Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kunci Membangun Koperasi Modern

Apakah kata modern ini berasosiasi dengan konsep sosiologi “modernisasi” tahun 1970an dulu atau memiliki makna yang lain. Sebab bila modernisasi merujuk pada konsep 1970an, artinya sekarang sudah obsolete, usang. Yang ada sebagian besar koperasi eksisting saat ini “sudah modern”, misalnya dalam hal penerapan scientific management.

Nah, bila kata itu kita definisikan secara harfiah, modern bermakna “termutakhir” atau “terkini”. Memberi ajektif “modern” pada “koperasi” artinya bagaimana koperasi memiliki pendekatan atau model kekinian, tentu saja, yang relevan dengan zaman.

Boleh jadi itulah konsep modern atau modernisasi yang dikehendaki. Maka kita akan mulai diskusi ini dari telisik kondisi mutakhir bagaimana yang dihadapi koperasi.

Kondisi mutakhir

Sudah sering saya singgung tantangan strategis mutakhir koperasi di kolom-kolom sebelumnya. Saya kerucutkan menjadi lima isu.

Pertama, perkembangan teknologi informasi membawa dampak yang luar biasa ke berbagai sektor kehidupan: ekonomi, sosial, budaya, pemerintahan, politik dan lainnya. Epos baru ini kita sebut sebagai Revolusi Industri Keempat, yang hadirkan aneka inovasi dan tak sedikit yang disruptif terhadap model eksisting.

Kedua, turunan dari perkembangan teknologi itu adalah banyak layanan terhubung satu sama lain dalam suatu ekosistem. Misalnya, pesan tiket pesawat dan pembayarannya, hanya butuh waktu beberapa menit dengan tetap berada di satu layar (user interface). Antara booking dengan payment, terhubung. Terlihat sederhana, padahal di belakang layar mereka menghubungkan beberapa layanan perusahaan sekaligus secara real time.

Ketiga, BPS (2020) merilis bahwa generasi Y dan Z mendominasi struktur demografi kita saat ini, totalnya 53,81 persen. Itu sama dengan ada 5-6 orang generasi Y dan Z dari 10 orang yang berkumpul.

Generasi ini memiliki nilai, cara pandang, kebutuhan, aspirasi serta cara kerja berbeda dibanding generasi sebelumnya. Di dunia kerja mereka lebih suka dihargai dengan bonus perjalanan ke luar negeri daripada gaji ke 14, misalnya. Lebih suka komunikasi lugas daripada basa-basi dan seterusnya.

Keempat, turunannya kita memiliki isu di sektor tenaga kerja. Usia produktif menjadi sangat besar, sama artinya kebutuhan setiap mereka untuk memperoleh pekerjaan. Kompetisi menjadi sangat tinggi dan membuat mereka wajib mempertinggi kompetensinya masing-masing. Contohnya, Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, banyak memberikan program magang, tujuannya untuk memberi kompetensi hard/ soft skill kepada para siswa.

Kelima, tumbuhnya ekonomi dan kelas menengah Indonesia (pra pandemi) yang membuat berbagai aspirasi dan kebutuhan meningkat. Tentu kita berharap kondisi itu akan kembali setelah kita melewati krisis pandemi ini. Dulu apa yang namanya jual-beli saham hanya dikenal di kalangan tertentu. Sekarang, mulai merakyat. Bahkan sebagian generasi Z, lahir rentang tahun 1997-2012, mulai main saham eceran dengan aplikasi tertentu.

Kondisi di atas nyaris berbeda dengan dekade lalu. Boleh lah hal itu kita sebut sebagai kondisi modern saat ini. Berbeda dengan kondisi modern dekade lalu. Sehingga koperasi harus bisa merespon itu dengan pendekatan yang lebih modern, yang lebih mutakhir.

Kunci modernisasi

Sebagai organisasi dan perusahaan, koperasi dituntut organis dan adaptif, tumbuh dan berkembang sesuai zaman. Ibarat software, pirantinya harus terus di-update ke versi terbaru. Itu membutuhkan fitur pengembangan organisasi (organization development) dengan aneka instrumen turunannya seperti: manajemen perubahan, manajemen inovasi dan sejenisnya.

Dalam pengembangan organisasi tersebut, koperasi perlu meng-install tiga kapabilitas dinamis (dynamic capability).

Pertama, thinking ahead atau berpikir ke depan, tentang apa-apa yang akan dihadapi di masa depan. Informasi dan wawasan saat ini banyak tersebar di berbagai sumber, internet salah satunya. Perencanaan strategis lembaga harus menggunakan helicopter view yang cukup.

Kedua, thinking again atau berpikir ke belakang. Yakni merefleksikan apa-apa yang sudah dilakukan 3-5 terakhir. Pada rentang 3-5 tahun itu kita bisa melihat pathway dan karenanya lebih tuntas untuk menimbang. Apakah pathway itu masih relevan? Atau ada pathway lain yang lebih mencukupi.

Ketiga, thinking across atau berpikir melintas. Maksudnya, kita perlu melihat apa-apa yang terjadi di luar sana (di luar koperasi). Perlu melihat dan belajar dari praktika pihak-pihak lain sehingga tak mengalami sindrom katak dalam tempurung. Praktik pihak lain akan menjadi wawasan berharga bagi pengembangan organisasi koperasi.

Untuk merangkai itu semua, peran pemimpin dan kepemimpinan menjadi sangat penting. Pakem kolektif kolegial dalam koperasi idealnya tidak mengurangi ketangkasan pemimpin dan kepemimpinannya.

Para pemimpin koperasi, Pengurus dan Manajer, perlu berpikiran terbuka. Termasuk curiga pada sindrom kesuksesan yang menjebak (success trap), yang membuat nyaman, abai dan kemudian lembam.

Kunci kedua dari modernisasi koperasi terletak pada pengembangan usaha (business innovation).

Ibaratkan saja sebagai hardware yang perlu rutin di-tune up agar kencang larinya. Dalam pengembangan usaha ini, kita membutuhkan satu fitur utama, intrapreneurship. Yaitu praktik entrepreneurial atau kewirausahaan dalam suatu perusahaan.

Pengurus dan Manajer perlu mengembangkan intrapreneurship. Bahkan kita perlu mulai membudayakan adanya fungsi dan jabatan baru seperti Chief Innovation Officer (CIO). Fungsi ini bisa diletakkan di bawah Pengurus atau langsung diimplan di manajemen.

Di swasta, CIO sudah kaprah dan massif. Dialah yang bertanggungjawab untuk selalu menyegarkan model atau proses bisnis perusahaan. Sebagai percontohan bagi yang lain, koperasi skala menengah dan besar perlu memulainya.

Belum lama juga di gerakan koperasi dunia lahir International Cooperative Entrepreneurship Think Tank (ICETT) yang berasosiasi dengan International Cooperative Alliance (ICA). Lembaga think tank kewirausahaan koperasi itu berdiri pada tahun 2018, baru tiga tahun yang lalu.

Tujuannya untuk mengakselerasi gagasan dan praktik kewirausahaan dan inovasi di koperasi. Sebabnya sama, mereka melihat tantangan strategis yang begitu berbeda dan di sisi lain koperasi mengalami kelembaman.

Berbagai inovasi perlu dihadirkan untuk merespon kebutuhan dan aspirasi anggota. Di mana anggota atau manusia menjadi pusat gravitasi koperasi, harusnya menjadi sumber inspirasi yang tak pernah habis. Apa yang menjadi “masalah” bagi anggota, adalah “peluang” bagi koperasi. Memberi solusi dengan berbagai produk dan layanan yang tepat.

Menjawab tantangan

Dengan dua kunci itu, koperasi dapat merespons lima tantangan strategis di atas. Koperasi juga bisa adaptif dengan zeitgeist yang terus berubah. Ujungnya, saat menghadapi generasi Y dan Z, koperasi dapat memberikan value proposition yang tepat kepada mereka. Yang mana mereka berpikir dan mengenali koperasi sebagai entitas bisnis.

Soal segambreng nilai dan tujuan mulia (virtue ethics) koperasi, itu semua harus bisa diartikulasikan dalam bahasa dan cara pandang mereka.

Dua generasi itu saat ini membutuhkan dua hal: pekerjaan dan pendapatan, bagaimana koperasi bisa menjawab aspirasi itu. Misalnya melalui koperasi pekerja (worker coop) dan koperasi startup (startup coop) dan sejenisnya.  Value proposition yang ditawarkan adalah penciptaan pekerjaan (job creation) dan pendapatan (revenue creation).

Di sisi lain, kelas menengah juga memiliki aspirasi yang meningkat. Ketika mereka memiliki kelebihan sejumlah dana dan mulai memikirkan investasi, bagaimana koperasi menjawabnya. Di sisi lain ada tren jual-beli saham dan crowd funding.

Apakah financial literacy yang koperasi ajarkan kepada anggota hanya akan berhenti pada bab menabung saja? Tentu tidak, bukan? Kita perlu mengembangkan produk/ layanan tertentu untuk menjawabnya.

Koperasi sektor riil juga tak lepas dari tantangan. Bagaimana mereka dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi produksi sehingga bisa memberi nilai tinggi pada anggotanya. Di saat banyak startup-startup masuk ke industri pangan, misalnya.

Apakah koperasi sektor riil akan menggunakan pendekatan yang obsolete dengan teknik dan cara yang sama. Atau sebaliknya membangun kemitraan dengan mereka yang memiliki teknologi yang terhubung dengan ekosistem itu.

Kesadaran (sense of urgency) itu perlu disemai sehingga menjadi bagian keseharian koperasi. Yang setelah diendapkan, akan menjadi inspirasi dan laku aksi. Ada satu contoh bagus di Bali bagaimana Koperasi Kopmitama, fokus budidaya porang, mendesain kelompok anggotanya secara non-konvesional.

Mereka membagi anggotanya menjadi empat: Pemilik Modal, Pemilik Lahan, Petani Penggarap dan Profesional. Masing-masing pihak memperoleh bagi hasil yang disepakati bersama. Tak hanya itu, tahun 2021 ini ada tiga program inovasi yang mereka lakukan, yakni: inovasi budidaya, inovasi produksi dan inovasi pemasaran.

Dalam kondisi mutakhir itu, Kementerian Koperasi dan UKM serta Dinas Provinsi/ Kota/ Kab dapat menjadi trigger. Berbagai peningkatan kapasitas melalui serangkaian bimbingan teknis/ pelatihan harus mulai menawarkan tema-tema baru seperti di atas. Bukan tema usang yang melulu itu-itu saja.

Penting juga memfasilitasi kemitraan antara koperasi dengan mitra-mitra strategis lainnya. Sebab dalam kemitraan itu transfer pengetahuan, keahlian dan teknologi akan terjadi secara langsung. Tidak ketinggalan, menerbitkan regulasi yang dibutuhkan, sebutlah model Koperasi Multi Pihak dan model baru lainnya.

Meski begitu kita harus mawas, peran pemerintah hanya sebatas trigger dan enabler. Selebihnya kembali ke koperasi masing-masing sebagai organisasi swatata dan swadaya. Saya ingat betul satire santai mendiang Sularso, mantan Dirjend dan pegiat koperasi sampai akhir hayat,

“Koperasi kita ini aslinya telor apa batu? Kalau batu, mau dierami sampai kapan pun, tidak bakal netas”.

Tentu saja saya, dan juga Anda, meyakininya telor. Namun seringkali keyakinan saja tidak cukup. Butuh kerja cerdas dan keras untuk mewujudkannya.

https://money.kompas.com/read/2021/03/27/161700926/kunci-membangun-koperasi-modern

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke