Hal itu tercermin dari 496 jenis alat kesehatan dalam e-katalog 2019-2020, baru sebanyak 152 jenis atau 31 persen alat kesehatan yang sudah mampu di produksi dalam negeri.
"Alat kesehatan itu baru 31 persen yang diproduksi di dalam negeri, sisanya 69 persen itu impor," ujarnya dalam webinar Investor Daily Summit (IDS), Kamis (15/7/2021).
Ia mengungkapkan, nilai pasar alat kesehatan Indonesia pada 2020 mencapai Rp 12,5 triliun, di mana produksi dalam negeri hanya menguasai Rp 2,9 triliun sementara produk impor mencapai Rp 12,5 triliun.
"Jadi impor alat kesehatan itu (sekitar) lima kali lebih besar dari pada pembelanjaan alat kesehatan dalam negeri," imbuh dia.
Menurut Arief, kondisi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki peluang besar untuk meningkatkan pasar alat kesehatan buatan dalam negeri.
Menurutnya, potensi pasar di Indonesia terbuka lebar mengingat besarnya permintaan akan alat kesehatan. Artinya, investasi pada sektor alat kesehatan masih menarik kedepannya.
"Ini tantangan buat kita semua, bagaimana untuk lakukan subtitusi impor, sehingga kita bisa mengurangi ketergantungan impor, khususnya pada alat kesehatan ini," ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya Indonesia meningkatkan kemampuan dalam memproduksi alat kesehatan sehingga tak melulu andalkan produk luar negeri.
Pemerintah sendiri menargetkan untuk pembelanjaan alat kesehatan dalam negeri bisa naik menjadi Rp 6,5 triliun.
"Jadi paling tidak, kita bisa menjadi minimum (impor), substitusi impor dulu. Kita tidak usah ngomongin terlalu jauh, paling tidak produk-produk yang impor ini, kita bisa buat produk yang sama sehingga bisa dilakukan substitusi,” kata Arief.
https://money.kompas.com/read/2021/07/15/211630826/dirut-indofarma-baru-31-persen-alat-kesehatan-diproduksi-di-dalam-negeri