Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sri Mulyani Masukkan Program Pengampunan Pajak Pada Tahun 2022

Adapun program tersebut diperlukan untuk menciptakan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.

Berdasarkan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang disampaikan dalam rapat Badan Anggaran DPR RI, Senin (31/5/2021), kesempatan tersebut diberikan dalam dua opsi.

Poin pertama, pembayaran PPh dengan tarif lebih tinggi dan tarif tertinggi pengampunan pajak, atas pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya diungkapkan dalam pengampunan pajak.

Kemudian poin kedua adalah pembayaran PPh dengan tarif normal atas pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan OP tahun pajak 2019.

"Tanpa pengenaan sanksi dan diberikan tarif yang lebih rendah apabila harta tersebut diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN)," tulis paparan.

Lebih lanjut Sri Mulyani mengungkapkan, perpajakan merupakan instrumen yang mendukung pemulihan dan mengumpulkan pendapatan. Untuk itu, reformasi di bidang perpajakan perlu dilakukan pada bidang porsi dan administrasi.

Agar sustainable, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bakal terus melihat tren global dalam bentuk pemajakan global dan antar negara termasuk di sektor digital.

"Kami sangat memohon dukungan dari DPR dalam rangka bisa terus melakukan reformasi di bidang perpajakan dalam meletakkan fondasi perpajakan yang makin sehat, makin kuat, makin merata, dan adil, dan tentu sustainable dalam jangka panjang," beber Sri Mulyani.

Sementara soal tax amnesty, sebelumnya Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR DI Said Abdullah menolak rencana pemerintah untuk melanjutkan program pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II.

Said mengungkapkan, tax amnesty jilid I baru saja dilakukan tahun 2016 lalu. Jika diberlakukan lagi dalam waktu dekat, dia khawatir kepatuhan (compliance) para wajib pajak akan tergerus.

Said meminta pemerintah menggulirkan sunset policy alih-alih tax amnesty. Sunset policy dianggap lebih aman dan berkelanjutan untuk dimasukkan di dalam kerangka konsolidasi kebijakan fiskal tahun 2022.

Pasalnya diskon pajak pada sunset policy masih di kisaran 15 persen. Tentu besaran diskon ini berbeda dengan tax amnesty yang diskonnya bisa mencapai 2 persen.

Sunset policy kata Said, mampu membuat fondasi fiskal menuju tahun 2023 tetap terjaga. Asal tahu saja pada tahun 2023, pemerintah ditargetkan sudah menormalkan defisif fiskal di angka 3 persen dari PDB.

"Bukan hanya tidak efektif, (tapi memang tax amnesty) tidak boleh dilakukan," kata Said kepada awak media saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/5/2021).

Sebagai informasi, pemerintah mengatur 3 lapis tarif tebusan pada pelaksanaan tax amnesty jilid I tahun 2016 lalu. Tarif tebusan ini didasarkan pada periode pelaksanaan program.

Pada periode pertama, yakni tanggal 1 Juli 2016 hingga 30 September 2016, pemerintah memasang tarif 2 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 4 persen untuk deklarasi luar negeri

Kemudian pada tanggal 1 Oktober - 31 Desember tarif tebusan sebesar 3 persen untuk deklarasi dalam negeri dan 6 persen untuk deklarasi 6 luar negeri.

Sedangkan periode selanjutnya tanggal 1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017 sebesar 5 persen dan 10 persen masing-masing untuk deklarasi dalam dan luar negeri.

https://money.kompas.com/read/2021/05/31/190700926/sri-mulyani-masukkan-program-pengampunan-pajak-pada-tahun-2022

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke