Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memadukan Engaging Leadership dan Perusahaan Start Up

Oleh : Della Ariani, SPsi dan Dr Rostiana, MSi, Psikolog

BEBERAPA tahun ini, istilah perusahaan start up atau seringkali disebut sebagai start up company marak didengar dan diucapkan di Indonesia.

Berbagai perusahaan start up muncul dan membawa kemudahan bagi masyarakat Indonesia.

Perusahaan start up merupakan perusahaan rintisan yang menghasilkan produk dalam bidang teknologi (Brikman, 2015).

Menurut Fisher (2015), berkembangnya teknologi menuntut perusahaan start up untuk siap memasuki pasar dan menjangkau seluruh konsumen.

Hal ini yang menjadi dasar perusahaan start up mempunyai target untuk pertumbuhan konsumen yang sangat masif.

Perusahaan start up masih berusaha menemukan model bisnis dalam situasi yang belum pasti (Blank dan Dorf, 2012).

Ketidakpastian dalam model bisnis dan target yang tinggi ini menyebabkan perusahaan start up kerap mengubah model dan strategi bisnisnya guna mendapatkan pola yang ajek dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Ketidakpastian ini dapat berdampak pada karyawan, di antaranya adalah dapat terjadinya job insecurity, yaitu kondisi psikologis karyawan yang menunjukkan rasa bingung dan kekhawatiran serta merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005).

Ketidaknyamanan kerja ini dapat berdampak pada rendahnya work engagement atau keterikatan kerja (Maslach et al, 2001).

Rendahnya keterikatan kerja membuat karyawan tidak memiliki motivasi kuat untuk mencapai kinerja terbaik yang pada akhirnya berdampak pada pencapaian perusahaan.

Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Namun, menurut Schaufeli (2019) salah satu faktor yang paling esensial adalah peran atasan.

Engaging leadership

Pada tahun 2008, Alimo-Metcalfe et al membentuk sebuah konsep yang disebut engaging leadership.

Engaging leadership merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan respect atau rasa menghargai dan memperhatikan perkembangan serta kesejahteraan karyawan (Alimo-Metcalfe et al, 2008).

Menurut Schaufeli (2019), engaging leadership dapat memenuhi kebutuhan psikologis dasar karyawan dalam bekerja, yaitu kebutuhan akan adanya autonomy (otonomi), relatedness (keterhubungan), competence (kompetensi), dan meaningfulness (kebermaknaan).

Pemenuhan keempat aspek psikologis ini dapat meningkatkan komponen keterikatan kerja.

Mengapa engaging leadership cocok diterapkan di perusahaan start up?

Penerapan keempat komponen dalam engaging leadership ini cocok diterapkan di perusahaan rintisan atau start up karena perusahaan dengan karakteristik karyawan yang memiliki fleksibilitas tinggi dan mengedepankan openness atau keterbukaan sangat membutuhkan dukungan dan fasilitas untuk mengemukakan ide sehingga mereka dapat terus berkembang.

Atasan yang menerapkan keempat komponen engaging leadership akan senantiasa mendukung, membantu, merekatkan, dan menginspirasi anggota timnya sehingga mereka akan memiliki rasa bangga terhadap perusahaan, merasa nyaman untuk mengekspresikan diri mereka dalam pekerjaan, memiliki semangat dan daya juang yang tinggi (Schaufeli, 2019).

Bagaimana cara menerapkannya? Penerapan engaging leadership dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:

  1. Empowering (memberdayakan), di mana atasan memberi kesempatan bagi bawahannya untuk bersuara dan menyampaikan pendapat atau ide. Dengan hal ini, atasan memuaskan kebutuhan akan adanya otonomi,
  2. Connecting (menghubungkan), di mana atasan menghubungkan satu individu dengan seluruh tim. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan internal departemen atau divisi yang memerlukan kerjasama tim guna meningkatkan bonding. Dengan melakukan hal tersebut, atasan memenuhi kebutuhan akan adanya keterhubungan dengan keseluruhan tim,
  3. Strengthening (menguatkan), di mana atasan memiliki kepercayaan terhadap anggota timnya sehingga atasan mendelegasikan tugas dan tanggung jawab serta menyediakan pekerjaan yang menantang Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan berbagai tugas baru yang dapat memperkaya pengalaman anggota timnya. Dengan melakukan hal tersebut, atasan memenuhi kebutuhan terhadap kompetensi diri,
  4. Inspiring (menginspirasi), di mana atasan mengakui kontribusi pribadi mereka terhadap tujuan keseluruhan yang signifikan dari tim atau organisasi dan karenanya memuaskan kebutuhan mereka akan kebermaknaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan apresiasi sederhana, seperti ungkapan pujian dan terima kasih atas pekerjaan yang telah dilakukan. Anggota tim akan merasa bahwa mereka melakukan pekerjaan yang bermakna dan memberi dampak bagi perusahaan. Atasan yang mengutamakan kesejahteraan dan perkembangan anggota timnya akan membuat anggota tim selalu terpacu untuk memberikan yang terbaik dan berdampak positif bagi kinerja perusahaan.

Della Ariani, SPsi
Mahasiswa Magister Profesi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Dr Rostiana, MSi, Psikolog
Dekan dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

https://money.kompas.com/read/2021/06/29/093436526/memadukan-engaging-leadership-dan-perusahaan-start-up

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke