Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Perbedaan Aset Kripto dengan Uang Terbitan Bank Sentral

Seperti yang dilakukan Visa, penyedia jasa pembayaran digital terbesar di dunia yang menyatakan rencana jangka panjangnya untuk menggunakan mata uang kripto sebagai alat pembayaran.

Research & Development Manager ICDX Jericho Biere mengatakan, dunia terus bergerak menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society), yang mendorong sistem keuangan global untuk menyesuaikan dengan perubahan yang cepat.

Salah satu dari perubahan tersebut adalah dengan berkembangnya mata uang kripto yang digadang-gadang akan menggantikan mata uang fiat atau uang yang dikeluarkan bank sentral.

Tak heran bila mata uang kripto yang berkembang cepat dalam tiga tahun belakangan membuat kapitalisasinya terus naik.

Secara keseluruhan kapitalisasi mata uang kripto global saat ini menyentuh 1,56 triliun dollar AS atau sekitar Rp 22.308 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS).

Seiring dengan terus berkembangnya kripto, maka banyak koin kripto yang bermunculan dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing. Sehingga menjadikan banyak negara menglasifikasikan mata uang kripto bukan sebagai alat pembayaran namun aset investasi, yang kemudian disebut sebagai aset kripto.

Jericho menjelaskan, meski keduanya bisa digunakan sebagai pembayaran, namun nilai bawaan antara kripto dan uang konvensional atau uang fiat berbeda.

Terlebih dalam hal penerbitan dan sistem operasional keduanya sangat berbeda.

"Perbedaan yang paling menonjol di antara keduanya adalah penerbitan dan operasional desentralisasi dengan teknologi blockchain pada aset kripto, sementara uang fiat (alat pembayaran yang dikeluarkan pemerintah) bersifat sentralisasi atau terpusat," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (15/8/2021).

Uang fiat adalah mata uang yang secara resmi dikeluarkan oleh bank sentral seperti uang fisik kertas dan koin. Sementara, aset kripto atau yang juga dikenal sebagai mata uang digital atau virtual, tidak diatur oleh bank sentral atau pemerintah.

Meskipun demikian, baik aset kripto maupun uang fiat, keduanya memiliki kesamaan dalam peran dan penggunaan yakni sebagai alat tukar untuk suatu transaksi. Keduanya juga memiliki peran sebagai penyimpan nilai, alat tukar, dan satuan hitung.

Perbedaan

Namun, nilai mata uang fiat dapat mengalami kenaikan maupun penurunan jika terjadi inflasi atau deflasi. Berbeda dengan aset kripto yang pada umumnya tidak terpengaruh oleh inflasi atau deflasi suatu negara, kecuali aset kripto tersebut bersifat stablecoin yang dikaitkan dengan suatu mata uang negara.

"Sehingga dapat terdampak atas indikator ekonomi dari negara bersangkutan, termasuk angka inflasi atau deflasi," katanya.

Sementara dari sisi penawaran, bank sentral dapat menentukan mata uang fiat yang beredar tergantung pada kebutuhan pasar, serta melakukan skenario ekonomi untuk mengatur peredaran mata uang tersebut.

Pencetakan mata uang fiat yang terlalu berlebihan oleh bank sentral akan membuat nilai mata uang tersebut terus-menerus turun, sehingga membuat harga barang dan jasa melambung tinggi yang tidak selaras dengan permintaannya.

“Berbeda dengan aset kripto, penerbit koin dapat menyatakan jumlah aset kripto terbatas atau aset kripto tidak terbatas. Selain itu, kelebihan aset kripto adalah adanya mekanisme coin burning untuk menjaga harga dan jumlah aset kripto apabila diperlukan,” tambah Jericho.

Dengan demikian, aset kripto tak membutuhkan bank sentral sebab nilai yang terkandung dalam aset kripto bersifat pribadi dan beroperasi secara independen. Mereka berfungsi dan berjalan pada platform terdesentralisasi.

Menurut Jericho, transaksi aset kripto di blockchain bersifat immutable atau tidak dapat diubah, yang menjadikannya lebih aman dibandingkan dengan uang fiat. Ia menilai, baik mata uang fiat maupun aset kripto dapat menjadi media transaksi keuangan.

"Oleh karena itu, aset kripto bukan untuk menggantikan uang fiat yang sudah ada saat ini, melainkan untuk melengkapinya. Dengan teknologi yang terus berkembang, aset kripto dapat menjadi masa depan sistem keuangan dan dapat diadopsi secara luas,” tutupnya.

Sekedar diketahui, di Indonesia uang kripto masih dilarang digunakan sebagai alat pembayaran. Namun kripto dapat diperdagangkan sebagai salah satu indstrumen investasi sehingga disebut aset kripto.

Perdagangan aset kripto saat ini berada di bawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ketentuannya diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

https://money.kompas.com/read/2021/08/15/111742426/ini-perbedaan-aset-kripto-dengan-uang-terbitan-bank-sentral

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke