Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[KURASI KOMPASIANA] Etika Bersepeda di Jerman | Jalur Sepeda Versus Halte Bus | Bersepeda Tanpa Etika di Jalan Raya

KOMPASIANA---Kini bersepeda bukan lagi aktivitas yang hanya dilakukan pada akhir pekan, tetapi sudah dimanfaatkan sebagai alat transportasi.

Oleh karena itu, sudah tidak heran jika sudah banyak pesepada di jalan raya. Sekarang, untuk menuju ke suatu tempat, sepeda sudah jadi pilihan alternatif.

Namun, sayangnya, tidak sedikit dari mereka yang bersepeda di jalan raya itu masih mengabaikan aturan: dari keamanan ketika bersepeda hingga melanggar aturan di jalan raya.

Mungkin ada yang belum tahu, tapi keselamat bersepeda mestinya tetaplah yang utama. Apalagi jika sudah di jalan raya, kita juga mesti memahami ada kendaraan lain di jalan yang sama, misalnya.

Kami akan coba rangkum apa saja yang mesti diperhatikan pesepeda agar tetap aman ketika sudah gowes di jalan raya.

1. Belajar dari Etika Bersepeda di Jerman

Ada yang membuat Kompasianer Inosensius senang ketika bersepeda sudah menjadi bagian keseharian orang-orang. Sama seperti di Jerman tempatnya kini tinggal.

Apalagi jika kita bersepeda di Jerman, itu tidak bisa dipisahkan dari tata kota. Maksudnya, kepentingan bagi orang yang suka bersepeda itu sudah masuk dalam kerangka konsep perancang bangunan itu sejak awal.

Membangun jalan di kota, tulis Kompasianer Inosensius, bagi mereka sama dengan membangun jalur-jalur realistis sesuai kebutuhan masyarakat.

Ada 4 jalur yang selalu ada dan bisa ditemukan di lingkaran kota.

"Bahkan dituliskan dengan jelas mana jalur sepeda dan mana trotoar untuk pejalan kaki. Tidak jarang pula, orang menemukan jalur sepeda itu dibuat berwarna," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

2. Jalur Sepeda Versus Halte Bus

Belum lama ini Pemerintah Pemprov DKI Jakarta memberlakukan uji coba jalur khusus sepeda di sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman.

Kompasianer Widi Kurniawan menilai tentu harapannya agar pesepeda bisa lebih aman dan meminimalisir resiko kontak fisik dengan kendaraan bermotor.

Apalagi dengan adanya fasilitas ini diharapkan dapat memancing para pekerja ibu kota untuk menggunakan sepeda saat berangkat dan pulang kerja.

Akan tetapi jalur khusus sepeda di Jakarta ini bukannya tanpa kendala dan tidak ada titik rawannya.

"Di banyak titik, jalur ini bersinggungan dengan halte bus yang berada di pinggir jalan," tulis Kompasianer Widi Kurniawan. (Baca selengkapnya)

3. Jangan Sampai seperti Karsim!

Kompasianer Edward Horas mengutip penggalan kalimat dari cerpen yang dibuat Ahmad Tohari "Akhirnya Karsim Menyeberang Jalan" untuk menggambarkan realitas yang terjadi di jalanan.

"...Wajah-wajah pengendara adalah wajah para raja jalanan. Wajah-wajah yang mengusung semua lambang kekotaan: keakuan yang kental, manja dan kemaruk luar biasa..." tulisnya, mengutip dari cerpen tadi.

Karena memang kita tidak bisa memisahkan bagaimana pengguna jalan raya, apapun jenis alat trasportasi, untuk siapa yang paling berkuasa di sana. Dan, pesepeda kini hadir di tempat yang sama.

Semestinya bisa muncul kekhawatiran ketika semua pengguna jalan raya mesti bisa sama-sama berbagi ruang.

"Memang, belum ada polisi yang semprit kalau melihat pesepeda tidak pakai helm. Tetapi, demi keselamatan pribadi, kita seharusnya sudah tahu bahwa memakai helm lebih aman," tulis Kompasianer Edward Horas.

Pesepeda itu seyogianya memantau dan mematuhi peraturan lalu lintas. Karena, itu semata-mata untuk menjaga keselamatan. (Baca selengkapnya)

4. Bersepeda Tanpa Etika, Wajar Buat yang Tak Sadar!

Sebagai seorang karyawan kantoran, sudah sejak 2018 Kompasianer Anjas Permata bersepeda paling tidak 2-3 kali seminggu.

Alasannya untuk menjaga kesehatan dan menciptakan pola hidup yang seimbang. Sudah begitu, secara tidak langsung dari kegiatan bersepeda itu Kompasianer Anjas Permata mendapat manfaat lainya, seperti mengusir kejenuhan dan kebosanan.

"Dengan durasi rata-rata 60 menit sekali gowes aku menikmati pemandangan sepanjang rute yang aku lalui. Alhasil biasanya inspirasi dan ide lumayan kerap datang pada waktu gowes," tulisnya.

Oleh sebab itu bagi Gowes Lovers sangat penting untuk menjaga etika bersepeda di jalan.

Soal etika ini memang tidak ada rumus bakunya, tulis Kompasianer Anjas Permata, tetapi akan lebih parah kalau kita bersepeda tanpa etika. (Baca selengkapnya)

***

Jika ingin membaca konten lainnya seputar aktivitas bersepeda yang kini sudah mulai marak, bisa buka Kompasiana dengan label: Etika Bersepeda.

https://money.kompas.com/read/2021/03/22/105840126/kurasi-kompasiana-etika-bersepeda-di-jerman-jalur-sepeda-versus-halte-bus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke