Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Beda Cukai Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Putih Mesin?

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan perbedaan pengenaan tarif cukai untuk golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang utamanya terletak pada kandungan lokal.

“SPM jumlah tembakaunya, baik ukuran dan berat lebih banyak menggunakan impor,” kata Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno dilansir dari Antara, Rabu (3/2/2021).

Menurut dia, dengan kandungan tembakau impor yang lebih banyak di SPM itu, maka tarif cukainya juga ditinggikan.

SPM, lanjut dia, secara konten lokal lebih rendah karena golongan tersebut adalah rokok putih dan tidak menggunakan cengkih.

Sedangkan SKM, lanjut dia, merupakan rokok kretek yang menggunakan cengkih, menggunakan produk tembakau lokal yang lebih banyak porsinya.

Pemerintah mulai 1 Februari 2021 menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) secara rata-rata tertimbang sebesar 12,5 persen.

Namun, besaran kenaikan tarif cukai berbeda berdasarkan golongan yakni untuk SKM I mencapai 16,9 persen atau Rp 125 menjadi Rp 865 per batang, SKM II-A naik 13,8 persen sebesar Rp 65 menjadi Rp 535 per batang dan SKM II-B naik 15,4 persen menjadi Rp 525 per batang.

Untuk SPM I naik 18,4 persen sebesar Rp145 menjadi Rp935 per batang, SPM II-A naik 16,5 persen menjadi Rp565 per batang dan SPM II-B naik 18,1 persen sebesar Rp70 menjadi Rp555 per batang.

Sedangkan untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak mengalami kenaikan mempertimbangkan sektor padat karya dan masa pemulihan perekonomian akibat pandemi Covid-19 sekaligus melindungi tenaga kerja.

Pemerintah, lanjut dia, tidak melakukan simplifikasi layer tarif pada 2021 yang ditujukan agar pabrikan tidak mendapat pukulan ganda dari kenaikan tarif dan dampak simplifikasi.

Namun demikian sinyal simplifikasi tetap ada dengan penyempitan gap tarif SKM-IIA dan II-B serta SPM II-A dan II-B.

Sebelumnya, harga rokok resmi naik per 1 Februari 2021. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh tarif baru cukai hasil tembakau. Rata-rata kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun 2021 ini mencapai 12,5 persen.

Aturan terkait tarif baru cukai rokok tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai rokok tahun ini sebesar Rp 173,78 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu mengaku, ada banyak pertimbangan dalam melakukan formulasi tarif baru CHT di tengah pandemi. Pertimbangan tersebut seperti keberlangsungan usaha dan hidup banyak orang, yakni para petani dan pekerja di industri rokok.

Meski demikian, kenaikan tarif perlu dilakukan untuk menekan daya beli masyarakat terhadap rokok.

Pasalnya, pemerintah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, prevalensi merokok untuk anak-anak usia 10-18 tahun ditargetkan turun ke level 8,7 persen pada 2024.

Di sisi lain, kenaikan tarif juga tetap memperhatikan nasib sekitar 158.000 tenaga kerja atau buruh yang bekerja di pabrik rokok juga menjadi perhatiannya. Untuk itu, pihaknya pun tak menaikkan tarif sigaret kretek tangan.

"Artinya, kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar," ujar Sri Mulyani.

Kenaikan harga rokok juga berkaitan erat dengan kelangsungan industri beserta 526.000 petani tembakau. Dengan alasan menjaga keseimbangan, pihaknya memutuskan kenaikan CHT tidak setinggi tahun ini yang secara rata-rata naik 23 persen atau dua kali lipat dari kenaikan 2021.

Adapun untuk rincian kenaikan tarif cukai setiap golongan hasil tembakau sebagai berikut:

Sigaret putih mesin

  • Sigaret putih mesin golongan I 18,4 persen
  • Sigaret putih mesin golongan IIA 16,5 persen
  • Sigaret putih mesin golongan IIB 18,1 persen

Sigaret kretek mesin

https://money.kompas.com/read/2021/02/03/220200926/apa-beda-cukai-sigaret-kretek-mesin-dan-sigaret-putih-mesin-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke