Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nasib Garuda di Ujung Tanduk

KOMPAS.com - Isu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk bakal dinyatakan pailit semakin santer. Kondisi tersebut tak terlepas dari utang BUMN maskapai penerbangan ini yang sudah menggunung. 

Belum lagi, kondisi keuangan semakin berdarah-darah akibat pandemi Covid-19 yang berimbas pada perjalanan udara menjadi terbatas dan jumlah penumpang anjlok drastis.

Garuda sejauh ini sudah melakukan PHK hingga pengembalian pesawat pada lessor. Maskapai flag carrier ini juga tengah menghadapi sidang gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang bisa berujung status pailit.

Manajemen Garuda Indonesia sendiri menyebut saat ini perseroan masih melakukan berbagai upaya pemulihan kinerja, termasuk upaya restrukturisasi utang.

Garuda terlilit utang

Garuda Indonesia diketahui beberapa kali melakukan penundaan pembayaran utang yang sudah jatuh tempo kepada para krediturnya. Utang akan semakin membengkak karena di sisi lain perhitungan bunga terus berjalan. 

Tak hanya itu, Garuda Indonesia menyebut sudah menambah penasihat keuangan Guggenheim Securities, LLC untuk mengevaluasi alternative strategis perusahaan menghadapi tantangan akibat pandemi.

Gunggenheim akan bekerja sama dengan penasihat Garuda yang sudah ada yakni PT Mandiri Sekuritas, Cleary Gottlieb Steen &Hamilton LLP dan Assegaf Hamzah & Partners.

Pada Juni 2021 lalu saja, Garuda Indonesia tercatat sempat memiliki utang 4,9 miliar dolar AS atau setara Rp 70 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok.

Perusahaan memiliki arus kas negatif dan utang minus Rp 41 triliun. Tumpukan utang tersebut disebabkan pendapatan perusahaan yang tidak bisa menutupi pengeluaran operasional.

Berdasarkan pendapatan Mei 2021 Garuda Indonesia hanya memperoleh sekitar 56 juta dolar AS dan pada saat bersamaan masih harus membayar sewa pesawat 56 juta dolar AS, perawatan pesawat 20 juta dolar AS, bahan bakar avtur 20 juta dolar AS, dan gaji pegawai 20 juta dolar AS.

Sementara jika berdasarkan data laporan keuangan terakhir yang dirilis Garuda Indonesia pada kuartal III 2020, BUMN penerbangan itu mempunyai utang sebesar Rp 98,79 triliun yang terdiri dari utang jangka pendek Rp 32,51 triliun dan utang jangka panjang sebesar Rp 66,28 triliun.

Sebelum pandemi Covid-19, perseroan sempat membukukan keuntungan hampir mencapai Rp 100 miliar pada 2019. Namun, pandemi yang melanda Indonesia pada awal 2020 hingga sekarang telah memukul keuangan perusahaan.

Pada kuartal III 2019, Garuda Indonesia membukukan laba bersih sebanyak Rp 1,73 triliun, lalu merugi hingga Rp 15,19 triliun pada kuartal III 2020 akibat dampak pandemi.

Pendapatan Garuda Indonesia tercatat turun dari awalnya Rp 50,26 triliun pada kuartal III 2019 menjadi hanya Rp 16,04 triliun pada kuartal III 2020.

Perseroan lantas menawarkan program pensiun dini untuk para karyawan hingga 19 Juni 2021 mendatang demi menyelamatkan keuangan perusahaan yang tertekan akibat rugi dan utang. Sejauh ini, sudah ada lebih dari 100 karyawan yang mengajukan pensiun dini.

Selain pensiun dini, sejumlah aksi yang turut dilakukan Garuda Indonesia di antaranya memaksimalkan kerja sama dengan mitra usaha guna mendorong peningkatan pendapatan.

Sementara itu dari pihak pemerintah berencana memangkas jumlah komisaris Garuda Indonesia hingga mengubah orientasi bisnis perseroan yang semula melayani rute penerbangan internasional menjadi hanya berfokus pada penerbangan domestik saja.

Digugat pailit

Garuda Indonesia juga digugat pailit salah satu lessornya, Aercap Ireland Limited. Aercap mengajukan gugatan pailit tersebut pada 4 Juni 2021 di Supreme Court negara bagian New South Wales, Australia.

Meski kemudian gugatan tersebut dicabut kembali karena adanya kesepakatan baru antara Aercap dengan Garuda. 

Penggugat lainnya yang harus dihadapi Garuda yakni dari PT My Indo Airlines yang merupakan perusahaan penyedia jasa logistik di kawasan Asia. 

Dalam kasus lainnya, Garuda Indonesia harus menerima kekalahan dalam kasus gugatan pembayaran uang sewa pesawat dengan salah satu perusahaan lessor di Pengadilan Arbitrase Internasional London (London Court International Arbitration/LCIA). 

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio mengatakan, pada 6 September 2021, perseroan menerima menerima informasi bahwa LCIA telah menjatuhkan putusan arbitrase pada kasus gugatan dari Lessor Helice dan Atterisage (Goshawk) terhadap Garuda Indonesia, terkait pembayaran uang sewa (rent) pesawat.

Selain terpengaruh pandemi Covid-19, Menteri BUMN Erick Thohir sempat mengatakan masalah lain yang mempengaruhi keuangan Garuda Indonesia adalah terkait lessor. Maskapai ini tercatat bekerja sama dengan 36 lessor. 

Sebagian lessor tersebut diduga terlibat dalam tindakan koruptif dengan manajemen lama. Oleh karena itu, pemetaan diperlukan untuk mengetahui lessor yang bertindak nakal guna dilakukan negosiasi yang tepat.

Respon Garuda

Merespon kabar pailit, manajemen Garuda mengaku belum mendapatkan informasi resmi terkait opsi tindak lanjut pemulihan kinerja perseroan.

"Dapat kami pastikan sampai dengan saat ini, perseroan terus melakukan langkah-langkah strategis akselerasi pemulihan kinerja dengan fokus utama perbaikan fundamental kinerja perseroan," kata VP Corporate Secretary & Investor Relations Garuda Indonesia, Mitra Piranti, dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Mitra berujar, Garuda Indonesia terus melakukan pembenahan di berbagai aspek untuk memperbaiki kinerja agar tidak semakin terjerembab di situasi pandemi seperti sekarang. 

"Upaya tersebut turut kami intensifkan melalui berbagai upaya langkah penunjang perbaikan kinerja, khususnya dari aspek operasional penerbangan," ungkap dia.

Meski begitu, lanjut Mitra, pihak manajemen masih melihat optimisme di masa depan karena industri pariwisata mulai menggeliat. Sehingga diharapkan kinerja perseroan bisa membaik.

Ia melanjutkan, selain menghadapi PKPU, Garuda Indonesia juga terus berkomunikasi dengan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas terkait rencana restrukturisasi utang. 

"Di samping itu, negosiasi dan komunikasi dengan para kreditur secara berkesinambungan dijalankan oleh perseroan guna mencapai penyelesaian terbaik dan restrukturisasi yang optimal guna dapat memperbaiki fundamental kinerja perseroan ke depannya," beber Mitra. 

https://money.kompas.com/read/2021/10/21/084528126/nasib-garuda-di-ujung-tanduk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke