Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pasokan Kedelai Dinilai Aman Meski Harga Naik

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasokan kedelai nasional diperkirakan aman untuk memenuhi kebutuhan kedelai yang rata-rata sebesar 2,5-2,6 juta ton per tahun.

Dari jumlah itu, 90 persen dipenuhi oleh kedelai impor dan 10 persen kedelai lokal.

Indonesia Country Director Consultant to U.S. Soybean Export Council, Ibnu Eddy Wiyono mengatakan, rata-rata importir kedelai menyediakan stok untuk 1-2 bulan, sehingga pasokan kedelai akan aman hingga Februari 2021.

"Setelahnya, saya perkirakan masih akan terjaga karena tahun 2021 kondisinya lebih baik dari 2020. Tren data pengapalan kedelai di pelabuhan terus meningkat sejak September hingga Desember 2020 dari 730.000 ton menjadi 760.000 ton," ujar Ibnu dalam keterangannya, Selasa (12/1/2021).

Adapun sebagian besar pasokan kedelai dalam negeri diserap oleh industri tahu-tempe. Setidaknya perajin tahu-tempe butuh 150.000-160.000 ton kedelai per bulan, berdasarkan data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).

Sementara konsumen tempe dan tahu terbesar di Indonesia berada di Pulau Jawa sebesar 85 persen dan 15 persen lainnya tersebar di Pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.

Ibnu mengakui, meski pasokan kedelai dalam negeri terkendali, namun harganya tetap mengalami kenaikan karena mengikuti mekanisme pasar global.

Adapun Amerika Serikat (AS), Brazil, dan Argentina merupakan produsen kedelai terbesar dunia dengan penguasaan pasar mencapai 90 persen.

Ia menjelaskan, ada dua penyebab kenaikan harga kedelai di pasar internasional. Pertama, permintaan kedelai yang melonjak, khususnya dari dari China kepada AS.

China saat ini sedang berupaya memenuhi janjinya kepada Presiden Trump untuk membeli kedelai Amerika lebih banyak.

Selain itu, China juga membutuhkan banyak kedelai untuk mendukung program peningkatan populasi babi sebanyak 130 juta ekor.

Kedua, kondisi pasokan kedelai global yang turun. Saat ini, hanya Amerika yang sedang panen kedelai dan memiliki cadangan yang cukup untuk diekspor, namun musim panas yang terlalu kering dan bencana angin topan mengakibatkan produksi kedelai lebih rendah dari yang diprediksikan.

"Di sisi lain, persediaan kedelai di Brasil dan Argentina menipis sehingga harus memenuhi kebutuhan domestik," jelas Ibnu.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan, terjadi lonjakan permintaan kedelai dari China kepada AS pada Desember 2020 lalu sebanyak 30 juta ton dari biasanya 15 juta ton.

Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara-negara importir kedelai, termasuk Indonesia.

Sebagai gambaran, sejak November 2013 hingga Februari 2020 harga kedelai hanya Rp 7.500 per kilogram. Itu berarti selama 7 tahun harganya stabil.

Gejolak harga mulai terjadi saat pandemi Covid-19 di Maret 2020, ketika China memborong kedelai AS dan terjadi gangguan pengiriman kapal karena kebijakan lockdown.

Akibatnya, stok atau pasokan kedelai di pasaran terbatas.

Apalagi harga kedelai di Bursa Chicago biasanya 9 dollar AS oer gantang menjadi 13 dollar AS per gantang (1 ton=36 gantang).

Dampaknya, harga kedelai di Indonesia pun merangsek dari Rp 8.000-an per kilogram ke Rp 9.000-an per kilogram pada saat ini.

Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Sutaryo menambahkan, selain saat ini, gejolak harga kedelai impor telah terjadi berulang di 2008 dan 2013.

Pada 2008, harga kedelai dari RP 3.300 per kilogram jadi Rp 6.000 per kilogram. 

Masalahnya sama, soal tidak adanya ketahanan pangan. Di sisi lain, pasar dunia mementingkan pergerakan dari pasokan dan permintaan.

"Jadi Amerika senang kedelainya diborong oleh China. Kebutuhan kedelai China sekitar 90 juta ton per tahun, sedangkan Indonesia 2,6 juta ton setahun,” ujar Sutaryo.

https://money.kompas.com/read/2021/01/12/164740926/pasokan-kedelai-dinilai-aman-meski-harga-naik

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke