Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bos BI: Kenapa Suku Bunga Kredit Bank Belum Turun?

Pasalnya, penurunan suku bunga acuan BI-7DRRR hingga level 3,75 persen belum begitu direspons dengan penurunan suku bunga kredit bank. Transmisi suku bunga dari bank sentral ke perbankan terkesan cukup lambat.

"Mengenai transparansi suku bunga, kemarin sudah dibahas di KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan). Kami bersama KSSK bertanya kenapa suku bunga (kredit) belum turun?," kata Perry dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual, Selasa (9/2/2021).

Perry menilai, transparansi diperlukan untuk mengetahui komponen mana saja dari suku bunga kredit yang lambat mentransmisikan.

Seperti diketahui, suku bunga kredit dibentuk oleh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dan premi risiko.

"Suku bunga belum turun apa karena premi risikonya? Premi risikonya masalahnya apa? Apa perlu penjaminan? atau SBDK-nya yang belum turun?," tanya Perry.

Sementara itu, SBDK terdiri dari beberapa komponen, antara lain cost of fund, suku bunga dana, biaya overhead, dan margin keuntungan bank.


"Kalau cost of fund (CoF) turun tapi SBDK belum turun ini masalahnya apa? Apakah karena biaya overhead atau karena margin dari bank? Itu yang dimaksud transparansi," jelas Perry.

Untuk meningkatkan transparansi, ada 3 tahap yang dilakukan bank sentral. Tahap pertama adalah publikasi asesmen suku bunga kredit berdasarkan SBDK dan spread SBDK.

Tahap kedua adalah menerbitkan PBI untuk menggantikan Peraturan OJK terkait SBDK sebagai dasar publikasi.

Sementara tahap terakhir adalah menguatkan efektivitas transmisi suku bunga dengan menerapkan benchmark rate.

"Tentu saja kami akan publikasikan asesmennya dengan menggunakan laporan bank-bank yang ada di OJK," pungkas Perry.

https://money.kompas.com/read/2021/02/09/183000526/bos-bi--kenapa-suku-bunga-kredit-bank-belum-turun-

Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke