JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono enggan langsung menyetop beberapa kebijakan kontroversi, salah satunya ekspor benih lobster (benur).
Menurut Trenggono, pihaknya masih butuh waktu untuk melakukan evaluasi.
Saat ini, penyetopan ekspor benur akan percuma bila negara belum memiliki alat yang bisa memantau pergerakan keluar masuk benur dari RI ke luar negeri.
Beberapa tempat yang menjadi "pos" keluar masuk seperti pelabuhan dan bandara belum dilengkapi alat deteksi canggih.
Terbukti, penyelundupan benih lobster kian masif meski ekspor benur sudah dihentikan sementara.
"Kalau ekspor benur saya katakan, "Sekarang juga ekspor dihentikan,". Saya tanya (ke) BKIPM, "Kamu sudah punya belum peralatan untuk memonitor di setiap pos yang keluar dari negara ini, yang bisa lihat kalau itu ada benur yang keluar?,". (Dijawab), "Belum punya, Pak,"" kata Trenggono dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (27/1/2021).
Belum adanya alat canggih yang bisa mendeteksi penyelundupan membuat Trenggono stres.
Untuk itu sebelum memutuskan, Trenggono ingin mencari solusi terbaik, khususnya bagi nelayan penangkap benur.
Dia ingin penangkap benur tidak hanya sekedar menjual hasil tangkap, tapi mampu memanfaatkan benur untuk dibudidaya.
"Saya stres. Lah, kita belum punya peralatan menjaga itu semua, bagaimana saya mengatakan ini (bahwa ekspor benur disetop)?" ungkap dia.
Melihat hal ini, Trenggono lantas meminta Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) mendesain model alat pendeteksi ini.
Lebih lanjut, dia mengungkap, sungkannya Trenggono untuk segera mencabut ekspor benur tak lantas membuat dia seolah tidak tegas.
"Karena begini, laut kita begitu besar. Saya mau tegas banget, tapi bagaimana caranya kalau saya tegas nanti saya salah? (Saya) Enggak mau ngawur, makanya saya butuh evaluasi," pungkasnya.
Sebagai informasi, pembukaan keran ekspor benih lobster ditandai dengan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah RI oleh menteri sebelumnya, Edhy Prabowo.
Sebelum Edhy menjabat, benih lobster sempat dilarang untuk diekspor bahkan dibudidaya.
Ekspor plasma nutfah itu menuai kritikan karena dalam realiasinya banyak kejanggalan, termasuk menyeret nama Edhy Prabowo dalam lingkaran kasus suap ekspor benur.
Masuknya Edhy ke dalam jeruji besi kemudian disusul oleh keputusan KKP untuk menghentikan sementara ekspor benih lobster.
Apalagi, aturan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengenai ekspor benur belum diselesaikan.
https://money.kompas.com/read/2021/01/27/185748326/menteri-kkp-enggan-langsung-setop-ekspor-benih-lobster-ini-alasannya
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan