Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Baru, RI Sukses Terbangkan Pesawat Pakai Bahan Bakar Nabati

Pemanfaatan bioavtur J2.4 sukses ditandai dengan keberhasilan uji terbang menggunakan pesawat CN235-200 FTB rute Jakarta-Bandung sepanjang 8-10 September 2021. Uji terbang dilakukan dengan penerbangan pesawat di ketinggian 10.000 kaki dan 16.000 kaki.

Hasilnya menunjukkan bahwa performa mesin dan indikator-indikator yang terdapat di kokpit menunjukkan kesamaan antara penggunaan bahan bakar avtur atau Jet A1 dengan J2.4.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, salah satu upaya pemerintah untuk mendorong percepatan implementasi EBT adalah melalui substitusi energi primer ke teknologi yang ada. Bila pada transportasi darat dilakukan dengan B30, maka transportasi udara melalui penggunaan J2.4.

"Hari ini melihat sejarah baru, yaitu penerbangan perdana yang menggunakan bahan bakar nabati. Ini sudah kita tunggu selama ini dan sudah di coba menggunakan pesawat CN235-200," ujarnya dalam acara Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235 Campuran Bahan Bakar Bioavtur, Rabu (6/10/2021).

Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, diatur kewajiban untuk melakukan pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3 persen pada tahun 2020, lalu meningkat menjadi 5 persen pada tahun 2025.

Namun, target implementasi itu belum bisa dicapai. Saat ini, implementasinya baru bisa dilakukan dengan campuran bahan bakar bioavtur 2,4 persen. Menurutnya, hal itu dikarenakan ada kendala dari ketersediaan bioavtur, proses teknologi, hingga keekonomiannya.

"Perjalanan panjang pun sudah dilalui sampai akhirnya kita bisa ditahap ini dengan melibatkan banyak pihak," kata Arifin.

Ia mengungkapkan, pihak yang dilibatkan sampai tahap uji terbang ini di antaranya PT Pertamina (Persero) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Pertamina dan ITB melakukan uji coba co-processing kerosene dengan minyak nabati untuk menghasilkan prototipe produk bioavtur. Lalu pelaksanaan pengembangan bioavtur dilakukan di Unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) Refinergy Unit (RU) IV Cilacap milik Pertamina.

Kemudian dihasilkan produk J2.0 pada tahun 2020 dan produk J2.4 pada awal tahun 2021, yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian uji terbang pada pesawat CN235-200 FTB.

Adapun bahan bakar campuran bioavtur J2.4 dihasilkan dari bahan baku 2 persen dan 2,4 persen minyak inti sawit atau refined bleached degummed palm kernel oil (RBDPKO) dengan menggunakan katalis merah putih.

Katalis merupakan senyawa zat mineral yang dibutuhkan pada hampir seluruh industri proses, seperti industri kimia, petrokimia, pengilangan minyak dan gas, oleokimia, termasuk pula teknologi energi terbarukan berbasis biomassa dan minyak nabati.

Dalam hal pengembangan bioavtur ini, berhasil ditemukan formula katalis PITN 100-2T, yaitu katalis Pertamina-ITB dan dijuluki sebagai katalis merah putih pertama di Indonesia.

Arifin mengatakan, dengan keberhasilan saat ini, maka ke depannya pemerintah akan terus mendorong pengembangan bioavtur bahkan hingga J100, serta bisa diterapkan di seluruh maskapai penerbangan domestik maupun internasional.

"Keberhasilan ini akan menjadi tahap awal dalam peningkatan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara, dalam rangka meningkatkan ketahanan dan keamanan energi nasional," kata dia.

Potensi pasar bioavtur Rp 1,1 triliun

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, bahan bakar nabati tersebut memiliki pangsa pasar yang besar yakni mencapai Rp 1,1 triliun. Oleh sebab itu, penting untuk terus dikembangkan.

"Pangsa pasar J2.4 ini diperkirakan mencapai Rp 1,1 triliun," ungkapnya.

Maka untuk mendukung pengembangan bioavtur, pemerintah telah menyediakan insentif perpajakan yang bisa dimanfaatkan oleh korporasi yang terlibat. Insentif itu yakni super deduction tax yang bisa diberikan hingga 300 persen.

"Tentu dengan kebijakan pemerintah yang sudah memberikan super deduction tax, kegiatan-kegiatan ini bisa mendapatkan inovasi tax terhadap korporasi yang mesponsori, dan pemerintah bisa memberikan sampai dengan 300 persen," kata Airlangga.

Pertamina akan kembangkan J5

Seiring dengan suksesnya uji terbang penggunaan campuran bahan bakar bioavtur J2.4, Pertamina akan langsung mengembangkan campuran bahan bakar bioavtur 5 persen atau J5.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya akan memproduksi bioavtur J5 dalam waktu dekat. Meski demikian, ia tak menyebutkan kapan waktu pasti produksi J5 bisa dilakukan.

"Tahap kali ini adalah masuk ke avtur mulai dari 2,5 persen. Nanti setelah turn around dari Kilang Cilacap, itu bisa kita tingkatkan menjadi 5 persen, sehingga kita akan produksikan J5 dalam waktu dekat," ungkapnya.

Menurutnya, dalam mengembangkan bioavtur, saat ini ada dua kilang Pertamina yang siap untuk memproduksi bahan bakar nabati itu yakni Kilang Dumai dan Kilang Cilacap.

Di sisi lain, Nicke menyatakan, untuk Pertamina melakukan produksi dan komersialisasi biovtur perlu dilihat kesiapannya secara utuh. Sebab ada bahan baku yang tak bisa dikontrol Pertamina yakni minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO).

Selain itu, perlu dipastikan pula kesiapan dari sisi pasar untuk menyerap bioavtur. Dengan demikian, ketika diproduksi untuk komersialisasi, produk ini terus berkelanjutan di serap oleh pasar.

"Dengan adanya komitmen dari pemerintah dan industri CPO, kami berharap ini ada suatu kebijakan yang utuh dari hulu ke hilir, bagaimana suatu program ini bisa kontinyu. Tentu kami harapkan ada suatu komitmen, baik itu volume yang memang dialokasikan untuk bioavtur ini, dan kedua adalah komersialisasinya," jelas Nicke.

https://money.kompas.com/read/2021/10/07/114300126/sejarah-baru-ri-sukses-terbangkan-pesawat-pakai-bahan-bakar-nabati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke