Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah TVRI, Stasiun TV Pertama di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Bicara Televisi Republik Indonesia (TVRI), tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang republik ini (sejarah TVRI). Silih berganti rezim kekuasaan, wajah dan fungsi televisi pemerintah ini juga ikut berubah.

Dikutip dari laman resminya, status sejarah TVRI juga sempat bergonta-ganti. Dalam perjalanannya, TVRI pernah menjadi BUMN, dari Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perseroan Terbatas (PT).

TVRI berdiri pada 24 Agustus 1962 (berdasarkan SK Menpen RI No.20/SK/VII/61) ditandai dengan siaran perdana Asian Games ke IV di Stadion Utama Gelanggang Olah Raga Bung Karno.

Bermula dari kantor Departemen Penerangan di Senayan, Jakarta, pemerintah getol membesarkan TVRI. Pembangunan tahap berikut di luar Jawa, meliputi Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Sehingga, genap seperempat abad setelah siaran pertamanya, infrastruktur penyiaran televisi sudah tersebar hampir di seluruh penjuru Nusantara.

Dengan jaringannya hingga ke daerah pelosok, sejarah TVRI jadi stasiun televisi tertua di Indonesia dan satu-satunya televisi yang jangkauannya mencapai seluruh wilayah Indonesia dari Sabang samai Merauke.

Era pertama kehadiran TVRI hingga reformasi, jadi masa kejayaan TVRI. Di bawah payung kebijakan penyiaran monopolistik, dalam paruh kedua, program berita dikemas dengan format “menurut petunjuk Bapak Presiden”.

TVRI menjadi media tunggal penyiaran televisi pemerintah yang beroperasi ke seluruh Indonesia. Beberapa siaran unggualan salah satunya program Dunia dalam Berita, serial Si Unyil, kuis Berpacu dalam Melodi, hingga Asia Bagus. 

Selama Orde Baru, TVRI berstatus UPT (Unit Pelaksana Teknis) yang bernaung di bawah Departemen Penerangan. Namun saat reformasi, tepatnya tahun 2000, statusnya kemudian beralih menjadi Perjan seiring dibubarkannya Departemen Penerangan.

Pembinaan TVRI juga juga beralih dari Departemen Keuangan dialihkan kepada Menteri Negara BUMN. Baru di tahun 2002, statusnya kembali berganti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Status baru ini membuat TVRI bisa menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi sesuai dengan prinsip-prinsip televisi publik yang independen dan netral, sekaligus bisa mencari keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang modern dan profesional.

Sejak Tahun 2005 hingga kini, status TVRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia.

Sebagai televisi publik, LPP TVRI mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

Hidup dari iuran wajib

Diberitakan Harian Kompas, 2 Oktober 2019, dalam sejarah TVRI, untuk menikmatinya saat itu tidak mudah karena televisi masih menjadi barang langka dan harganya cukup mahal. Siarannya pun masih terbatas.

Tahun 1965, misalnya, TVRI baru membangun proyek menara televisi di perbukitan Gantung, Gombel, dan Cemorosewu untuk meluaskan siaran di sekitar Jawa Tengah.

Bersamaan dengan itu, dipasang pula televisi di sejumlah tempat umum, seperti stasiun, terminal, dan kantor kecamatan.

Untuk kepemilikan perseorangan, selain pajak, pemilik televisi juga dikenai iuran bulanan. Tahun 1969, misalnya, iuran televisi Rp 200 per bulan dan biaya pendaftaran sekali saja Rp 300, yang semuanya dibayarkan di Kantor Pos. Untuk mendaftarkan televisi, pemilik harus menunjukkan kuitansi pembelian.

Sampai 1971, baru terdaftar 11.000 televisi di Tanah Air. Padahal, jumlah televisi yang ditonton masyarakat sekitar 150.000 unit. Masih banyak warga yang enggan membayar iuran bulanan.

Karena itu, razia kepemilikan televisi saat itu sering dilakukan dari rumah ke rumah. Pemilik televisi yang tidak membayar atau terlambat membayar iuran televisi dikenai denda.

Razia yang dilakukan pada 2 Juli hingga 27 September 1973 di Jakarta, misalnya, menemukan ada 4.308 pesawat televisi yang belum didaftarkan kepemilikannya.

Dari hasil razia tersebut, Daerah Pos I Jakarta menerima denda dan iuran sebesar Rp 9.915.200.

Mulai 1 Januari 1974, iuran televisi naik menjadi Rp 500 per bulan untuk pesawat televisi ukuran 16 inci ke bawah dan Rp 750 per bulan untuk pesawat televisi ukuran di atas 16 inci.

https://money.kompas.com/read/2021/04/17/072610226/sejarah-tvri-stasiun-tv-pertama-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke