Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengingat Oei Tiong Ham, Taipan Internasional Raja Gula Asal Semarang

Pada puncak kejayaannya sekitar dekade 1920-an, Oei Tiong Ham dijuluki sebagai Tuan 200 Juta Gulden, karena menjadi pengusaha pertama yang kekayaannya menembus angka 200 juta gulden, sebagaimana dikutip dari Kompas.id.

Berkat bisnis yang dijalankan Oei Tiong Ham, Semarang pernah menjelma sebagai episenter ekonomi dengan tumbuhnya konglomerasi pertama di Asia Tenggara yang memiliki gurita bisnis hingga Amerika Serikat dan Eropa.

Ini terjadi di akhir 1800-an dan paruh pertama 1900-an ketika Oei Tiong Ham masih mengendalikan jaringan bisnis multinasionalnya.

Pada awal abad ke-20, Oei Tiong Ham bahkan dijuluki Rockefeller dari Asia yang menyamakan dirinya dengan John D Rockefeller konglomerat minyak bumi pemiliki Standart Oil and Company New York (SOCONY) dari AS.

Surat kabar De Locomotief waktu itu bahkan menyebut OTH sebagai orang terkaya di antara Shanghai dan Melbourne.

Titik awal bisnis Oei Tiong Ham

Oei Tiong Ham adalah taipan internasional peranakan China yang lahir di Jawa. Ia merupakan pewaris konglomerasi Kian Gwan Concern yang kemudian dikenal sebagai Oei Tiong Ham Concern.

Liem Tjwan Ling dalam sebuah buku biografi Raja Gula Oei Tiong Ham menceritakan, Oei Tiong Ham meneruskan kendali bisnis warisan ayahnya di tahun 1890 ketika berusia 24 tahun.

Pada tahun 1893, perusahaan diubah menjadi N.V. Handel Maatschappij Kian Gwan. Awal kebangkitan perusahaan ini adalah perdagangan opium yang kala itu legal di wilayah Hindia Belanda.

Namun, perusahaan ini kemudian meluaskan bidang usaha ke perdagangan berbagai jenis komoditas lain seraya membuka kantor-kantor cabang berikut gudang di sejumlah negara.

Perdagangan gula menjadi ujung tombak yang didukung ekspor beragam hasil bumi, seperti karet, kapuk, kopi, tepung tapioka, gaplek, lada, jagung, kacang tanah, biji jarak, minya serai (citronella oil) dan lain lain.

Adapun perdagangan intrainsuler di Nusantara berkembang di wilayah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan lain-lain pulau.

Beragam komoditas seperti gambir, lada, dan lain-lain dikumpulkan dari luar Jawa dibawa ke Jawa dan Singapura. Sementara gula dari Jawa dikirim ke pulau-pulau tersebut.

Raja gula dunia asal Semarang

Kunci kebesaran kerajaan bisnis Oei Tiong Ham dikokohkan dengan pembelian pabrik-pabrik gula di Jawa pada akhir abad ke-19.

Diawali dengan pembelian Pabrik Gula Pakis tahun 1894 kemudian dibeli pula Pabrik Gula Rejoagung, Tanggulangin, Ponen, Krebet.

Total luas lahan lima pabrik gula tersebut mencapai 7.082 hektar. Tak heran, bila Oei Tiong Ham di kemudian hari dijuluki sebagai Raja Gula.

Betapa tidak, hasil produksi gula perusahaan Oei Tiong Ham memang begitu melimpah. Berikut data produksi pabrik gula Oei Tiong Ham pada akhir abad ke-19:

  • Pabrik Gula Rejoagung: 35.000 Ton
  • Pabrik Gula Krebet: 21.000 Ton
  • Pabrik Gula Tanggulangin: 20.500 Ton
  • Pabrik Gula Pakies: 13.000 Ton
  • Pabrik Gula Ponen: 12.000 Ton

Oei Tiong Ham juga dikenal karena menerapkan manajemen perusahaan modern, yakni dengan mengandalkan kontrak-kontrak legal tertulis dan sistem akuntansi modern.

Posisi-posisi penting di perusahaannya pun diserahkan ke para tenaga profesional yang dia pekerjakan dari luar lingkaran keluarganya, suatu hal yang berbeda dibanding kebiasaan para taipan Tionghoa pada masa itu.

Tak jarang bahkan dia mempekerjakan orang-orang Belanda untuk mengisi posisi direktur, manajer, hingga tim engineer. Suatu hal yang luar biasa di era kolonial apalagi waktu itu orang Tionghoa dikategorikan sebagai "warga kelas dua".

Konglomerasi Kian Gwan/Oei Tiong Ham Concern

Dengan kian moncernya bisnis gula ini, mancanegara pun dirambah perusahaan Oei Tiong Ham dimulai tahun 1910 dengan pembukaan perusahaan cabang di London, Inggris, dengan nama Kian Gwan Western Agency Ltd.

Perusahaan ini tadinya bernama FC Grein, agen Kian Gwan di Inggris sejak 1902, tetapi kemudian diambil alih oleh Oei Tiong Ham.

Cabang di Amsterdam hingga New York, Amerika Serikat, pun dibuka oleh Kian Gwan Concern melalui jaringan keagenan mereka.

Seligman and Company adalah rekanan Kian Gwan Concern di Kota New York yang terutama menangani perdagangan tapioka.

Dalam kurun lima tahun, 1911 – 1915, kantor perwakilan di London sudah menjual 725.000 ton gula dari Jawa ke British India (India), Jepang, China, Amerika Serikat, Kerajaan Inggris serta benua Eropa. Angka ekspornya mencapai 145.000 ton per tahun.

Bisnis gulanya makin besar saat terjadi booming ekonomi pasca Perang Dunia I (1914-1918), dan mencapai puncaknya pada periode 1918-1920.

Sejalan dengan itu, Kian Gwan juga membuka bisnis bank dan properti dengan N.V. Bank Veereniging Oei Tiong Ham di tahun 1906 dan Bouw Maatschapij Randusari N.V. yang berbisnis perumahan, perkantoran, dan pergudangan

Rekanan perbankan Kian Gwan di Hindia Belanda tidak saja dengan Javasche Bank, Nederlansch Indie Handelsbank, dan Nederlandsche Handel Maatschapij (kini Bank Mandiri).

Kian Gwan juga sudah berhubungan tetap dengan Chartered Bank of India, Australia, and China (kini Standart Chartered Bank) dan Hongkong and Shanghai Bank Corporation (HSBC).

Adapun Cabang di Malaya dan Singapura juga dibuka yang antara lain memiliki bisnis pelayaran di tahun 1911 dengan nama Heap Eng Moh Steamship Company Ltd.

Keluarga pihak ayah dari Perdana Menteri Pertama Singapura Lee Kwan Yew pernah bekerja di perusahaan tersebut. Heap Eng Moh mengoperasikan kapal yang beroperasi antara Singapura dan Jawa.

Akhir kerajaan bisnis Oei Tiong Ham

Itulah yang terjadi dengan kerajaan bisnis Oei Tiong Ham semasa Perang Dunia I dan jaman Malaise, lalu Oei Tiong Ham meninggal di tanggal 9 Juli tahun 1924 di Singapura.

Sebenarnya, beberapa waktu setelah Oei Tiong Ham meninggal, konglomerasi bisnis keluarga Oei Tiong Ham masih sempat berlanjut. Cabang di Calcutta (kini Kota Kolkatta, India), dibuka tahun 1925 dan di Kota Mumbay di tahun 1926 serta Karachi di tahun 1928.

Semua terjadi setelah Oei Tiong Ham meninggal dunia pada 1924 dan kerajaan bisnis itu dilanjutkan anak-anaknya.

Karena menurunnya volume perdagangan gula dari Jawa di British India, Kian Gwan pun berganti strategi dengan berbisnis katun, wool, dan karung goni.

Selanjutnya di tahun 1932, di Bangkok, Kerajaan Siam, didirikan kantor cabang untuk mengurus perdagangan beras dan karung goni.

Sedangkan di China, Kian Gwan Concern membuka cabang di Shanghai, Hongkong, dan Amoy (Provinsi Fujian). Di tahun 1934, bisnis dikembangkan di China dengan pesat melalui pabrik distilasi alkohol di Distrik Pootung, Shanghai. Mereka mampu memproduksi alkohol dengan kadar 96 – 97 persen.

Selanjutnya Perang Sino - Jepang, Perang Dunia II dan Perang Kemerdekaan Indonesia membuat situasi bisnis kelompok usaha Kian Gwan goyah akibat pergolakan politik.

Oei Tjong Hauw salah satu anak Oei Tiong Ham yang juga menjadi anggota BPUPKI berusaha menjaga kelangsungan usaha Kian Gwan bersama empat orang saudara dari 26 bersaudara anak-anak Oei Tiong Ham dalam keadaan serba sulit.

Alhasil, riwayat kerajaan bisnis Oei Tiong Ham di Tanah Air berakhir pada 10 Juli 1961 ketika pengadilan ekonomi mengeluarkan keputusan penyitaan dan nasionalisasi terhadap seluruh aset Oei Tiong Ham Concern di Indonesia.

Pada 1964, pengelolaan seluruh aset eks Oei Tiong Ham Concern itu diserahkan ke perusahaan negara PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang masih bertahan hingga kini.

Pabrik-pabrik gula yang berada di Jawa Timur pun masih menjadi bagian dari inti bisnis PT RNI hingga saat ini.

https://money.kompas.com/read/2021/10/05/165434226/mengingat-oei-tiong-ham-taipan-internasional-raja-gula-asal-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke