"Jadi sebetulnya kita kehilangan cukup banyak revenue potential dengan struktur cukai yang ribet, dibanding jika kita melakukan simplifikasi tier cukainya," ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (1/7/2021).
Dia menyebut struktur CHT di Indonesia mencapai 10 lapisan dengan pengkategorian berdasarkan jenis rokok dan jumlah produksi pabriknya. Hal ini dinilai membuat kebijakan CHT untuk mengendalikan konsumsi rokok menjadi tidak efektif.
Selain itu, ia mengatakan bahwa pengendalian konsumsi rokok di Indonesia tidak akan tercapai tanpa penyederhanaan struktur tarif CHT. Selama sistem cukai tembakau masih berlapis dan kompleks, penurunan prevalensi perokok akan terus terhambat.
"Ketika kita menggunakan cukai yang berbeda untuk beragam jenis rokok akan ada kemungkinan ketika harga rokok yang satu naik, maka masyarakat akan beralih ke rokok lain yang lebih murah yang jenis rokoknya dikenai cukai lebih rendah," ujarnya.
"Dan itu menyebabkan sulit sekali kita mengendalikan konsumsi karena struktur tarif CHT saat ini terus menjaga level keterjangkauan harga rokok itu terus-terusan rendah," lanjut dia.
Yurdhina menilai kompleksitas struktur tarif CHT juga mempersulit Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melakukan pengawasan.
Di sisi lain aturan tersebut dinilai membuat pabrik rokok dapat mengakali regulasi dan menghindari pembayaran cukai dengan tarif yang tinggi.
"Daripada dikenakan cukai rokok yang tinggi, mereka akan mengurangi jumlah produksinya atau daripada memproduksi merek yang dikenakan cukai cukup tinggi, mereka akan ganti produksi dan bikin merek baru yang dikenakan cukai lebih rendah," ucapnya.
https://money.kompas.com/read/2021/07/01/213308226/pemerintah-dinilai-perlu-sederhanakan-struktur-cukai-rokok