Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PPN Bakal Naik, Ini Dua Opsi Kenaikannya

Berdasarkan pagu indikatif APBN tahun 2022, penerimaan negara dari pajak ditargetkan mencapai Rp 1.499,3 triliun hingga Rp 1.528,7 triliun. Angka itu tumbuh 8,37 persen - 8,42 persen dari outlook akhir tahun 2021.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pihaknya masih mendiskusikan wacana kenaikan PPN ini, termasuk skema yang akan ditempuh.

"Kami terus mendiskusikan, nanti kami diskusi di tingkat K/L. Dan tingkat pengusaha pun akan kami diskusikan. Perguruan tinggi dan lain-lain kita diskusikan," kata Suryo dalam media briefing di Gedung DJP, Jakarta, Senin (10/4/2021).

Suryo menjelaskan, ada dua skema yang menjadi ancang-ancang pemerintah, yakni skema single tarif PPN dan skema multitarif PPN.

Dengan skema single tarif, pemerintah hanya perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Undang-undang tersebut telah mengatur tarif PPN berada di kisaran 5 persen - 15 persen. Adapun saat ini, PPN yang dipatok negara sebesar 10 persen atas barang/jasa.

Namun jika yang dianut adalah multitarif, maka pemerintah perlu merevisi UU Nomor 46 Tahun 2009 tersebut. Multitarif berarti tarif PPN berdasarkan barang regular dan barang mewah.

"Kalau UU pajak yang sekarang menganut paham single (tarif). Apakah nanti akan multiple, apakah single, nanti diskusinya akan diteruskan," ucap Suryo.

Suryo mengungkap, adanya wacana kenaikan tarif PPN ini merupakan cara pemerintah menekan defisit fiskal yang dipatok kembali turun di bawah 3 persen terhadap PDB pada tahun 2023.

Asal tahu saja, pandemi membuat defisit APBN membengkak menjadi 6,09 persen dari PDB. Defisit ini terus diturunkan dengan target sebesar 4,51 persen - 4,85 persen dari PDB pada tahun 2022.

Selain itu, kenaikan tarif PPN mengacu pada beberapa tren perpajakan global. Pada tahun 2020, ada 127 negara dengan rata-rata PPN global sebesar 15,4 persen. Perluasan basis PPN juga dianggap penting karena tingginya tax expenditure (belanja perpajakan).

Lalu, ada 15 negara yang menggunakan PPN dalam merespons pandemi Covid-19 untuk mengoptimalisasi penerimaan sebagai bagian dari pergeseran kebijakan pajak.

Beberapa negara seperti Turki, Spanyol, hingga Italia pun sudah menerapkan skema multitarif PPN.

"Yang jelas sekarang kita sedang mendiskusikannya. Akan menjadi seperti apa tergantung dari hasil asesmennya, apakah single atau multiple," pungkas Suryo.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, revisi besaran tarif PPN dibahas menyusul Rancangan Undang-Undang terkait perpajakan yang bakal diajukan ke DPR.

Dengan kata lain, pemerintah bakal mengajukan RUU itu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah pembahasan dilakukan.

"Ini dikaitkan dengan UU yang akan diajukan ke DPR yaitu RUU KUP. Dan ini seluruhnya sedang dibahas pemerintah. Nanti pada waktunya akan disampaikan kepada publik," sebut Airlangga.

Mulanya, wacana kenaikan tarif PPN disebut oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2021 untuk menggenjot pendapatan negara.

Ada tiga opsi yang dipilih mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, antara lain kenaikan tarif PPN, memperluas basis pajak digital, dan pengenaan cukai pada kantong plastik.

"Dari sisi perpajakan atau pendapatan negara yaitu bagaimana menggali potensi dan peningkatan tax (pajak) terutama dengan adanya era digital ekonomi. Kita juga akan melaksanakan cukai plastik dan tarif PPN yang akan dibahas dalam Undang-Undang ke depan," ucap Sri Mulyani dalam pembukaan Musrenbangnas 2021, Selasa (4/5/2021).

https://money.kompas.com/read/2021/05/11/090800326/ppn-bakal-naik-ini-dua-opsi-kenaikannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke