Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pandemi yang Mengubah Arah Industri Penerbangan Global

Sejak usainya perang dunia ke 2, penerbangan sipil komersial bergerak pesat merajut jejaring rute penerbangan internasional antara lain dibawah koordinasi ICAO, International Civil Aviation Organization dan IATA, International Air Transport Association.

Industri penerbangan berkembang dengan laju percepatan yang sangat mengagumkan dan pabrik pesawat terbang bersaing ketat dalam memperebutkan pasar angkutan udara. Karena membutuhkan modal besar dan tenaga ahli spesialis di bidang penerbangan serta sangat memerlukan perencanaan strategis jangka panjang, maka tidak banyak pabrik pesawat terbang yang dapat meraih sukses.

Di permukaan terlihat dua pabrik pesawat terbang raksasa yang berlomba dari waktu ke waktu dalam memperebutkan pasar angkutan udara antar bangsa. Boeing yang mewakili Amerika Serikat dan Airbus yang merupakan representasi benua Eropa bersaing dalam kompetisi yang penuh romantika.

Persaingan kedua pabrik pesawat terbang ini masuk dalam kurva yang terus menanjak seolah tanpa jeda sampai pada titik kedatangan pandemic yang seolah menghentikannya secara paksa, setidaknya untuk sementara.

Bermula pada tahun 1957 yang berarti hanya selang 54 tahun saja sejak pesawat terbang pertama berhasil diterbangkan, Boeing telah berhasil memproduksi pesawat terbang sipil komersial B-707 yang terkenal itu.

Pesawat yang mampu membawa penumpang sekitar 140 orang tersebut telah sukses memasuki pasar dunia yang ditandai dengan Boeing memproduksi lebih dari 1.000 pesawat untuk melayani permintaan dari segenap penjuru dunia.

Pabrik Boeing menghentikan produksinya pada tahun 1979 setelah menurun drastisnya permintaan pasar terhadap B-707.

Terbang pertama kalinya di tahun 1969, Boeing meluncurkan pesawat barunya yang segera saja merajai angkasa. B-747 yang bergelar Jumbo karena kemampuannya yang dapat membawa penumpang hingga 600 orang. Pesawat terbang raksasa ini bermesin jet 4 buah dengan kabin bertingkat telah menjadi simbol status “kebanggaan” dari semua Maskapai Penerbangan.

Walaupun harus mengakhiri laju produksinya pada tahun 2020 nanti, B-747 telah sukses menembus angka lebih dari 1500 pesawat terbang yang dihasilkan untuk memenuhi permintaan pasar dunia. B-747 tidak saja dikenal sebagai “Jumbo Jet” akan tetapi juga di juluki “Queen of the Skies”, karena bentuknya yang cantik. B-747 dengan berbagai varian nya telah menjadi legenda dunia penerbangan dengan kemampuan bertahan di pasar global selama lebih dari 50 tahun.

Pada tahun yang sama 1969 Eropa merespons kompetisi perebutan pasar global dengan meluncurkan Concorde, produk pesawat terbang yang sangat fenomenal. Concorde menjadi pesawat terbang sipil komersial pertama yang dapat terbang lebih dari 2 X kecepatan suara dengan ketinggian 60.000 ft dan mampu membawa sebanyak 100 penumpang.

Sebuah terobosan yang fantastis terutama bagi pelayanan jasa perhubungan udara internasional. Concorde tidak bernasib baik dalam bersaing dengan pesawat lainnya, dan hanya mampu diproduksi sebanyak 20 pesawat saja.

Concorde juga hanya sempat melayani penumpang kelas “Jet-set” selama 7 tahun yaitu sejak 1976 sampai dengan 2003. Kurangnya minat penumpang pesawat terbang untuk bepergian menggunakan Concorde menyebabkan hanya dua maskapai penerbangan yang meng-operasikannya yaitu British Airways dan Air France.

Perkembangan selanjutnya dari produksi pesawat terbang adalah dalam hal menghasilkan pesawat terbang yang irit bahan bakar dan ramah lingkungan antara lain menurunkan tingkat kebisingan. Pada versi ini kemudian dikenal jenis Boeing B-777 dan Airbus A-330.

Kedua pesawat terbang tersebut mewakili era pesawat berbadan lebar untuk penerbangan jarak jauh dengan tenaga 2 mesin saja. Mesin yang tidak hanya irit dalam penggunaan bahan bakar, apalagi dibanding dengan pesawat sebelumnya yang bermesin 4 buah, juga di disain dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah. Untuk diketahui, ICAO telah mempromosikan industri penerbangan yang juga memperhatikan trend global yang “go green”.

Pada tahun 2005 Airbus menggulirkan produk barunya yang cukup spektakuler yaitu A-380 pesawat raksasa yang mampu membawa penumpang hampir mencapai angka 900 orang.

Sempat di produksi sebanyak 242 unit, A-380 menjadi sulit bersaing karena antara lain masih menggunakan 4 buah mesin. Di samping itu pasar penumpang ternyata tidak berorientasi kepada jumlah penumpang yang banyak.

Tanda tanda akan dihentikannya produksi A-380 sudah terlihat beberapa waktu sebelum Pandemi Covid 19 merebak. Ke depan dipastikan akan sulit untuk dapat mengembangkan pesawat terbang A-380 ini, karena pasar memang sudah bergeser pada pesawat bermesin 2 dan mesin yang irit BBM.

Belakangan ini arena persaingan pesawat bermesin 2 irit BBM dikuasai oleh jenis pesawat B-737 versus Airbus A-320 dengan berbagai varian yang berkembang. Puncak dari persaingan ini adalah tersungkurnya jenis B-737 MAX 8 dengan kejadian kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines yang menelan ratusan korban jiwa.

Tragedi yang terlihat sebagai sebuah momentum dimana masyarakat penerbangan dunia kemudian mempertanyakan kredibilitas pabrik pesawat terbang Boeing sekaligus otoritas penerbangan paling terkemuka dan bergengsi FAA, Federal Aviation Adminstration.

Demikianlah kompetisi dalam industri penerbangan yang berjalan dengan dinamis dan penuh dengan persaingan ketat memperebutkan pasar global. Kemajuan teknologi telah merekayasa apa saja mulai dari ukuran pesawat, kecepatan pesawat hingga efisiensi penggunaan bahan bakar serta program pengurangan kebisingan berlangsung meriah dari waktu ke waktu.

Kesemua itu memang berada di tengah sebuah proses dari ujud pelayanan angkutan udara global yang tengah mencari bentuknya yang pas. Sayangnya , tanpa mampu diantisipasi tiba tiba saja datang tsunami pandemi Covid-19 yang langsung dengan seketika memporak porandakan industri penerbangan dunia.

Ke depan bagaimana corak dari pelayanan moda angkutan udara akan terbangun, masih menjadi tanda tanya besar. Ke mana arah industri penerbangan global akan menuju menjadi sulit untuk memperoleh jawabannya. Yang jelas arus penumpang yang selama ini bepergian dengan moda angkutan udara tiba tiba saja menurun drastis.

Walau tuntutan akan kebutuhan angkutan barang dan penerbangan charter kelihatannya tidak begitu terganggu namun tetap saja sebelum dunia mampu mengatasi pandemic Covid-19 dengan tuntas, maka arah dari industri penerbangan akan menuju kemana tidak ada seorang pun yang mampu meramalkannya dengan pasti kecuali sang “waktu” yang akan memberikan jawabannya.

https://money.kompas.com/read/2021/05/03/070700026/pandemi-yang-mengubah-arah-industri-penerbangan-global

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke