Dia mengatakan, usaha yang hanya mencari untung tapi merusak lingkungan harus ditinggalkan. Menurut dia, kegiatan ekonomi termasuk produksi, konsumsi, dan distribusi harus meningkatkan kualitas pembangunan manusia dalam jangka panjang.
“Langkah-langkah mencari keuntungan yang merusak lingkungan harus kita tinggalkan," kata Teten dalam peluncuran survei pandemi dan praktik usaha ramah lingkungan, Jumat (15/10/2021).
Menurut dia, pihaknya harus mendukung usaha ramah lingkungan. Apalagi saat ini, banyak pengusaha muda yang minat berwirausaha dengan barang dagangan ramah lingkungan.
Hal ini juga sejalan dengan hasil survei yang menemukan bahwa sekitar 95 persen UMKM berminat pada praktik-praktik usaha ramah lingkungan.
Sebanyak 90 persen lainnya menyatakan tertarik untuk menerapkan praktik usaha inklusif, yang merupakan komponen penting dari agenda Sustainable Development Goals (SDGs).
"Anak-anak muda sudah banyak menjalankan bisnis yang ramah lingkungan. Misalnya, menggunakan material dari limbah kayu untuk membuat jam tangan dan frame kacamata. Tentu kreativitas dan inovasi ini perlu terus kita dukung agar semakin banyak usaha ramah lingkungan," ucap Teten.
Sementara itu, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura menyebut, pemerintah perlu bekerjasama dengan stakeholder lainnya untuk meningkatkan daya saing UMKM.
Sebab berdasarkan hasil survei yang sama, ada potensi usaha ramah lingkungan di Indonesia.
“Kesempatan sekarang ada tangan kita. Kita harus menangkap peluang untuk transisi yang lebih berani menuju ekonomi hijau dengan praktik-praktik usaha yang lebih inklusif," jelas Shimomura.
Rugi akibat pandemi Covid-19
Tak hanya itu, survei tersebut juga menemukan beberapa UMKM mengalami kerugian lebih dari 50 persen di awal pandemi pada 2020 dan PPKM darurat pada tahun 2021, khususnya di provinsi Jawa dan Bali.
Namun, ada beberapa UMKM yang mampu bertahan dengan bantuan digitalisasi. Dengan bantuan platform digital, UMKM mencatat permintaan yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar.
Di sisi lain, UMKM perempuan lebih rentan kehilangan pekerjaan. Namun, hanya 19,7 persen UMKM milik perempuan yang mencari program bantuan dari pemerintah (BPUM). Sedangkan persentase UMKM laki-laki yang mencari bantuan mencapai 26,9 persen.
Sebagai informasi, survei diikuti oleh 3.000 UMKM yang mengisi 58 pertanyaan tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor UMKM. Survei dilakukan secara daring dengan menyebarkan pesan singkat (SMS) berisi link survei.
Pertanyaan difokuskan pada permintaan terhadap produk, keuntungan selama masa awal pandemi di bulan Maret - Juni 2020. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan masa PPKM Darurat pada Juli-Agustus 2021.
https://money.kompas.com/read/2021/10/15/181100726/menkop-teten--cari-untung-tetapi-rusak-lingkungan-kita-tinggalkan-