Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gaji Rp 5 Juta Per Bulan, Segini Besaran Pajaknya Berdasarkan UU HPP

Lewat aturan baru tersebut, perhitungan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) menjadi sedikit berbeda karena tidak lagi mengacu pada UU PPh.

Melalui UU HPP, batas pendapatan kena pajak (PKP) orang pribadi ditingkatkan menjadi Rp 60 juta dari sebelumnya Rp 50 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen.

Artinya, pekerja baru akan ditarik pajaknya sebesar 5 persen oleh pemerintah jika penghasilan sampai dengan Rp 60 juta per tahun, bukan lagi Rp 50 juta seperti yang tercantum di UU PPh.

Sementara itu, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap Rp 4,5 juta/bulan atau Rp 54 juta/tahun untuk wajib pajak orang pribadi lajang, serta Rp 4,5 juta per bulan kepada WP sudah kawin, dan Rp 4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal per orang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu mengatakan, tarif pajak PPh OP bisa lebih murah dibanding tarif pajak berdasarkan UU PPh. Hal ini kata dia, sebagai bentuk pemihakan kepada pekerja dengan pendapatan terkecil dan masuk dalam lapisan (bracket) terendah.

"PKP (Pendapatan Kena Pajak) tadinya antara Rp 0 - Rp 54 juta, tarif 5 persen. Dalam UU HPP dilakukan perubahan batas atasnya yang Rp 50 juta dinaikkan menjadi Rp 60 juta," kata Sri Mulyani ketika menjelaskan UU HPP dikutip Kompas.com, Senin (11/10/2021).

Kenaikan bracket pada lapisan pertama turut mengubah bracket kedua, yakni dari Rp 50 - Rp 250 juta menjadi Rp 60 juta - Rp 250 juta. Tarif PPh untuk bracket kedua adalah 15 persen.

Sementara bracket ketiga tidak berubah, yakni tetap Rp 250 juta - Rp 500 juta dengan tarif 25 persen. Selanjutnya penghasilan di atas Rp 500 juta - Rp 5 miliar kena tarif 30 persen.

Kemudian, pemerintah menambah lapisan atas untuk pendapatan di atas Rp 5 miliar. Warga tajir ini dikenakan pajak penghasilan sebesar 35 persen.

"Ini adalah elemen keadilan yang sangat jelas. Yang di bawah diringankan, yang di atas punya kemampuan lebih tinggi diberikan bracket yang sedikit lebih naik sehingga bisa memberikan apa yang disebut efek gotong royong," ucap Sri Mulyani.

Secara lebih jelas, berikut ini lapisan pajak berdasarkan UU HPP:
1. Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta kena tarif 5 persen.
2. Penghasilan di atas Rp 60 juta - Rp 250 juta kena tarif 15 persen.
3. Penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta kena tarif 25 persen.
4. Penghasilan di atas Rp 500 juta - Rp 5 miliar kena tarif 30 persen.
5. Penghasilan di atas Rp 5 miliar kena tarif 35 persen.

Adapun sebelumnya lapisan pajak di UU PPh, adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan sampai dengan Rp 50 juta kena tarif 5 persen.
2. Penghasilan di atas Rp 50 juta - Rp 250 juta kena tarif 15 persen.
3. Penghasilan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta kena tarif 25 persen.
4. Penghasilan di atas Rp 500 juta kena tarif 30 persen.

Cara menghitung pajak penghasilan

Nah bagaimana cara menghitung PPh tersebut?

Misalnya, kamu punya penghasilan Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per tahun dan belum menikah/tidak ada tanggungan  (TK/0 yang PTKP adalah sebesar Rp 54 juta).

Maka, pajak yang perlu kamu bayar adalah:

Penghasilan nett × 5 persen
= (penghasilan bruto-PTKP) x 5 persen
= (60 juta - 54 juta) x 5 persen
= 6 juta × 5 persen
= Rp 300.000/tahun

Artinya bila kamu berpendapatan Rp 5 juta per bulan maka PPh yang harus dibayar berdasarkan UU HPP ini adalah sebesar Rp 300.000 per tahun.

https://money.kompas.com/read/2021/10/11/114000726/gaji-rp-5-juta-per-bulan-segini-besaran-pajaknya-berdasarkan-uu-hpp

Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke