Kini sebut Irfan, Garuda Indonesia tengah berupaya menyelesaikan pembayaran sukuk senilai 500 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 7,2 triliun.
"Saat ini, perseroan juga terus menjalin komunikasi intensif dengan pemegang sukuk guna menyampaikan informasi terkait langkah-langkah yang kini tengah ditempuh perseroan dalam upaya pemenuhan kewajiban pembayaran kupon sukuk mengacu pada mekanisme yang berlaku," katanya kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).
Selain itu, Garuda Indonesia juga berkomunikasi dengan pihak BEI agar saham GIAA yang tercatat di Papan Utama tersebut dapat diperdagangkan kembali dengan memenuhi kewajiban perseroan.
"Kami juga tengah berkoordinasi dengan BEI terkait langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam upaya pencabutan/pelepasan status suspensi saham perseroan melalui pemenuhan kewajiban perseroan terhadap Bursa, termasuk melalui penyampaian rencana strategi pemulihan kinerja yang akan dilaksanakan ke depannya," jelas dia.
"Sebagai perusahaan terbuka tentunya Garuda Indonesia senantiasa berkomitmen untuk tetap mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas atas kondisi dan langkah perbaikan kinerja usaha, termasuk dalam pemenuhan aspek aspek compliance di bidang pasar modal," sambung Irfan.
Mengutip dari keterbukaan informasi, keputusan suspensi BEI kepada maskapai pelat merah tersebut dilakukan karena Garuda Indonesia menunda pembayaran kupon sukuk senilai 500 juta dollar AS yang telah jatuh tempo.
Menurut BEI, hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha perseroan.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek GIAA di seluruh Pasar terhitung sejak Sesi I perdagangan efek.
Hal itu karena Garuda Indonesia sebelumnya telah menunda pembayaran kupon sukuk yang telah jatuh tempo pada 3 Juni 2021, dengan menggunakan hak grace periode selama 14 hari.
Kemudian saat jatuh tempo kembali pada tanggal 17 Juni 2021, Garuda Indonesia kembali melakukan penundaan pembayaran kupon tersebut.
Sebagai informasi, Garuda Indonesia tengah menghadapi krisis keuangan dengan memiliki utang mencapai Rp 70 triliun dan terus bertambah sekitar Rp 1 triliun setiap bulannya.
Berdasarkan data Kementerian BUMN, beban biaya Garuda Indonesia mencapai 150 juta dollar AS per bulan, namun pendapatan yang dimiliki hanya 50 juta dollar AS. Artinya perusahaan merugi 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,43 triliun (kurs Rp 14.300 per dollar AS) per bulan.
https://money.kompas.com/read/2021/06/19/062800426/saham-garuda-disuspensi-ini-penjelasan-direktur-utama