Pengamat industri financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) Tumbur Pardede mengatakan, meningkatnya kebutuhan pinjaman di kalangan masyarakat selama pandemi Covid-19, menjadi salah satu alasan utama masih adanya korban dari praktik pinjol ilegal.
Dengan adanya kebutuhan atas dana cepat, banyak masyarakat yang memilih fintech P2P lending sebagai solusi, sebab memiliki persyaratan pinjaman yang jauh lebih mudah dibanding industri keuangan lainnya.
Akan tetapi, masih ada masyarakat yang justru terjerumus ke dalam tawaran pinjol ilegal. Ini disebabkan banyaknya jumlah pinjol ilegal yang beredar.
“Mereka terjepit. Pinjam ke ilegal. Saya menilai mereka sulit untuk membandingkan, karena saking banyaknya,” kata Tumbur, kepada Kompas.com, Jumat (15/10/2021).
Bukan hanya pinjol ilegal, Tumbur menilai, jumlah fintech P2P lending resmi atau yang terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah terlalu banyak.
Menurutnya, hal tersebut membuat masyarakat sulit untuk membedakan pinjol ilegal dengan pinjol yang terdaftar.
Oleh karenanya, Tumbur menilai OJK perlu merampingkan daftar penyelenggara fintech terdaftar maupun berizin, sehingga masyarakat dapat dengan mudah meningat nama penyelenggara pinjol resmi.
“Fintech yang resmi pun juga terlalu banyak. Sepertinya kalau kita bicara fintech itu harusnya jauh lebih ramping jumlahnya, maupun prodaknya,” ujar dia.
Tumbur menyadari, pemberantasan pinjol ilegal tidak akan dapat berjalan dengan mudah, mengingat oknum dapat dengan mudah membuat platform ilegal baru.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah disebut perlu melakukan moratorium, atau pemberhentian sementara penambahan jumlah fintech terdaftar.
“Selama proses itu dimoratorium, jadi lebih mudah memberantas yang ilegal,” ucapnya.
Sebagai informasi, data OJK menunjukan, hingga 5 Oktober 2021 terdapat 106 fintech terdaftar dan berizin, terdiri dari 98 penyelenggara berizin dan 8 fintech terdaftar.
https://money.kompas.com/read/2021/10/15/183000726/pengamat--perlu-ada-moratorium-fintech-pinjaman-online