Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Penggunaan Bea Materai Rp 10.000 yang Bakal Berlaku di 2021

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai telah disahkan DPR RI menjadi Undang-undang (RUU). Dalam UU baru itu, tarif bea meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dihapus, dan dijadikan tarif tunggal Rp 10.000 (materai Rp 10.000).

"Sekarang UU bea meterai ini tarifnya hanya satu, Rp 10.000," kata kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Selasa (8/12/2020).

Bea materai baru tersebut akan mulai berlaku pada tahun 2021. Artinya, materai Rp 3.000 dan materai Rp 6.000 yang selama ini digunakan masyarakat luas sudah tak lagi dicetak negara selama masa transisi.

Penyesuaian kebijakan tarif baru mengenai bea meterai, dilakukan pemerintah untuk mengganti regulasi yang selama 34 tahun yang belum pernah mengalami perubahan.

Dengan kata lain, tarif bea materai belum pernah mengalami kenaikan sejak era Orde Baru atau tepatnya sejak tahun 1985.

Tarif bea materai lama, materai 3.000 dan materai 6.000 didasarkan atas tarif pemajakan atas dokumen dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Hal tersebut dilakukan guna menyesuaikan kebijakan pengenaan bea meterai dengan kondisi ekonomi, sosial, hukum, dan teknologi informasi yang telah berkembang sangat pesat, dengan tetap berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Kementerian Keuangan menyebut, adanya kenaikan bea materai jadi Rp 10.000 diperkirakan akan menambah potensi penerimaan negara menjadi Rp 11 triliun di tahun 2021.

Adapun, penerimaan negara dari bea materai di tahun 2019, dengan adanya tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar materai, penerimaan negara hanya mencapai Rp 5 triliun.

Pengenaan bea materai Rp 10.000 di tahun depan, bukan hanya berlaku pada dokumen fisik dalam kertas, tapi juga akan berlaku untuk segala dokumen digital dan transaksi elektronik.

Selama ini pengenaan bea materai yang selama ini hanya berlaku pada dokumen berbentuk kertas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Berikut ini beberapa dokumen yang dikenakan bea meterai Rp 10.000:

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia relatif lebih sederhana dan ringan dibandingkan negara lain. Bahkan tarif bea meterai di Korea Selatan bahkan bisa mencapai antara 100.000 hingga 350.000 won.

"Itu kalau dirupiahkan sekitar Rp 130.000 sampai Rp 4,5 juta. Di kita hanya Rp 10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," kata dia beberapa waktu lalu.

Selain itu menurutnya, kenaikan tarif tersebut juga masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Singapura dan Australia. Apalagi jika dibandingkan dengan kenaikan PDB per kapita pada 20 tahun lalu.

"Seperti Singapura yang memberlakukan stamp duties, itu dari rentang satu sampai dua persen. Kalau negara lain juga menggunakan persentase rata-rata. Misalnya Australia 5,75 persen dan lain-lain," ungkap Yustinus.

https://money.kompas.com/read/2020/12/08/080302126/mengenal-penggunaan-bea-materai-rp-10000-yang-bakal-berlaku-di-2021

Terkini Lainnya

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke