Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sekali Lagi tentang National Space Agency

Salah satu dari kurang sukses nya pencapaian kita di bidang penerbangan dan Antariksa adalah ditandai dengan meredup dan menghilangnya Dewan Penerbangan dan LAPAN belakangan ini.

Perkembangan dunia penerbangan Indonesia

Sekedar contoh saja bahwa Indonesia telah membentuk Dewan Penerbangan pada tahun 1955, dua tahun sebelum Uni Sovyet berhasil meluncurkan Sputnik ke Ruang Angkasa yang telah menyebabkan Amerika Serikat “kebakaran jenggot” dan segera pada tahun 1958 mendirikan NASA – National Aeronautic and Space Administration.

Tidak itu saja, Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia pada tahun 1955 belum memiliki Dewan Kelautan dan atau Dewan Maritim akan tetapi sudah membentuk Dewan Penerbangan.

Lalu apa sebenarnya yang menjadi tugas Dewan Penerbangan yang dibentuk tahun 1955 itu?

Ternyata sangat sederhana yaitu memberi nasihat kepada Pemerintah dalam soal-soal penerbangan dan menyempurnakan koordinasi dalam soal-soal penerbangan di Indonesia.

Dua hal yang sangat esensial yang pada saat sekarang ini sudah berstatus “nyaris tidak terdengar” lagi di haribaan bumi pertiwi.

Di sisi lainnya pada tahun 1964 Fakultas Hukum Unpad telah memiliki jurusan “Air and Space Law” yang didirikan oleh Prof Dr Priyatna Abdurrasyid. Hal tersebut membuat Unpad merupakan Universitas pertama di Asia yang Fakultas Hukumnya telah memiliki jurusan hukum udara dan ruang angkasa.

Ke semua itu hanyalah cuplikan dari beberapa gambaran saja rangkaian refleksi tentang betapa visi Antariksa negeri ini pada awal mula perjalanan kemerdekaan Republik Indonesia.

Kini di tahun 2021 – pada usia yang sudah mencapai lebih dari 75 tahun Dewan Penerbangan sudah lama tiada dan LAPAN sang pemeran resmi mewakili pemerintah sebagai National Space Agency berada di tengah perjalanan menyusul Sang Dewan Penerbangan.

Salah satu hasil yang tengah kita nikmati bersama sekarang ini adalah “kurang sukses” nya kiprah dari kegiatan dunia penerbangan sipil komersial di negeri tercinta.

Perkembangan di dunia Antariksa

Air and Space atau udara dan antariksa sering disebut sebagai dirgantara adalah merupakan masa depan umat manusia. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang penerbangan dan antariksa walau tergolong sebagai “the new kid on the block” dari sisi usia, akan tetapi laju kecepatannya sangat fantastis.

Sejak pesawat terbang pertama diluncurkan oleh Wright Bersaudara di tahun 1903, sekarang ini belum genap 120 tahun berlalu, orang sudah beraktifitas di Angkasa Luar antara lain dengan keberadaan ISS – International Space Station.

Lima negara bekerja sama, termasuk negara yang puluhan tahun bermusuhan dalam perang dingin kini bekerja sama mengarungi angkasa luar yang tentu saja sudah dipelajari secara mendalam akan menjadi lahan masa depan kehidupan umat manusia.

Bila kita melihat Indonesia, maka negeri tercinta ini memiliki pula sejumlah potensi keuntungan bagi pengembangan teknologi dirgantara. Mulai dari letaknya yang terurai sepanjang khatulistiwa sampai dengan luas kawasan dalam bentuk kepulauan dan berpegunungan telah memberikan sejumlah potensi yang menggiurkan dalam eksplorasi ruang angkasa.

Belum lagi berbicara tentang sektor pariwisata dan faktor jumlah penduduk yang sangat mendukung sisi keekonomian dalam konteks pengembangan pasar dunia berkait dengan keantariksaan.

Banyak yang bisa di olah dengan lebih menguntungkan bila kegiatan ke antariksaan dilakukan di atau dari Indonesia. Sekedar contoh sederhana saja , dalam bidang teknologi remote sensing yang berhubungan dengan tata letak satelit yang akan di orbitkan – posisi ruang angkasa Indonesia adalah sebuah kawasan ideal bagi pengoperasiannya.

Demikian pula berbicara tentang lokasi bagi sebuah spaceport atau cosmodrome, sebagai tempat yang diperuntukkan meluncurkan pesawat ruang angkasa dan atau roket pembawa satelit, maka Indonesia adalah merupakan wilayah yang sangat ideal terkait dengan efisiensi pengoperasiannya.

Intinya, masyarakat ruang angkasa internasional sudah melihat dan mengakui sejumlah potensi yang dimiliki kita dalam konteks pengolahan Antariksa terutama dalam penggunaan di bidang sipil komersial.

Di Indonesia sendiri sudah mulai muncul beberapa “startup” dari beberapa kelompok anak muda yang berpandangan maju dan memiliki visi antariksa, yang sudah ancang-ancang dalam turut mengembangkan bisnis antariksa di dalam negeri. Konon beberapa investor negara maju sudah pula mulai menjajaki untuk berdatangan ke Indonesia.

Sayangnya adalah, bahwa para investor dari luar negeri akan mengalami hambatan dalam mengembangkan usahanya di Indonesia. Dalam waktu dekat mendatang setidaknya mereka akan kesulitan memperoleh mitra kerja di Indonesia yang memiliki otoritas mewakili pemerintah dalam pengolahan dan pengelolaan antariksa.

Seperti juga dalam dunia penerbangan maka sesuai dengan tata kelola dalam standar global pemerintah memiliki institusi yang mewakili dan berperan sebagai otoritas penerbangan nasional yaitu Kementrian Perhubungan.

Di bidang keantariksaan, maka dibutuhkan sebuah space agency yang merupakan otoritas mewakili pemerintah untuk pengelolaannya. Hal ini sangat diperlukan dan sangat penting karena kegiatan di bidang Antariksa selain berada pada ranah teknologi tinggi, juga membutuhkan biaya amat sangat besar, aturan sangat ketat dan rentang waktu yang berjangka panjang serta sdm yang berkompeten di bidangnya.

Setelah "menguapnya" LAPAN yang selama ini sudah dikenal di tataran global sebagai National Space Agency mewakili pemerintah RI, maka sebenarnya tanpa kita sadari, komunitas antariksa dunia tiba tiba saja telah kehilangan mitra kerjanya di Indonesia.

Sebuah topik menarik untuk menjadi perhatian kita bersama. Perhatian bagi bangsa yang sudah memiliki visi antariksa sejak dari awal kemerdekaannya. Perhatian terhadap keberadaan sebuah National Space Agency. Perhatian bagi kesejahteraan Rakyat Indonesia.

https://money.kompas.com/read/2021/05/18/203400126/sekali-lagi-tentang-national-space-agency

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke