Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ditjen Pajak soal Tax Amnesty: Enggak Ada "Jebakan Batman"

Direktur Peraturan Perpajakan I, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menegaskan, program pengungkapan sukarela tersebut bukan untuk menjebak atau "jebakan batman".

Adapun jebakan batman diartikan sebagai pemeriksaan tanpa bukti yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak (WP) yang sudah mengikuti tax amnesty.

"Ini fakta saja bahwa yang namanya jebakan batman itu enggak ada cerita. Karena kita maunya sama-sama, ini (PPS) permintaan pengusaha dan pemerintah melihat ada bagusnya juga kita laksanakan," kata Hestu dalam sosialisasi UU HPP yang dilaksanakan Kadin, Jumat (29/10/2021).

Hestu menuturkan, ketentuan dan tata cara PPS sudah tercantum dalam UU. Dia bilang, pemeriksaan hanya akan dilakukan bila Ditjen Pajak melihat harta yang dilaporkan tidak sesuai dengan harta sebenarnya.

Pasal 6 ayat 4 UU HPP menyebut, Ditjen Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan terhadap penyampaian pengungkapan harta oleh wajib pajak, bila diketahui terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan sebenarnya.

"(Misalnya) mungkin ada kewajiban perpajakan dia ikut tax amnesty asetnya 10 unit, tapi baru lapor 8. Kalau teman pajak ketemu yang 2, mau enggak mau, diperiksa. Tapi sebenarnya enggak pernah ada isu jebakan batman," ucap Hestu.

Tidak adanya "jebakan batman" di PPS tahun depan juga bisa dipastikan dengan cerita tax amnesty tahun 2016-2017. Saat itu, ada sekitar 1 juta wajib pajak yang mengikuti tax amnesty.

Namun, Ditjen Pajak hanya memeriksa segelintir wajib pajak yang dicurigai alias yang terbukti tidak melaporkan harta sebagaimana mestinya. Artinya, Ditjen Pajak tidak akan melakukan pemeriksaan serta-merta bila tidak ada bukti.

"Dari hampir 1 juta peserta tax amnesty waktu itu, mungkin ada satu dua yang diperiksa, tapi itu pasti ada triggernya bukan dalam konteks sudah masuk (pajaknya), kemudian diperiksa," pungkas Hestu.

Sebagai informasi, ada dua kebijakan dalam PPS kali ini. Berikut ini rincian kebijakan dan besaran tarifnya:

Kebijakan I

Peserta program pengampunan pajak tahun 2016 untuk orang pribadi dan badan dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak, dengan membayar PPh Final sebesar:

a. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,

yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Kebijakan II

Wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non peserta dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016 sampai tahun 2020, namun belum dilaporkan pada SPT tahun 2020, membayar PPh final sebagai berikut.

a. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.

b. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.

c. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,

yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

https://money.kompas.com/read/2021/10/29/184705826/ditjen-pajak-soal-tax-amnesty-enggak-ada-jebakan-batman

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke