Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ada Wacana Tax Amnesty Jilid II, Berisiko Gerus Kepatuhan Perpajakan Masyarakat?

Mulanya, hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun dalam sebuat utas yang ia unggah di akun Twitter pribadinya, @MMisbakhun pada Jumat (19/3/2021) lalu.

Misbakhun mengatakan tax amnesty jilid II kembali diwacanakan sebagai salah satu upaya strategis dalam memulihkan perekonomian nasional.

"Kebijakan pengampunan pajak akan memberikan dampak yang sangat bagus untuk pemulihan dunia usaha selama menghadapi pandemi Covid-19," ujar Misbakhun.

Ketika ditanya wartawan terkait hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun tak memberikan jawaban yang pasti.

Ia justru menjelaskan, pemerintah tidak ingin ketinggalan dengan dinamika global dan dirugikan oleh peraturan perpajakan yang sedang berkembang di dunia internasional.

Untuk diketahui, tax amnesty merupakan program pengampunan pajak untuk wajib pajak yang selama ini menempatkan uangnya di luar negeri. Dengan diampuninya kesalahan penghindaran pajak tersebut, diharapkan basis pajak bisa semakin meningkat.

"Jangan sampai posisi Indonesia, dalam hal ini di posisi yang tertinggal atau dirugikan dan tertinggal dari dinamika global ini, sehingga kita bisa terus menjaga kepentingan dari penerimaan perpajakan Indonesia," ujar Sri Mulyani ketika konferensi pers APBN KiTa, Selasa (23/3/2021).

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai, saat ini kebijakan tersebut belum cukup mendesak dan membuthkan justifikasi yang kuat.

Sebab, kebijakan tersebut relatif kontroversial karena mengampuni atau menghapus pokok serta sanksi pajak dari wajib pajak yang bersangkutan.

Di sisi lain, dengan penerapan tax amnesty yang berulang, maka akan berdampak pada menurunnya kepatuhan perpajakan masyarakat.

"Sinyal adanya tax amnesty yang berulang akan mendorong wajib pajak untuk cenderung menunggu untuk patuh di masa mendatang karena berpikir akan adanya tax amnesty yang akan mengampuni mereka kembali," jelas Bawono kepada Kompas.com.

Ia pun mengatakan, untuk menerapkan tax amnesty, ada empat alasan utama yang perlu diperhatikan.

Keempatnya yakni kebutuhan penerimaan jangka pendek, sebagai jembatan ke sistem pajak baru, upaya menciptakan kepatuhan jangka panjang, dan repatriasi modal.

"Jika kita amati, tidak ada satupun dari keempat asalan tersebut yang memiliki justifikasi kuat," jelas dia.

Ia juga mengatakan, tax amnesty juga tidak membuahkan dana yang besar, dan justru menggerus risiko penerimaan.

Pasalnya, hal serupa terjadi di negara bagian di Amerika Serikat yang menerapkan tax amnesty secara berulang kali.

Di Indonesia sendiri, tax amnesty pernah diterapkan pada Juli 2016 hingga Maret 2017.

Berdasarkan data Kemnekeu, realisasi penerimaan tax amnesty mencapai Rp 130 triliun dengan deklarasi harta wajib pajak sebanyak Rp 4.813,4 triliun dan repatriasi Rp 46 triliun.

Sedangkan, jumlah peserta yang mengikuti tax amnesty sebanyak 974.058 pelaporan Surat Pernyataan Harta (SPH) dari 921.744 wajib pajak.

"Pelajaran penting dari tax amnesty yang berulang kali di berbagai negara bagian di AS memperlihatkan bahwa penerimaan pajak yang dikumpulkan akan kian kecil pada saat tax amnesty dilakukan secara berulang dalam kurun waktu tidak terlalu lama. Jadi, sepertinya kita tidak akan memperoleh dana uang tebusan yang sebesar tax amnesty 2016/2017," jelas Bawono.

https://money.kompas.com/read/2021/03/24/153902326/ada-wacana-tax-amnesty-jilid-ii-berisiko-gerus-kepatuhan-perpajakan-masyarakat

Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke