Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ragam Tingkah Pengemplang BLBI, Tak Penuhi Panggilan hingga Mengaku Tak Punya Utang

Seiring pemanggilan, ada beragam tingkah debitur yang menemui satgas, dari mulai tak penuhi panggilan satgas hingga mengaku tidak memiliki utang kepada negara. Ada pula yang menjelaskan mekanisme pembayaran utang yang tidak realistis.

Sebagian pihak yang menampik memiliki utang mungkin saja memang bukan obligor atau pemilik bank pada tahun 1998. Namun mereka berpotensi jadi debitor alias peminjam dana dari bank yang mendapat dukungan (bailout) alias kucuran dana BLBI dari pemerintah.

Berikut ini tingkah obligor atau debitur BLBI:

Tak penuhi panggilan

Sri Mulyani mengungkapkan, beberapa dari 24 obligor atau debitor tersebut tidak memenuhi panggilan satgas. Meski tidak datang, ada pihak-pihak yang berkirim surat kepada satgas sebagai janji penyelesaian utang.

Bendahara negara ini menegaskan, pihaknya akan terus menagih seluruh obligor maupun debitor yang masih memiliki tanggungan utang kepada negara.

"Dalam hal ini, tim akan terus melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan landasan hukum yang ada untuk menagih hak negara," beber Sri Mulyani.

Sulitnya negara menagih utang BLBI juga terlihat ketika satgas melakukan pemanggilan lewat koran. Pemanggilan lewat koran ini terjadi lantaran obligor atau debitor mangkir dalam dua pemanggilan sebelumnya.

Setelah dipanggil lewat koran pun, masih ada obligor yang mangkir dan tidak menemui satgas. Untuk obligor ini, satgas menyiapkan upaya lain yang ampuh mengingat kasus sudah masuk hukum perdata.

Secara rinci, utang yang ditagih pemerintah berjumlah Rp 110,45 triliun di 48 obligor maupun debitor. Aset utang tersebut terdiri dari aset inventaris, aset properti, aset kredit, aset saham, aset nostro, dan aset surat berharga.

Mengutip dokumen Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang diterima Kompas.com, aset kredit adalah yang terbesar. Jumlah aset ini mencapai Rp 101,8 triliun.


Dokumen menjelaskan, aset kredit eks-BPPN jumlahnya sebesar Rp 82,94 triliun. Rinciannya, obligor PKPS Rp 30,4 triliun yang terdiri dari 16 obligor tanpa jaminan/jaminan tidak dikuasai, dan 6 obligor dengan jaminan atau jaminan dikuasai.

Kemudian, debitur ATK di PUPN mencapai Rp 24,3 triliun terdiri dari 11.277 berkas. Sementara Debitur ATK di kantor pusat Rp 28,1 triliun.

Aset kredit kedua adalah aset kredit eks-PPA Rp 8,83 triliun. Asetnya terdiri dari aset kredit di PUPN Rp 3,9 triliun dan aset kredit dikelola kantor pusat Rp 4,9 triliun.

Aset kredit ketiga adalah piutang BDL Rp 10,03 triliun, terdiri dari eks-dana talangan Rp 7,72 triliun dan eks-dana penjaminan Rp 2,31 triliun.

Sedangkan aset lainnya tak lebih dari Rp 10 triliun. Aset properti Rp 8,06 triliun, aset saham Rp 77,9 miliar, aset surat berharga Rp 489,4 miliar, aset inventaris Rp 8,47 miliar, dan aset nostro Rp 5,2 miliar.

Utang besar, bayar kecil

Dsisi lain, ada pula obligor yang ditagih paksa pemerintah karena jumlah utangnya belum kunjung lunas setelah 22 tahun berlalu. Salah satu yang ditagih paksa adalah taipan zaman orde baru pemilik Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Arya Panduarta Kaharudin Ongko.

Penagihan paksa dilakukan lantaran pelunasan Kaharudin bernominal kecil padahal utangnya mencapai Rp 8,2 triliun. Akhirnya, pemerintah menyita aset properti hingga rekening bank milik Ongko.

Tercatat ada dua escrow account milik Ongko yang disita negara dari bank swasta nasional. Escrow account pertama berjumlah Rp 664,9 juta dan escrow account dalam bentuk dollar AS senilai 7,63 dollar AS atau Rp 109,5 miliar.

Total uang yang sudah masuk kas negara mencapai Rp 110,17 miliar. Dana ini sudah masuk ke kas negara pada Senin (20/9/2021) sore.

Penyitaan harta kekayaan milik Ongko sendiri terjadi sejak 20 September 2021, setelah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) sudah menagih sejak tahun 2008. Agar utangnya segera lunas, Ongko juga dicekal ke luar negeri.


Mengaku tak punya utang

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengungkapan ada obligor BLBI yang memenuhi panggilan satgas. Namun obligor tersebut mengaku tak memiliki utang kepada negara.

Sri Mulyani menuturkan, memang ada sebagian pihak yang menampik menerima dana BLBI pada tahun 1998 silam. Padahal, meski bukan obligor, bisa saja pihak-pihak ini merupakan debitor yang meminjam dari bank yang menerima dana BLBI.

Sebagai informasi, obligor adalah pemilik bank yang mendapat dana BLBI untuk membantu bank tidak kolaps saat krisis moneter. Sementara debitor adalah orang yang meminjam dana di bank yang mendapat dana BLBI.

"Ada yang hadir, tapi mereka mengatakan tidak punya utang kepada negara," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Progres Pelaksanaan Tugas Satgas BLBI, Selasa (21/9/2021).

https://money.kompas.com/read/2021/09/22/104700226/ragam-tingkah-pengemplang-blbi-tak-penuhi-panggilan-hingga-mengaku-tak-punya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke