilu dan Ramadhan

Survei BI: Kegiatan Usaha di Kuartal I-2024 Menguat, Didorong Pemilu dan Ramadhan

Whats New
Strategi BCA Hadapi Tren Suku Bunga Tinggi yang Masih Berlangung

Strategi BCA Hadapi Tren Suku Bunga Tinggi yang Masih Berlangung

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke