Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Selain untuk Ibadah, Berkurban Bisa Jadi Bantalan Ekonomi di Masa Pandemi

JAKARTA, KOMPAS.com – Berkurban atau tradisi memotong sapi atau kambing di saat hari raya Idul Adha dinilai dapat menjadi bantalan perekonomian dengan menyejahterakan masyarakat yang kurang mampu.

Peneliti IDEAS Askar Muhammad menyebutkan, tradisi berkurban pada hakikatnya memiliki potensi dan manfaat yang besar, terutama di masa-masa sulit saat pandemic Covid-19 ini.

Dengan berkurban, masyarakat yang kurang mampu akan tercukupi kebutuhan pangennya, utamanya daging sapi atau kambing.

“Kurban selain merupakan ibadah ritual, tapi juga menjadi pranata ekonomi yang menyejahterakan mengingat pandemi berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. Sehingga, melalui kurban akan membantu menyejahterakan dan sebagai bantalan, baik dari pemerintah atau lembaga zakat,” kata Askar secara virtual, Rabu (13/7/2021).

Di sisi lain, berkurban tidak hanya bermanfaat bagi kaum mustahik atau penerima zakat, tapi juga bermanfaat bagi pelaku usahanya atau peternak.

Dengan tradisi tersebut, permintaan akan kambing dan sapi untuk kurban meningkat, yang otomatis harga juga akan naik.

“Setiap Idul Adha, dorongan harga naik untuk sapi, kerbau, domba, dan kambing. Dengan peningkatan harga ini, berkah bagi peternak dan kita berharap kesejahteraan mereka juga meningkat,” ungkap dia.

Ahmad Fakih Ketua THK Dompet Dhuafa menyebutkan, saat ini banyak orang yang menahan uangnya untuk konsumsi lebih banyak.

Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam menghimpun zakat dan kurban tahun ini.

“Orang sekarang kebanyakan menahan uangnya untuk tidak konsumsi lebih banyak. Ini merupakan tantangan di tahun 2020 potensi zakat turun, dan apakah potensi kurban juga akan turun? Jadi untuk mencapai pertumbuhan kurban, sangat menantang dan kita punya waktu sepekan untuk mengejar itu,” ungkap Ahmad.

Askar memproyeksikan, tahun ini terdapat 2,19 juta orang yang berkurban.

Angkanya turun dibanding tahun lalu sebesar 2,3 juta. Dari 2,19 juta orang, 414.000 berkurban sapi dan 1,26 juta berkurban kambing atau domba.

Sementara itu, nilai transaksi kurban tahun ini diperkirakan mencapai Rp 18,23 triliun turun dibanding tahun lalu Rp 20,5 triliun.

Prediksi transaksi tahun ini Rp 18,23 triliun mencakup Rp 13 triliun untuk kurban sapi dan Rp 5 triliun kurban kambing.

Askar juga mengatakan, dari proyeksi tersebut, kurban yang dihasilkan adalah 104.000 ton daging kurban mencakup sapi dan kambing.

Di sisi lain, jumlah tersebut tidak serta merta mencukupi kebutuhan daging masyarakat sebesar 322.000 ton.

“Kurban adalah solusi ketimpangan ini. Melihat potensi kurban ada 104.000 ton daging, kita butuh itu 322.000 ton, agar ketimpangan konsumsi daging sapi dan kambing turun. Walaupun hampr setengah daging kurban menutupi ketimpangan, kontribusi pemerintah dibutuhkan,” jelas dia.

Askar menilai, idealnya mengonsumsi daging adalah 6,3 kilogram daging sapi atau kambing dalam setahun.

Namun, itupun tidak tercukupi karena orang kaya mengkonsumsi 1,39 kg dan orang miskin sekitar 30 gram per tahun.

“Jadi orang kaya konsumsi 51 kali lebih banyak di banding penduduk miskin. Di Jakarta sendiri, konsumsi daging 2,1 kg per tahun, kontras dengan Buton Tengah Sulawesi yang hanya mengkonsumsi 0,0003 kg per kapita per tahun. Artinya orang Jakarta 700 kali lebih banyak konsumsi daging daripada saudara di Buton Tengah,” tambah dia.

https://money.kompas.com/read/2021/07/14/164813126/selain-untuk-ibadah-berkurban-bisa-jadi-bantalan-ekonomi-di-masa-pandemi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke