Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bank Sentral China Makin Gencar Sebarkan Yuan Digital

Saat pandemi, orang-orang lebih memanfaatkan e-wallet ketimbang memegang uang tunai. Hal ini tak jauh berbeda dari fenomena yang ada di China saat perayaan Imlek.

Tercatat sekitar 50.000 warga Beijing mulai memberikan angpao uang digital yang bisa digunakan untuk berbelanja secara online maupun offline. Regulator setempat melihat ini sebagai batu loncatan menuju sesuatu yang jauh lebih besar.

Mengutip Nikkei Asia, Selasa (16/2/2021), percepatan yuan digital sedikit banyak mempengaruhi ekonomi di seluruh dunia lantaran pemerintah Xi Jinping punya ambisi untuk menginternasionalkan mata uangnya.

Negeri Tirai Bambu itu sudah melakukan serangkaian tes. Tes serupa telah diadakan di Suzhou. Sejauh ini, Bank Rakyat China telah mendistribusikan lebih dari 100 juta yuan digital.

Distribusi dan berbagai program yang menstimulasi e-yuan bakal digulirkan selama Olimpiade Musim Dingin Beijing pada 2022.

China memang tidak asing lagi dengan penetrasi uang digital. Ada ratusan juta warganya yang menggunakan layanan Alipay dan WeChat Pay sebagai pengganti uang tunai.

Yuan digital pun bekerja dengan cara yang hampir sama. Namun tentu tidak persis sama. Bank for International Settlements (BIS) menyampaikan, mata uang digital bank sentral (CBDC) adalah uang digital yang dikeluarkan bank sentral dalam denominasi unit rekening nasional.

"Tidak seperti e-money dan uang kripro yang ada CBDC mewakili klaim langsung pada bank sentral daripada kewajiban pada lembaga keuangan swasta," ungkap BIS.

Survei BIS yang dirilis bulan Januari menunjukkan, sebanyak 86 persen dari 65 bank sentral merespons secara aktif untuk terlibat dalam beberapa bentuk CBDC. Sebanyak 60 persen dari 85 bank sentral itu menyatakan, mungkin akan mengeluarkan CBDC dalam kurun waktu 6 tahun ke depan.

Padahal dulu, mata uang Libra milik Facebook yang sekarang bernama Diem, sempat dipermasalahkan. Tapi rupanya Covid-19 telah mengubah prioritas atau preferensi bank sentral untuk mengeluarkan CBDC.

Alasan utamanya adalah meningkatkan akses keuangan dalam keadaan darurat, melengkapi uang tunai ketika terjadi karantina wilayah, sekaligus memberi ruang untuk program pendanaan publik.

Efek yuan digital kepada negara lain

Kamboja menjadi negara Asia pertama yang secara resmi meluncurkan sistem uang elektronik. Selain Kamboja, ada Thailand, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan yang sedang melakukan penelitian dan uji coba.

Bank Nasional Kamboja sudah meluncurkan sistem pembayaran yang disebut Bakong pada Oktober lalu. Sistem itu dikembangkan dengan startup blockchain Jepang Soramitsu.

Sayang, negara berkembang dengan sistem relatif lemah seperti Kamboja perlu menempuh serangkaian penguatan yang diperlukan. Kamboja perlu menghindari penyusutan mata uang lebih lanjut mengingat sebagian besar transaksinya menggunakan dollar.

Pasalnya, penyusutan mungkin terjadi seiring dengan prospek perkembangan yuan digital dan ambisi China.

Namun terlepas dari status China sebagai ekonomi terbesar di dunia, penggunaan yuan atau renminbi tertinggal jauh dibanding mata uang internasional lainnya.

Menurut IMF, yuan hanya menyumbang 2,13 persen dari cadangan devisa global pada kuartal III tahun 2020.  Pangsa pembayaran globalnya pun hanya 1,8 persen pada bulan Desember.

Kendati demikian, yuan digital bisa masuk ke negara berkembang di Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Apalagi China mendorong bank lokal dan asingnya untuk menggunakan yuan di Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas batas. Ini tentu dapat meningkatkan rasio yuan dalam transaksi internasional.

https://money.kompas.com/read/2021/02/16/110600726/bank-sentral-china-makin-gencar-sebarkan-yuan-digital

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke