Analis Kebijakan Ahli Madya PKPN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Rustam Effendi mengatakan, PPN memang merupakan salah satu instrumen pajak yang paling powerfull.
Menurut dia, saat ini pemerintah sudah terlalu baik memberikan banyak pengecualian dan tak ingin membebani rakyat. Bahkan sembako premium hingga buah-buahan dengan harga fantastis mendapat insentif PPN.
"Selama ini cenderung tidak ingin membebani rakyat sampai buah-buahan impor pun yang mahal-mahal, ada yang sekilo Rp 6 juta (tetap mendapat insentif PPN). Nah, ini menimbulkan ketidakadilan," kata Rustam dalam diskusi virtual, Jumat (25/6/2021).
Rustam menuturkan, tarif PPN yang tengah dibahas ini adalah peluang pemerintah memperluas basis pajak dan mereformasi sistem perpajakan yang lebih adil.
Selain lebih adil, penerimaan negara yang lebih baik juga akan berkontribusi membiayai beragam pembangunan, termasuk ketika suatu saat terjadi krisis berikutnya.
Dengan begitu, pemerintah tak perlu mengambil opsi melebarkan defisit ketika krisis terjadi lagi.
"Jangan sampai nanti misalnya kalau ada krisis berikutnya kita pakai opsi melebarkan defisit. Nah (krisis) ini juga pengalaman yang luar biasa menurut saya," tutur dia.
Adapun kata Rustam, langkah menarik PPN dari barang/jasa tertentu terjadi lantaran kapasitas fiskal pemerintah terbatas. Di sisi lain, sektor industri hingga masyarakat meminta pemerintah hadir membantu.
Lagipula kata dia, setiap keputusan menghapus daftar Barang Kena Pajak (BKP) menjadi BKP akan dikaji lebih mendetail. Dia menegaskan, tak semua barang/jasa pun dikenakan PPN dengan tarif 12 persen.
Opsinya, pemerintah akan menarik tarif yang lebih rendah untuk barang strategis dan menarik pajak lebih tinggi untuk barang mewah. Dalam draft RUU KUP pun, pemerintah punya opsi untuk menarik pajak hanya 5 persen kepada barang/jasa tertentu atau bahkan memberikan insentif.
"(Dalam RUU) bukan cuma pengaturan tarif umum, paling rendah, paling tinggi, ada juga yang namanya insentif untuk barang strategis. Coba bayangkan barang apa yang lebih strategis daripada kebutuhan pokok?," pungkas Rustam.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menyatakan tidak semua sembako ditarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sri Mulyani lantas menyebutkan beberapa sembako yang tidak akan dipungut PPN. Untuk komoditas beras misalnya, beras lokal dengan merek Rojolele hingga Pandan Wangi akan terbebas dari PPN karena banyak dikonsumsi masyarakat pada umumnya.
Namun beras premium seperti beras basmati dan beras shirataki seharusnya bakal dipungut PPN. Pasalnya, beras kalangan kelas atas itu berharga 5-10 kali lipat dari harga beras lokal.
"Beras produksi petani kita seperti Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dan lain-lain yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN)," beber Sri Mulyani.
Sementara mengutip draf RUU KUP yang tersebar, sembako yang dikenakan PPN adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
https://money.kompas.com/read/2021/06/25/202034826/soal-pajak-sembako-bkf-selama-ini-kami-cenderung-tak-ingin-bebani-rakyat