Dia menilai pembentukan holding itu bisa mempermudah para UMKM dalam mengakses pembiayaan dengan bunga yang rendah.
“Pembentukan holding ultramikro yang terdiri dari BRI, Pegadaian, dan PNM, untuk mempermudah akses pembiayaan bagi usaha mikro dengan bunga yang rendah, sangat diperlukan,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (10/2/2021).
Saat ini, kata Teten, porsi kredit perbankan untuk UMKM baru 20 persen. Padahal, pelaku usaha di Indonesia 99 persen adalah UMKM.
Porsi kredit tersebut rendah dibandingkan negara-negara di Asia, seperti Singapura (39 persen), Malaysia (51 persen, Thailand (50 persen), Jepang (66 persen), dan Korsel (81 persen).
“Padahal, penyerapan tenaga kerja (sektor UMKM) mencapai 97 persen dan kontribusi terhadap PDB 60 persen,” kata dia.
Akibat hal itu, Teten berpendapat sulit bagi UMKM untuk bisa naik kelas dan mengembangkan kapasitas usaha dan daya saingnya.
Menurut Teten, yang diperlukan UMKM yakni skema pembiayaan modern yang tidak lagi mensyaratkan agunan dalam pemberian kreditnya. Sebab, UMKM rata-rata tidak punya aset yang memadai.
Saat ini, kata dia, pelaksanaan KUR mikro dengan plafon Rp 50 juta masih banyak bank mempersyaratkan agunan, padahal seharusnya tanpa agunan.
Menurut Teten, ke depan perlu diefektifkan lagi fungsi penjaminan terutama Jamkrindo dan Askrindo untuk melindungi pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil agar perbankan lebih berani mengucurkan kredit ke UMKM.
“Pihak perbankan juga harus sudah punya skema kredit dengan agunan dalam bentuk SPK (surat Perintah Kerja) bagi UMKM yang memerlukan modal kerja, sebagaimana diamanatkan oleh UU Ciptakerja,” jelasnya.
Kemenkop dan UKM juga sedang memprioritaskan formalisasi usaha mikro, yang saat ini mayoritas tidak bankable karena mereka tidak mempunyai pencatatan keluar masuk uang.
https://money.kompas.com/read/2021/02/10/070518926/ini-pentingnya-holding-pembiayaan-ultramikro-untuk-umkm