Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hadapi Gugatan Uni Eropa soal Nikel di WTO, Ini 3 Argumen yang Bisa Dicoba Pemerintah

Gugatan Uni Eropa ini berawal dari terbitnya kebijakan pemerintah melarang ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah (raw material) sejak 2020. Kebijakan itu dianggap melanggar Artikel XI GATT tentang komitmen untuk tidak menghambat perdagangan.

Pemerintah pun memutuskan untuk melawan gugatan Uni Eropa atas sengketa DS 592-Measures Relating to Raw Materials tersebut. Namun, dalam upaya melawan Uni Eropa, pemerintah perlu memperkuat dan melengkapi argumen yang akan dibawa ke WTO.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menilai, selain argumen kedaulatan ekonomi dan nilai tambah domestik, pemerintah RI perlu memperkuat pembelaan dengan beberapa argumen tambahan.

Mengutip risetnya, Selasa (2/11/2021), LPEM UI berpendapat, ada 3 argumen yang setidaknya dapat disiapkan pemerintah, salah satunya yakni masih cukup besarnya pasokan bijih nikel dari negara-negara di dunia, selain Indonesia.

Data Nickel Institute di 2021 menunjukkan ada 10 negara yang menguasai 77 persen sumber daya nikel di dunia. Indonesia sendiri porsinya memiliki sumber daya nikel mencapai 11 persen.

Tetapi negara lain juga cukup memiliki sumber daya nikel yang besar, seperti Australia mencapai 15 persen, Afrika Selatan 11 persen, Rusia 8 persen, Kanada 7 persen, Filipina 6 persen, Brazil 6 persen, Kuba 5 persen, Kaledonia Baru 5 persen, dan China 2 persen.

"Indonesia dapat menunjukkan bahwa larangan ekspor bijih nikelnya tidak sepenuhnya mengguncang pasokan bijih nikel dunia, karena masih cukupnya pasokan dari negara-negara lain," tulis riset tersebut.

Argumen kedua yakni, menyatakan bahwa Indonesia tidak melarang ekspor nikel yang telah diolah dan dimurnikan, sehingga produsen barang berbasis nikel dunia tidak akan kehilangan bahan baku, melainkan hanya mengurangi satu rantai produksinya saja.

"Pabrik pengolahan nikel di Uni Eropa maupun di negara-negara industri lain tidak akan sepenuhnya terhenti akan tetapi hanya mengurangi satu tahapan produksinya saja," demikian tertulis dalam riset.

Serta terakhir, pemerintah dapat membawa argumen bahwa Indonesia perlu memastikan kecukupan pasokan bagi kebutuhan domestik, terutama bagi pelaku smelter yang telah berinvesasi di Indonesia. Pada 2020 setidaknya ada 13 smelter di Indonesia dan di 2021 akan tambah 3 smelter lagi yang akan beroperasi.

"Indonesia dapat menunjukkan bahwa larangan ekspor bijih nikel juga diperlukan untuk menjamin kecukupan pasokan domestik," tulis riset tersebut.


Selain menyarankan tambahan argumen untuk memperkuat pembelaan pemerintah RI di WTO, LPEM UI juga menilai, ada 2 hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menindaklanjuti kebijakan larangan ekspor bijih nikel.

LPEM UI menyebut, pemerintah perlu memikirkan lebih lanjut agar rantai nilai domestik tidak hanya berhenti pada produk dari smelting, tetapi produk turunan lanjutan lainnya.

Untuk itu perlu dipelajari insentif apa saja yang diperlukan untuk menarik investasi pada industri pengolahan nikel yeng lebih hilir.

Selain itu, diperlukan pula konsistensi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel ini.

https://money.kompas.com/read/2021/11/02/133800126/hadapi-gugatan-uni-eropa-soal-nikel-di-wto-ini-3-argumen-yang-bisa-dicoba

Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke