Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Robohnya Ritel Kami

MAJALAH SWA melakukan survei dengan tema besar, “Cara berbelanja di masa pandemi”. Survei mengambil sampel April-Mei 2020. Itu adalah periode awal mula pandemi menerjang Indonesia dan terjadi pembatasan ketat semua pergerakan manusia. Kehidupan nyaris berhenti.

Bagaimana hasil survei itu?

Tersua data sebagai berikut. Orang berbelanja melalui daring (online) sebanyak 6,9%, datang langsung dan daring 41%, serta datang langsung 52,1%.

Alhasil di tengah pandemi yang mencekam, tetap saja mayoritas konsumen berbelanja langsung ke pusat perbelanjaan (minimarket, supermarket, hypermarket).

Belum ada survei susulan setahun setelah pandemi menimpa Indonesia. Namun melihat pergerakan manusia yang mirip dengan sebelum pandemi, kemungkinan besar yang berbelanja lewat daring stabil.

Sementara gabungan antara datang langsung dan daring turun drastis, berubah menjadi datang langsung.

Mereka yang tutup

Hari-hari ini berita di media dipenuhi dengan warta tentang tutupnya berbagai jaringan ritel. Matahari dan Ramayana yang sempoyongan selama 2020 kembali menutup beberapa gerainya pada kuartal pertama 2021.

Centro mengibarkan bendera putih dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 17 Mei 2021 menyatakan pailit. Giant sudah bukan raksasa lagi karena mulai Juli 2021 akan menutup seluruh gerainya.

Berbasis pada aneka berita buruk yang dialami bisnis ritel, kemudian publik menghakimi bahwa era berbelanja langsung tamat. Eranya berganti belanja daring.

Pendapat yang masuk akal karena lokapasar (marketplace) seperti Tokopedia, Lazada, Blibli, Shopee sedang menikmati pertumbuhan fantastis.

Namun pendapat tersebut layak digugat melihat data hasil survei yang dilakukan SWA. Lokapasar bukan yang meruntuhkan bisnis ritel. Pandemi-lah yang memukul telak bisnis ritel sehingga ia sempoyongan tersungkur di pinggir ring.

Faktor lain, salah satunya belanja daring, menjadi pelengkap penderita pingsannya bisnis ritel.

Perubahan konsep

Konsep pusat perbelanjaan dahulu dengan sekarang berbeda. Pada masa lalu -selaras dengan namanya- pusat perbelanjaan merupakan tempat orang berbelanja.

Faktor yang lain hanyalah penambah saja. Alhasil pada pusat perbelanjaan itu yang menguasai ruangan adalah toko serba ada (department store), supermarket ataupun hypermarket. Rumus sederhananya, pusat perbelanjaan adalah orang berbelanja ditambah titik-titik.

Hari ini rumusnya terbalik. Pusat perbelanjaan adalah titik-titik ditambah orang berbelanja. Titik-titik ini bahkan banyak yang tidak terhubung dengan konsep tentang pusat perbelanjaan.

Alhasil pada pusat perbelanjaan ada berbagai macam gerai, seperti kuliner, bioskop, perawatan diri (salon, spa), kursus (dari kursus bahasa asing hingga merangkai bunga), pusat kebugaran, hingga lokasi perpanjangan SIM.

Tumpah-ruah ada di pusat perbelanjaan. Alhasil orang ke pusat perbelanjaan untuk berbelanja bukan lagi faktor utama.

Perubahan konsep ini yang menyebabkan banyak pelaku ritel, khususnya yang bermain pada wilayah supermarket ataupun hypermarket banyak menutup gerainya.

Jaringan Giant yang bermain pada dua wilayah sekaligus (supermarket dan hypermarket), disusul dengan Carrefour dan Hypermart, terdampak perubahan ini.

Perubahan perilaku

Perubahan konsep pusat perbelanjaan ini ternyata berbanding lurus dengan perubahan perilaku konsumen. Pada masa lalu, rata-rata konsumen berbelanja barang-barang keperluan sehari-hari untuk stok satu bulan. Kekurangan kebutuhan akan dibeli secara eceran.

Sekarang perilaku ini berubah. Mereka beli kebutuhan sehari-hari ya untuk harian. Atau paling lama untuk stok satu minggu.

Mengapa?

Masifnya minimarket dengan dua pemain raksasa Indomaret dan Alfamart yang ada pada setiap pengkolan jalan. Mudahnya membeli kebutuhan sehari-hari alhasil konsumen mengubah perilaku berbelanja. Belanja untuk harian atau mingguan, bukan bulanan.

Pun datang ke pusat perbelanjaan bukan lagi untuk memborong kebutuhan sehari-hari. Berbelanja adalah faktor tambah. Lebih utama adalah berjalan-jalan memenuhi kebutuhan lainnya.

Hal ini yang menyebabkan Giant dan beberapa supermarket - hypermarket lainnya yang ada di pusat perbelanjaan lempar handuk.

Bagaimana dengan perilaku konsumen untuk produk pakaian?

Jaringan department store Matahari, Ramayana, Metro dan Sogo sudah memiliki pelanggan loyal. Mereka kokoh berdiri. Sementara yang lain pada berguguran.

Mengapa gugur?

Karena perubahan perilaku konsumen. Konsumen suka berbelanja di specialty store. Artinya konsumen berbelanja pada toko-toko yang hanya menjual satu merek saja.

Maka specialty store yang mirip dengan department store karena ukuran tokonya yang luas seperti Uniqlo dan H&M bertumbuh pesat. Disusul dengan Zara, Pull&Bear, Mango, Executive, Wood dan produk specialty lainnya dengan ukuran toko kecil.

Perubahan ini yang menyebabkan department store di luar Matahari, Ramayana, Metro dan Sogo angkat tangan. Mereka gagal merebut pasar yang sudah dikuasai Matahari, Ramayana, Metro dan Sogo. Sementara pelanggan-pelanggan baru lebih suka berbelanja di specialty store.

Lokapasar ritel

Aneka berita menyebut, lantaran telat bertansformasi ke digital, industri ritel terpuruk. Sebelum pandemi, peritel konvensional sudah meluncurkan platform digital yang disebut omni channel.

Sebut saja Alfa dengan Alfacart, Indomerat melalui Klik Indomart, jaringan Trans Retail lewat Transmart Delivery, Mitra Adiperkasa via MAP Club dan jejaring Kawan Lama mengembangkan Ruparupa.

Omni channel ini untuk memperkuat jejaring luring (offline) mereka. Peritel konvensional sadar bahwa pada masa depan, gerai-gerai luring akan semakin kuat manakala didukung dengan daring. Terjadi sinergi untuk memperkuat rantai bisnis.

Omni channel milik peritel konvensional ini pada masa pandemi, memang menolong penjualan. Namun tidak mutlak. Penjualan Matahari melalui matahari.com hanya menyumbang dua persen.

Sementara berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui ommi channel atau lokapasar tidak berdampak signifikan. Konsumen tetap lebih suka datang langsung ke toko.

Omni channel hanya memberi kemudahan karena konsumen bisa berbelanja melalui platform walaupun proses pengambilan tetap datang ke toko.

Apakah dengan membangun lokapasar, peritel konvensional akan berjaya seperti lokapasar lain yang dikembangkan oleh Tokopedia, Blibli dan kawan-kawannya itu? Belum tentu. Malah bisa buntung.

Mataharimall.com merupakan lokapasar yang melayani sistem belanja "O2O" (online-to-offline dan offline-to-online). Bahkan dikembangkan sebagai lokapasar yang melayani penjualan aneka rupa kebutuhan manusia. Dana maha besar dikucurkan. SDM terbaik dari pelaku bisnis digital berkarya didalamnya.

Hasilnya? Tutup tak sampai berumur empat tahun.

Ada ratusan lokapasar mirip Mataharimall.com yang layu sebelum berkembang. Segelintir saja yang berkembang pesat. Alhasil memindahkan bisnis ritel konvensional ke digital hanya memasuki ruang gelap tanpa ujung.

Digital memang penting, namun bukan yang utama. Digital membantu peritel konvensional untuk bertahan menghadapi keganasan pandemi.

Menarik apa yang ditulis oleh Muhammad Chatib Basri. Jika ekonom (baca: pengamat bisnis) melakukan proyeksi angka pertumbuhan ekonomi, sebenarnya ia ingin menunjukkan rasa humornya.

Mengapa?

Karena ada variabel penting yang amat menentukan, tetapi tak bisa kita ketahui: pandemi. Akankah ada gelombang kedua? Berapa lama situasi ini akan terjadi? (Kompas, 28/5/2021).

Segala ulasan tentang bisnis ritel oleh para pengamat tak lebih ingin menunjukkan rasa humornya. Termasuk tulisan ini. Sebelum kapan diketahui pandemi berakhir, semua hanyalah humor.

https://money.kompas.com/read/2021/05/30/070000726/robohnya-ritel-kami

Terkini Lainnya

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Whats New
Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Whats New
Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Whats New
Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke