Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini 3 Skema Bisnis Pengisian Daya Kendaraan Listrik

Infrastruktur pengisian kendaraan listrik itu mencakup Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Keduanya, semacam SPBU untuk kendaraan dengan jenis bahan bakar minyak (BBM).

Ketiga skema bisnis itu yakni skema provider, skema retailer, dan skema kerja sama. Hal ini sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, dengan peraturan ini diharapkan badan usaha dapat turut berpartisipasi menciptakan ekosistem yang baik untuk perkembangan kendaraan listrik ke depannya.

"Secara garis besar skema bisnis dan perizinan berusaha untuk badan usaha SPKLU terbagi menjadi skema provider, skema retailer, dan skema kerja sama. Sementara untuk badan usaha SPBKLU hanya diwajibkan memiliki nomor identitas SPBKLU," ungkap Rida dalam keterangannya, Rabu (23/9/2021).

Secara rinci, skema provider berarti menyediakan tenaga listrik sendiri kemudian menjual kepada konsumen kendaraan listrik. Untuk skema ini diperlukan penetapan wilayah usaha, IUPTL terintegrasi, dan nomor identitas SPKLU.

Sedangkan untuk skema retailer adalah dengan membeli tenaga listrik dari PT PLN (Persero) atau pemegang wilayah usaha lain kemudian menjual atas nama badan usaha sendiri. Skema ini memerlukan penetapan wilayah usaha, IUPTL penjualan, dan nomor identitas SPKLU.

Lalu untuk skema kerja sama yakni sebagai mitra PLN atau pemegang wilayah usaha lainnya, hanya diwajibkan memiliki nomor identitas SPKLU. Untuk perizinan lainnya cukup dengan mengikuti perizinan milik PLN atau pemegang wilayah usaha lain.

Selain itu, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur SPKLU, pemerintah juga telah memberikan berbagai insentif. Di antaranya pemberian insentif tarif curah sebesar Rp 714 per kWh untuk badan usaha SPKLU, dengan tarif penjualan maksimal Rp 2.467 per kWh.

Ada juga insentif keringanan biaya penyambungan dan jaminan langganan tenaga listrik, juga pembebasan rekening minimum selama dua tahun pertama untuk badan usaha SPKLU yang bekerja sama dengan PLN.

Rida menambahkan, perizinan berusaha infrastruktur pengisian kendaraan listrik kembali disederhanakan pemerintah dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021.

Penyederhanaan itu yakni sebelumnya penetapan wilayah usaha untuk SPKLU membutuhkan rekomendasi dari pemerintah daerah, tapi saat ini dapat digantikan dengan dokumen bukti kepemilikan lahan SPKLU atau perjanjian kerja sama dengan pemilik lahan SPKLU.

Sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (2) dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan, pemegang IUPTLU termasuk badan usaha SPKLU memiliki kewajiban pelaporan dengan menyediaan sistem informasi yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.

Dalam mempercepat perizinan berusaha, saat ini pemerintah juga telah melakukan upaya penyederhanaan melalui platform sistem Online Single Submission Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (OSS-PBBR) untuk pengajuan perizinan berusaha secara daring.

Sistem OSS-PBBR saat ini masih terus dilakukan penyempurnaan sehingga beberapa perizinan non-KBLI khususnya untuk penetapan wilayah usaha dan nomor identitas SPKLU dan SPBKLU, untuk sementara ini masih dilakukan di luar OSS-PBBR melalui aplikasi Perizinan Usaha dan Operasional ESDM.

"Ke depannya diharapkan sistem OSS PBBR juga akan terintegrasi dengan aplikasi perizinan ESDM sehingga dapat lebih mempermudah bagi badan usaha dalam melakukan proses perizinan berusaha," ujar Rida.

https://money.kompas.com/read/2021/09/22/090112726/ini-3-skema-bisnis-pengisian-daya-kendaraan-listrik

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke