KOMPASIANA---Melihat anak tumbuh cerdas serta menonjol melebihi teman-temannya tentu menjadi dambaan setiap orangtua. Namun, terkadang ekspetasi yang diharapkan orangtua terhadap anak kerap kali tidak sesuai kenyataan.
Alih-alih orangtua memberi motivasi kepada anak untuk lebih giat belajar, tanpa sadar orangtua justru membandingkan kecerdasan akademik anak dengan teman-temannya di sekolah.
Padahal, jika hal tersebut dibiarkan, nantinya dapat membawa dampak negatif bagi perkembangan perilaku anak.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana mengapresiasi kinerja anak tanpa membandingkannya dnegan temannya yang lain?
Yuk, simak 3 konten tentang parenting berikut ini di Kompasiana:
1. Ketika Orangtua Terlalu Membandingkan Prestasi Akademik Antar-anak
Tanpa sadar, sering kali orangtua membandingkan kemampuan anak sendiri dengan anak orang lain.
Saat ada seorang anak yang mendapat nilai bagus dan rangking tinggi, anak dipuji di hadapan anak-anak yang lain.
Meski tujuannya baik untuk memotivasi anak-anak yang lain, namun di balik itu ada efek negatif yang mengintai terhadap perkembangan mental anak terutama bagi anak-anak yang kurang berprestasi secara akademik.
Kompasianer Gobin Dd pun membagikan pandangannya terkait perihal membanding-bandingkan prestasi akademik antar anak.
Menurutnya, ada dua dampak yang dapat timbul akibat dari membandingkan prestasi antara anak di sekolah. Pertama, anak bisa menjadi pribadi yang rendah diri terlebih di hadapan orang yang lebih pandai secara akademik dan kedua, anak merasa diri sebagai pribadi yang tidak berguna di keluarga (Baca Selengkapnya)
2. Tanpa Disadari, Terkadang Orangtua Menjadi Toxic Parents
Hubungan tidak sehat atau toxic relationship tidak hanya dapat terjadi antara teman maupun pasangan, namun ternyata hubungan tidak sehat juga dapat terjadi antara orangtua dan anak atau yang lebih dikenal dnegan toxic parents.
Setidaknya ada dua jenis toxic parents. Pertama, orangtua yang berlaku kasar dengan rangkaian tindakan kekerasa fisik dan verbal. Kedua, orangtua yang tidak berlaku kasar, namun dampak perlakukannya meracuni kepribadian anak.
Lantas, seperti apa sih cir-ciri toxic parents dan apa dampaknya bagi perkembangan anak? (Baca Selengkapnya)
3. "Strict Parents", Jangankan Pacaran, Izin Main Saja Susah
Setiap orangtua mempunyai cara tersendiri untuk mendidik anak-anaknya. Ada yang menerapkan pola kedisiplinan yang tinggi, ada pula orangtua yang sangat membebaskan anaknya terhadap pilihan yang disukai anak.
Ketika orangtua memasang standar yang tinggi terhadap anaknya disertai dengan dukungan yang penuh dan responsif, itu adalah orangtua yang berwibawa.
Namun meski demikian, ada juga orangtua yang mempunyai sifat strict parents, yang mana mereka mengekang anaknya dan mengaturnya sesuai kemauan mereka. Anaknya dilarang dalam banyak hal. Ia hanya boleh melakukan sesuai dengan aturan yang orang tuanya berikan.
Menurut Kompasianer Nur Farihatul Khoiriyah, seorang anak yang biasa dengan didikan ketat, ia akan cenderung memiliki rasa takut dan ketergantungan terhadap apa yang dilakukannya. Akibat dari semua itu, sang anak menjadi tidak mandiri dan kurang bisa berpikir luas mengenai apa yang dapat mereka lakukan dan apa yang tidak dapat mereka lakukan. (Baca Selengkapnya) (FIN)
https://money.kompas.com/read/2021/04/18/223300826/-kurasi-kompasiana-ketika-orangtua-terlalu-membandingkan-prestasi-akademik
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan