Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gara-gara Sinyal The Fed, Dana Rp 144 Triliun Kabur dari Negara Berkembang Asia

Saat ini, aliran dana itu mulai kabur lantaran wabah Covid-19 memperlambat pemulihan ekonomi kawasan. Di sisi lain, ada sinyal bahwa bank sentral AS dan Eropa menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dari perkiraan.

Menurut Institute of International Finance, investor internasional sudah menjual 500 juta dollar AS saham dan obligasi lebih banyak dibanding yang dibelinya di pasar negara berkembang pada bulan Mei.

Hal ini menandakan, adanya arus dana keluar yang pertama kali sejak Desember 2020.

Ketika data mengecualikan China, arus keluar tercatat melonjak menjadi 10,8 miliar dollar AS atau Rp 144 triliun (kurs Rp 14.000).

Mengutip Nikkei Asia, Kamis (17/6/2021), spread suku bunga ke depan dapat menjadi faktor yang lebih besar dalam pergerakan modal asing.

Pertumbuhan ekonomi merosot

Dilaporkan, pasar saham di Thailand, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan mengalami arus keluar modal neto pada bulan Mei. Hal ini membuat Indeks Komposit Kuala Lumpur Malaysia dan Indeks Komposit PSE di Filipina merosot dibanding akhir tahun lalu.

Masalahnya terletak pada prospek pertumbuhan ekonomi yang suram. Di Malaysia misalnya, pemerintah memberlakukan karantina wilayah hingga akhir bulan ini hingga sebagian bisnis menangguhkan operasinya.

Sementara Thailand membatasi jam buka restoran dan masuknya turis asing. Meski pemerintah bakal membuka pembatasan dalam 120 hari ke depan, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara Gajah Putih itu merosot.

Pemerintah setempat menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi antara 1,5 persen - 2,5 persen, dibandingkan proyeksi sebelumnya dengan rentang 2,5 persen - 3,5 persen.

Kebijakan moneter

Selain prospek pertumbuhan ekonomi, investor juga bergulat dengan prospek kebijakan moneter.

Diketahui, The Fed telah mengumumkan akan memulai pembicaraan untuk mengurangi pembelian aset yang meningkatkan likuiditas pada akhir tahun ini.

Rencana tersebut lantas dapat memacu lebih banyak arus modal keluar dari negara-negara berkembang di Asia, saat suku bunga acuan masih relatif rendah.

Karena arus modal banyak keluar, mata uang negara tersebut akan terdepresiasi. Hal ini membutuhkan tindakan penyeimbangan yang rumit oleh bank sentral negara-negara Asia.

Bank sentral di Asia saat ini cenderung masih melonggarkan kebijakan moneter untuk merangsang ekonomi, tapi di sisi lain mesti mengurangi risiko kaburnya modal.

Tantangan yang lebih hebat datang ketika bank sentral negara Asia harus menjaga kredibilitas dalam menghadapi kekhawatiran lonjakan inflasi. Di sisi lain tidak tertinggal dari negara maju namun tidak pula terkejut dengan fenomena taper tantrum.

Pada bulan lalu, Direktur Pelaksana Otoritas Moneter Singapura, Ravi Menon sempat mengingatkan, bank sentral perlu secara khusus mengawasi pasar negara berkembang dari dampak dolar yang kuat.

"Sebuah studi MAS baru-baru ini menemukan bahwa apresiasi 1 persen dolar AS berdampak dengan arus keluar modal bersih sebesar 0,3 persen dari PDB pasar berkembang pada kuartal berikutnya," kata Menon.

Akibatnya mata uang negara berkembang utama Asia dapat melemah. Saat ini saja, rupiah Indonesia dan baht Thailand, telah melemah terhadap dolar dibandingkan level pada akhir tahun 2020.

Depresiasi ini sangat mencolok lantaran arus modal terus mengalir ke pasar negara berkembang di luar Asia.

Analis pasar global senior di Mitsubishi UFJ Financial Group, Teppei Ino mencatat, Indonesia mengalami depresiasi rupiah setelah memangkas suku bunga acuan pada Februari.

"Bank sentral Asia kesulitan untuk menarik pemicu penurunan suku bunga tambahan," beber Ino.

Naiknya harga konsumen menjadi penyebab lain yang perlu dikhawatirkan. Di Filipina, tingkat inflasi tahun ini telah melampaui 4 persen, melampaui target pemerintah.

Untuk Malaysia, inflasi mencapai 4,7 persen di bulan April karena lonjakan harga bahan bakar. Inflasi kemungkinan berlanjut naik pada bulan Mei.

https://money.kompas.com/read/2021/06/17/080000726/gara-gara-sinyal-the-fed-dana-rp-144-triliun-kabur-dari-negara-berkembang-asia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke