Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[KURASI KOMPASIANA] Cara Menyikapi hingga Merespon Omongan Tetangga

KOMPASIANA---Hubungan sosial antarmanusia memang selalu menarik dan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan.

Hubungan dengan tetangga rumah, misalnya, akan ada saja permasalahan yang timbul di sana; bisa karena tidak akrab atau sudah dekat sekalipun.

Padahal, tetangga itu bukanlah saudara dekat maupun jauh kita. Tapi, tetangga bisa jadi orang terdekat kita saat membutuhkan sesuatu.

Bisa jadi, reaksi tetangga kepada kita adalah cerminan dari bagaimana kita menjalin hubungan dengan mereka. Bisa jadi.

1. Jurus Praktis Menepis Omongan Tetangga

Karena kita tidak bisa mengatur bagaimana reaksi orang lain terhadap diri kita, maka segala tudingan maupun omongan orang lain kepada kita semestinya bisa disikapi dengan bijak.

Daripada merisaukan apa yang orang lain pikirkan tentang diri kita, tulis Kompasianer I Ketut Suweca, mengapa tidak fokus pada apa yang kita kerjakan, yang kita cita-citakan?

"Berfokus dan bertekun pada tugas, tanggung jawab, dan pekerjaan, pada upaya meraih impian, akan membawa kita menuai hasil pada saatnya," lanjutnya.

Akhirnya, gosip yang menerpa kita dengan sendirinya sudah dijawab oleh keberhasilan kita. Jadi, jawab dengan hasil karya, bukan dengan kata-kata. (Baca selengkapnya)

2. Bibit dan Bobot Omongan Tetangga Grup

Dalam perjalanan waktu sesuai kemajuan teknologi komunikasi, muncul sekejap fenomena grup baik itu di Facebook, Whattsapp, dan sebagainya.

Beraneka grup itu dibuat berdasarkan latar belakang yang juga berbeda-beda.

Akan tetapi Kompasianer Inosensius punya pandangan lain, orang-orang yang berada bersama kita pada satu grup adalah tetangga virtual kita.

" Tetangga bukan saja soal berdakatan jarak rumah, tetapi secara online, di mana anggota-anggota grup ada di beberapa grup lainnya," tulisnya.

Pada prinsipnya, orang tidak bisa membatasi orang lain untuk membicarakan apa saja.

Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran bahwa omongan tetangga tidak selamanya buruk, tetapi bisa juga positif. (Baca selengkapnya)

3. Mengapa Kita Suka Bergosip?

Apakah kita bisa bersepakat bahwa (ber)gosip berarti berbicara tentang orang yang tidak hadir?

Kompasianer Andi Firmansyah tidak ingin mengajak kita untuk melihat baik dan buruknya dari gosip, akan tetapi sama-sama mencari alasan atau dorongan apa yang membuat orang bisa bergosip.

Menurut Kompasianer Andi Firmansyah, orang itu suka bergosip karena kita memang suka membandingkan segala hal, antara satu dengan lainnya.

"Kita adalah makhluk yang cenderung suka untuk berpikir dikotomi," lanjutnya.

Oleh karena itu, kita telah memiliki insting untuk membandingkan segala sesuatu dengan cara menilai dan kemudian menyimpannya dalam ingatan. (Baca selengkapnya)

***

Simak konten menarik dan terpopuler lainnya di Kompasiana pada Topik Pilihan: Omongan Tetangga.

https://money.kompas.com/read/2021/05/06/030300726/-kurasi-kompasiana-cara-menyikapi-hingga-merespon-omongan-tetangga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke