Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengeluaran Rokok Orang RI Lebih Besar daripada Beli Beras

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pengeluaran konsumsi per kapita dalam sebulan penduduk Indonesia sepanjang tahun 2020.

Menurut survei BPS, rata-rata pengeluaran per kapita orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke selama sebulan adalah sebesar Rp 1.225.685.

Data pengeluaran tersebut berasal dari Susenas 2020. Yang menarik, pengeluaran uang untuk membeli rokok dan produk tembakau lainnya lebih besar daripada belanja untuk makanan pokok, dalam hal ini beras.

BPS mencatat, pengeluaran rokok dan tembakau sebesar 5,99 persen dari seluruh pengeluaran bulanan. Sementara untuk belanja beras yakni sebesar 5,45 persen.

Pengeluaran terbesar orang Indonesia adalah untuk keperluan rumah dan alat-alat serta fasilitas rumah tangga sebesar 25,19 persen.

Pengeluaran tertinggi berikutnya adalah pembelian aneka barang dan jasa sebesar 12,42 persen, lalu makanan dan minuman jadi 16,87 persen.

Sisanya yakni pengeluaran uang untuk membeli sayur mayur sebesar 3,7 persen dan buah-buahan sebesar 2,46 persen.

BPS juga merilis data pengeluaran kebutuhan pangan antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Untuk nasional, pengeluaran pangan tercatat sebesar 49,22 persen.

Orang yang tinggal di desa rata-rata melakukan pengeluaran pangan lebih besar yakni sebesar 55,49 persen, lebih kecil dari masyarakat perkotaan yang pengeluaran pangannya sebesar 46,05 persen.

Data tersebut juga menunjukan pola makan sayur dan buah masyarakat Indonesia. Kata BPS, orang Indonesia relatif kurang makan makanan bergizi.

Sesuai data yang dirilis, konsumsi sayuran masyarakat Tanah Air baru 128,34 gram per kapita per hari. Angka rata-rata konsumsi sayur ini hanya 51,34 persen dari angka yang direkomendasikan.

Masyarakat dengan tingkat konsumsi sayuran tertinggi ditempati oleh Provinsi Papua.

Sementara buah-buahan, konsumsi rata-rata per hari masyarakat Indonesia hanya 88,56 gram per kapita sehari atau baru 59,04 persen dari angka yang direkomendasikan.

Provinsi dengan konsumsi buah-buahan tertinggi adalah Sulawesi Barat.

Anak-anak terjangkit merokok

Tren penurunan golongan pabrik rokok dinilai akan berdampak langsung pada meningkatnya peredaran rokok murah.

Peneliti Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) Adi Musharianto menyebut, fenomena harga rokok yang semakin murah ini disayangkan karena berpotensi membuka akses bagi anak-anak untuk merokok.

"Tujuan penetapan batas HJE (harga jual eceran) dan CHT (tarif cukai hasil tembakau) adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok agar tidak terjangkau rakyat miskin dan anak-anak. Namun apabila rokok dijual dengan harga murah tentu akan menghambat upaya pengendalian tembakau," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Oleh sebab itu, ia merekomendasikan agar pemerintah lebih tegas mengawasi penerapan kebijakan harga. Apalagi saat ini juga banyak perusahaan yang menjual produknya dengan harga yang lebih murah dari harga banderol yang telah ditetapkan sesuai cukainya.

"Pengawasan harga rokok menjadi hal yang urgen yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini," katanya.

Ia mencontohkan, selisih tarif cukai antara golongan 1 dan 2 untuk segmen sigaret kretek mesin (SKM) memang cukup besar.

Hal ini artinya perusahaan golongan 1 yang turun dapat menghemat biaya produksi dari pembelian cukai hingga 38 persen per batang rokok yang dijual.

Selisih tarif cukai ini dapat dimanfaatkan oleh pabrikan untuk mendapatkan margin yang lebih besar, karena masih dapat memproduksi hingga 3 miliar batang rokok setahun.

"Betul bahwa bisa terjadi pergeseran konsumsi ke rokok murah, dan salah satu motif perusahaan rokok turun golongan adalah meraih besaran harga jual eceran dan tarif cukai hasil tembakau yang dibayarkan kepada negara lebih murah. Dalam kondisi pandemi seperti ini harga murah tentu menjadi buruan bagi konsumen termasuk harga rokok," jelas dia.

Sementara itu, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa saat ini pabrikan rokok terbesar yang turun golongan dari golongan 1 ke golongan 2 tersebut dikarenakan produksinya turun.

Sebagai contoh pabrik rokok yang turun golongan seperti PT Nojorono Tobacco International (NTI) dan Korea Tomorrow & Global Corporation (KT&G).

"Produksi rokok kedua pabrikan tersebut sepanjang tahun 2020 kurang dari tiga miliar batang," katanya.

Ia mengatakan, penyebab penurunan golongan ini terjadi karena turunnya permintaan atas merek rokok yang diproduksi kedua pabrikan itu.

"Permintaan turun bisa daya beli masyarakat yang melemah atau perubahan selera konsumen atau bisa juga sebab lainnya," jelasnya.

https://money.kompas.com/read/2021/05/20/072250026/pengeluaran-rokok-orang-ri-lebih-besar-daripada-beli-beras

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke