Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kilas Balik Pembenahan Wajah Kereta Api Indonesia

Wajah lama kereta api yang memiliki banyak calo tiket, ramai dengan pedagang, hingga gerbong kereta yang penuh bahkan di atas atap gerbong, sudah tak nampak lagi. Kereta api kini memiliki wajah baru sebagai salah satu transportasi massal yang paling banyak digunakan.

Salah satu sosok yang menjadi kunci perubahan dari kereta api di Indonesia adalah Ignasius Jonan, yang menjabat sebagai Direktur Utama KAI sepanjang 2009 hingga 2014.

Berbagai perubahan hasil peninggalan Jonan yang masih dirasakan hingga saat ini, diantaranya sterilisasi stasiun, penerapan pembelian tiket online, sistem boarding pass, peningkatan kebersihan, hingga penyediaan AC gerbong kereta di semua kelas penumpang.

Mengutip bincang-bincangnya bersama Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho, pria kelahiran Singapura 58 tahun yang lalu itu, menceritakan pengalamannya saat ditawarkan hingga awal menjabat sebagai Direktur Utama KAI.

Ditelpon Sofyan Djalil

Pada 2009, Jonan yang saat itu tengah bekerja di Citibank mendapat telepon dari Menteri BUMN kala itu, Sofyan Djalil yang bercerita tentang kosongnya kursi kepemimpinan di KAI. Ia pun awalnya ingin mencarikan sosok yang tepat untuk mengisi posisi tersebut.

"Saya bilang, gini deh kalau Kereta Api saya carikan orang ya pak. 'Enggak Anda sendiri' (jawab Sofyan). Bukan hanya kaget, jantung hampir berhenti," kata Jonan dikutip dari bincang-bincang bertajuk BEGINU di kanal youtube Kompas.com dikutip Selasa (28/9/2021).

Jonan mengaku kaget, sebab ia merupakan seorang bankir yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan terkait kereta api. Namun, pada akhirnya ia tetap menerima tawaran tersebut.

Minimnya pengalaman yang dimiliki tentang perkeretaapian, Jonan mengaku kesulitan pada awal masa kepemimpinannya. Ia bahkan sempat hampir menyerah setelah 3 bulan menjabat, meski akhirnya tetap bertahan hingga akhir masa jabatan.

"Pak Sofyan bilang, terus aja Pak Jonan, Nanti kalau gagal saya yang tanggung jawab," ucapnya.

Berangkat dari situ, Jonan pun terus fokus untuk mengubah wajah KAI dengan kerja keras. Pada 2009, KAI berhasil mencatatkan keuntungan sebesar Rp 154,8 miliar, setelah tahun sebelumnya rugi sebesar Rp 83,5 miliar.

Dia bercerita, memulai perubahan pada wajah kereta api di Indonesia dilakukan dari hal-hal termudah lebih dahulu, seperti kebersihan toilet di stasiun. Keputusan itu pun mendapat pertanyaan dari banyak pihak.

"Kita mulai dari bersihkan toilet di stasiun. Saya bilang kalau ngurus toilet di stasiun enggak bisa, saya yakin yang lain enggak bisa," ujar dia.

Ia bilang, untuk dapat menyukseskan program tersebut, dirinya bahkan memberikan ancaman kepada seluruh pejabat di KAI, mulai dari kepala stasiun, pimpinan direksi, hingga dirinya sendiri.

"Saya bilang gini, 'tiga bulan, kalau semua toilet di stasiun enggak bisa beres, saya tutup semua. Saya tutup toilet Anda semua. Termasuk (toilet) ruang kerja saya. Kita pakai tolet umum, enggak mau tahu saya.' Beres," tuturnya.

Ia meyakini, perubahan dari hal terkecil itu pada akhirnya akan dirasakan oleh perseroan. Targetnya, setiap minggu ada satu hal kecil yang mengalami perbaikan, maka setidaknya dalam 5 tahun menjabat ada 200 improvement dari wajah kereta api.

Pada 2012, kala itu Menteri BUMN sudah berganti ke Dahlan Iskan, sempat bertanya kepada Jonan, mengapa tidak melakukan perubahan terhadap Kereta Rel Listrik (KRL) yang pada saat itu menjadi gambaran buruk terhadap sistem perkeretaapian nasional.

Namun Jonan menjawab, bahwa dirinya membetulkan dari yang termudah dahulu yakni kereta api jarak jauh. Kemudian di tahun selanjutnya, ia baru mengerjakan KRL dengan membuat perubahan signifikan mulai dari penghapusan kelas ekonomi tanpa AC hingga penerapan sistem tapping ticket.

"Jadi saya harus melatih orang yang saya pimpin itu punya confidence, apa yang dia kerjakan itu berhasil. ada sucess story, kalau enggak putus asa. Kalau saya kasih yang paling sulit dulu hancur dia hatinya. Pemimpin itu, yang harus dibangun adalah membuat level of confidence di organisasi yang dipimpinnya," kata Jonan.

Saksi perubahan wajah kereta api di Indonesia

Perubahan pada wajah kereta api di Indonesia yang bermula dari toilet stasiun oleh Jonan, sangat dirasakakn oleh Sugeng Priyono. Pada 2009, Sugeng mendampingi Jonan sebagai Corporate Secretary alias Sekretaris Perusahaan KAI Pusat.

Ia menjadi saksi dari perubahan kereta api, sebab dirinya telah terlibat di perusahaan pelat merah itu cukup lama, sedari mengawali karir sebagai pegawai operasional yakni penjaga pintu perlintasan sebidang pada 1981.

Sugeng pernah pindah posisi jadi juru langsir alias tukang parkir kereta hingga menjadi wakil kepala stasiun, sebelum Jonan memimpin KAI. Ketika Jona masuk di 2009, awalnya ia menyangsikan kemampuan Jonan memimpin KAI sebab berlatar belakang bankir.

Namun, pembicaraan singkatnya bersama Jonan di Surabaya tentang pengalaman dan perasaan bekerja di KAI yang ingin adanya perubahan, membuat Sugeng ditarik ke Jakarta. Ia menjadi sekertaris perusahaan dan membantu merubah kondisi perkerataapian yang semrawut.

"Saya disuruh (Jonan) ngomong apa adanya, yang jujur ke masyarakat dan media. Pak Jonan bilang kalau ada apa-apa itu tanggung jawab dia nantinya. Ternyata memang leadership dia itu luar biasa," ungkap Sugeng.

Ia bercerita, perubahan benar saja dilakukan dari hal terkecil, seingetnya Jonan menuntut perubahan dari kebersihan toillet dan kualitas penerangan di stasiun. Menurutnya, banyak kejadian kepala stasiun dicopot karena tak bisa memenuhi perubahan kecil itu.

"'Toilet enggak boleh bau, kalau toiletnya bau kepala stasiunnya saya copot' (menirukan Jonan). Itu terjadi, ada kejadiannya dan nyata," kisah Sugeng.

Menurutnya, dalam menuntut perubahan Jonan sangat serius, namun hal itu diimbangi dengan arahan yang jelas. Sugeng bilang, untuk memahami standar toilet yang bersih dan penerangan yang baik, Jonan bergantian membawa rombongan kepala stasiun untuk berbincang di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta.

"Kepala stasiun kan diminta untuk toilet harus bersih dan stasiun harus terang, tapi mereka enggak ngerti standarnya. Jadi kepala stasiun dari daerah-daerah itu dibawa Pak Jonan bergantian ke Kempinski Jakarta," kata dia.

"Di sana cuma diajak ngopi-ngeteh, terus disuruh liat toilet sama kualitas penerangan di sana. Oh begini toh standar toilet bersih dan terang. Itu kan hal yang lucu," lanjut Sugeng sambil terkekeh.

Metode yang sama juga digunakan Jonan saat melakukan perubahan lainnya di wajah perkeratapian yakni dengan merasakan langsung layanan kereta api di beberapa negara.

Sugeng bercerita, ia pernah diajak ke Perancis oleh Jonan untuk melihat bagaiman negara itu menggunakan aset-aset stasiunnya yang tua untuk dimanfaatkan sebaik mungkin. Di mana, stasiun negara itu berdampingan dengan kafe dan minimarket yang bisa dijadikan bisnis sampingan KAI.

Selain itu, dirinya pernah ke Jepang untuk melihat langsung layanan KRL di negara tersebut yang selalu ramai pengguna, namun tak ada kondisi semewarut seperti stasiun KRL di Indonesia. Serta pernah ke China untuk melihat penerapan tapping ticket yang tepat.

"Para pejabat itu jangan hanya kasih teori, tapi (bawahannya) disuruh terjun langsung untuk melihat. Saya sendiri enggak menyangka bisa ke negara-negara itu buat rasakan sendiri kereta api disana seperti apa, standar bersihnya bagaimana," ungkapnya.

"Jadi perubahaan-perubahan yang sekarang terjadi (pada KAI) itu dilakukan begitu smooth (mengikuti benchmark negara lain), meski awalnya selalu ada hiruk-pikuk (pertentangan dari berbagai pihak)," pungkas Sugeng.

https://money.kompas.com/read/2021/09/28/211641526/kilas-balik-pembenahan-wajah-kereta-api-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke