Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jakarta PPKM Level 1, Bali Level 2, Sekian Kota Level 1, 2, dan 3, Lalu Apa?

JAKARTA PPKM Level 1, Bali Level 2, sekian kota Level 1, 2, dan 3 untuk kurun 16-29 November 2021, lalu apa? Persis seperti di judul, lalu apa dengan status-status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) ini?

Beriringan kabar status PPKM setiap wilayah itu, ada juga kabar pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal ketiga 2021 melambat, utang bengkak, defisit APBN masih jauh dari target kembali ke batas maksimal 3 persen maksimal pada 2023, serta segala macam rencana disinsentif bahkan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. 

Lagi pula, apa arti status-status kota itu bagi Indonesia secara keseluruhan, terlebih bagi upaya pemulihan ekonomi?

Namun, Luhut pun bilang, sepekan terakhir ada 29 persen kabupaten kota di Jawa Bali yang mencatatkan peningkatan kasus Covid-19 dibandingkan pekan lalu. Belum lagi, lanjut dia, ada 34 persen kabupaten kota di wilayah ini yang tercatat punya peningkatan jumlah pasien dirawat karena Covid-19. 

Jadi, Jakarta berstatus PPKM Level 1 patut disambut sebagai kabar gembira sekaligus harap-harap cemas laiknya membuka kotak pandora, bukan? Bagaimana dengan Bali, sekalipun untuk periode 16-29 November 2021 masih berada di status PPKM Level 2?

Apakah juga kota-kota lain jadi tak penting mau berstatus apa di pelevelan PPKM? Atau, sebaliknya kota-kota ini yang penting?

Pesan Presiden ke Luhut

Dalam Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) pada Senin (8/11/2021), Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut punya pesan khusus ke Luhut sebagai Wakil Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). 

"Beliau menyampaikan bahwa kita harus betul berhati-hati dan belajar dari pengalaman negara-negara di Eropa yang mengalami lonjakan kasus harian cukup besar akibat lalainya masyarakat menerapkan protokol kesehatan,” kata Luhut, lewat konferensi pers evaluasi PPKM secara virtual, sesudah rapat itu. 

Waktu itu, Luhut menyebutkan bahwa konfirmasi kasus baru Covid-19 di Jawa dan Bali turun hingga 99 persen dibandingkan puncak kasus Covid-19 di Indonesia pada 15 Juli 2021. Dia pun menyebut, laju penularan (Rt) Covid-19 di Jawa berada di level 0,93 dan Bali 0,97.

Lalu?

Dalam kajian global dan lintas disiplin keilmuan, Rt lebih dari 1 berarti ada kejadian luar biasa sedang berkembang, dalam hal ini wabah. Sebaliknya, Rt kurang dari 1 diartikan bahwa wabah mulai mereda. 

Namun, sejumlah epidemiolog sejak awal pandemi Covid-19 mengaku miris dengan penggunaan data laju penularan ini oleh politisi dan media, dengan menyebutnya sudah sampai di level yang berlebihan dan tak sehat. 

Pakar virologi dari University of Kent, Inggris, Jeremy Rossman, misalnya, menjelaskan bahwa angka dalam simbol R ini tidak presisi karena lebih banyak berdasarkan asumsi.

Seperti dikutip oleh Nature di edisi 3 Juli 2020, Rossman menyebut R tidak dapat menangkap status epidemi terkini. Bahkan, dalam situasi jumlah kasus rendah angka R malah dapat melonjak-lonjak naik-turun tajam. 

Data R juga adalah angka rata-rata populasi. Ini akan rentan menyamarkan angka variasi lokal.

Contoh paling sederhana buat membayangkannya, total poin 10 dalam kumpulan 10 orang bukan berarti setiap orang pasti berkontribusi satu poin.

Bisa saja, satu orang memasok delapan poin sementara dua poin dibagi sembilan orang. Ini analogi kritis yang juga relevan dengan aneka pendekatan makro yang ketika angkanya bagus cenderung diglorifikasi.

Analogi tersebut tinggal dibawa ke ranah wilayah dan daerah. 

Terlalu banyak perhatian atas angka R, lanjut Rossman, dapat mengaburkan pentingnya aneka langkah lain, seperti tren data kasus baru, kematian, dan pasien yang dirawat di rumah sakit, serta survei cohort yang dapat melihat jumlah orang dalam populasi saat ini yang tengah terpapar wabah atau mendata mereka yang pernah terpapar sebelumnya. 

Suara lebih keras dinyatakan pakar penyakit menular dari University of Edinburgh, Mark Woolhouse, di tulisan Nature tersebut. Menurut dia, epidemiolog cenderung tak mau menonjolkan angka R tetapi sebaliknya politisi tampak menggenggam angka-angka ini dengan sangat antusias. 

"Kami khawatir bahwa kita telah menciptakan monster. (Angka) R tidak memberi tahu kita tentang apa yang kita perlu tahu untuk mengelola (wabah) ini," kata Woolhouse seperti dikutip dalam artikel Nature tersebut. 

Nature edisi itu pun mengupas asal-usul indikator R—baik R0 yang merujuk ke penyebaran awal dan Rt dalam perkembangan kasus sesudahnya—yang bermula sekira abad lalu dari riset tentang pertumbuhan penduduk, yaitu untuk mengukur populasi bertambah atau tidak.

Prinsip yang sama dipakai dalam melihat kasus wabah, untuk mengukur penyebaran infeksi di dalam populasi. Asumsi yang dipakai, jika R adalah 2 maka diartikan dua orang yang terinfeksi suatu penyakit secara rata-rata akan menginfeksi empat orang lain, yang juga kemudian menginfeksi lagi delapan orang beda lagi, dan seterusnya.

Ukuran ini memungkinan pembuat pemodelan untuk menakar tingkat penyebaran, bukan kecepatan pertumbuhan infeksi. Kecuali pengujian populasi di seluruh wilayah dilakukan secara teratur, epidemiolog tidak dapat mengukur R—sebagai laju penyebaran—secara langsung.

Karenanya, langkah yang jamak dilakukan pembuat pemodelan pada umumnya adalah menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu melihat jumlah kasus dan angka kematian pada saat ini dan kurun sekian waktu sebelumnya, kemudian membangun sejumlah asumsi dari situ lalu menurunkannya sebagai angka R. 

Meskipun, Nature juga menggarisbawahi bahwa di awal pandemi angka R0 sangat penting bagi pemodelan untuk mengenali cara suatu penyakit menyebar atau menular.

Itu pun, asumsi R0 bahwa setiap orang di dalam populasi rentan terinfeksi pun pada umumnya tidak selalu benar meski menjadi mungkin juga terjadi untuk kasus seperti Covid-19 yang dipicu oleh SARSCoV-2 dan gampang sekali menular. 

Yang jadi masalah adalah ketika angka-angka R menjadi lebih identik dengan Rt—sering juga disebut dengan Re atau R efektif—yang dihitung dari waktu ke waktu saat wabah sedang berkembang. 

Menjadi masalah karena R ini variatif, tergantung pada dinamika sosial di suatu wilayah. Bahkan virus paling menular pun akan sulit menyebar luas di daerah dengan populasi yang jarang saling bertemu.

Nature mencontohkan data Wuhan, Cina, yang pada Januari 2020 menyebut angka R0 di sana ada di kisaran 2-3. Setelah dilakukan lockdown, perkiraan mereka atas Rt pun menjadi "hanya" di kisaran 1 koma sekian. 

Terlepas dari perdebatan akademis dan teknis soal variabel R untuk mengukur tingkat pandemi Covid-19, saat Luhut mengumumkan pelevelan PPKM Jawa-Bali pada Senin (15/11/2021) dalam tone positif itu dia juga menyatakan bahwa sepekan terakhir sebelum pengumuman itu ada peningkatan kasus baru dan peningkatan jumlah pasien yang masuk ke rumah sakit.

Arti situasi pandemi Jawa-Bali

Sengaja tulisan ini dibuka dengan hunjaman segala pertanyaan. Karena, perbaikan status PPKM bagi banyak wilayah di Indonesia adalah kabar baik sekaligus kotak pandora, baik bagi penanganan Covid-19 maupun pemulihan perekonomian nasional.

Jawa-Bali lagi-lagi menjadi kunci, seperti halnya ketika pandemi Covid-19 menggila di Bumi Pertiwi. Kali ini, Jawa-Bali pun menjadi kunci karena di sinilah magnet terkuat perekonomian nasional masih berlokasi, terutama di Jakarta dan Bali. 

Ekonomi Bali secara keseluruhan tidaklah terlalu luar biasa. Namun, kinerja ekonomi Bali itu nyaris sepenuhnya ditopang oleh satu sektor, yaitu pariwisata. Ini yang tidak biasa.

Yang kemudian menjadikan Bali teramat penting, kontribusi sektor pariwisata Bali bagi perekonomian nasional melampaui kontribusi 33 provinsi lain di Indonesia dari sektor ini bila digabungkan sekaligus. 

Adapun Jakarta, tak bisa dibantah masih merupakan episentrum bisnis dan ekonomi nasional. Titik. Kinerja ekonomi Ibu Kota juga berimpitan teramat erat dengan kabupaten kota penyangga di sekitarnya, dari Jawa Barat dan Banten.

Seperti sudah teramat sering muncul di pemberitaan, Jakarta pada hari kerja dan hari libur itu beda level kesesakannya. Bukan rahasia, banyak para pencari sesuap nasi dan segenggam permata di Jakarta tinggal di Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang Selatan, dan Tangerang. 

Situasi ini menjadikan perbaikan status level PPKM Jakarta pun jadi menantang. Ketika pekerja sudah dimungkinkan untuk kembali lebih banyak beraktivitas di kantor dan area Jakarta, bayangkan saja interaksi langsung yang terjadi dalam perjalanan sesak KRL dan ruang sempit perkantoran. 

Pergerakan dan dinamika manusia di Jakarta berbeda dengan Surabaya, Jawa Timur. Meski menempati peringkat kedua penyumbang kontribusi terbesar bagi perekonomian Indonesia, Surabaya tak sebanyak dan setergantung Jakarta dalam hal lalu lintas pekerja dan manusia. 

Beda lagi juga saat membahas Bali. Mencatat posisi unik saat awal pandemi dengan pertambahan rendah kasus baru dan kesembuhan yang melebihi wilayah lain, Bali dalam perjalanan pandemi pun akhirnya tumbang. 

Menjadi fatal bagi Bali, sekali lagi karena nyaris seluruh denyut nadi perekonomian Pulau Dewata tergantung pada sektor pariwisata saja. Satu lagi, saking terkenalnya Bali—bahkan melebihi Indonesia di tataran awam global—, kabar tidak sedap bisa merisak dan merusak reputasi, satu hal terpenting dalam bisnis jasa apa saja seperti pariwisata. 

Karena itu, setiap perbaikan status penanganan Covid-19 di Bali merupakan pertaruhan besar karena yang memantau memang sedunia. Gampangnya, orang mau piknik ke Bali, belum tentu juga negara asalnya kasih izin kalau tak benar-benar yakin situasi pandemi di pulau ini sudah meminimalkan risiko ada virus ikut pulang kampung kelak. Begitulah. 

Ada tuntutan level kedewasaan tersendiri yang semacam takdir semesta bagi Bali dalam setiap langkahnya. 

Lonjakan-lonjakan kasus di musim liburan sejak 2020 hingga 2021 patut jadi pelajaran juga. Bukan untuk dilarang sama sekali apalagi berlaku terus-menerus, tentu saja. Ekonomi juga butuh bergerak lagi, memang.

Namun, kelalaian sekejap dari satu atau dua orang apalagi banyak orang bisa menjadi bak pukulan jab tajam bagi penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi itu sendiri. Yang telak terpukul bahkan bisa jadi terkapar tak sanggup bangun lagi ya kita-kita sendiri.

Lalu?

Sebuah tagar unik beberapa waktu terakhir kerap hilir mudik di lini masa media sosial dan pemberitaan, yaitu tagar #nikahkanvaksinmasker.

Bahkan, sebuah gerakan non-profit, Gerakan Pakai Masker, meluncurkan serentetan video-video kreatif "nikah massal" untuk itu bersama beragam cara dan sarana ajakan lain. Salah satunya, seperti yang mereka unggah di akun media sosialnya, seperti berikut ini:

Bahkan mereka yang beraktivitas dan berdomisili di daerah dengan status PPKM level 1 masih berisiko juga ketika menyambangi wilayah tetangga dalam hal pelevelan PPKM yang bisa kita pahami setara dengan level risiko pula. 

Ada lebih banyak kabupaten kota berstatus PPKM Level 1 dikitari daerah dengan status PPKM Level 2 bahkan PPKM Level 3.

Bayangkan, dari Kota Semarang mau piknik ke Kota Yogyakarta itu harus lewat rute Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Magelang lagi, Kabupaten Sleman, dan baru sampai ke Kota Yogyakarta. 

Pilihan lain, melewati Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sleman, dan baru sampai ke Kota Yogyakarta. Cek lagi di peta interaktif ini, status masing-masing dalam pelevelan PPKM, lalu takar risiko masing-masing:

Ada banyak kabar baik, ada banyak kekhawatiran juga

Dengan begitu, kabar baik soal 26 kota di Jawa Bali sudah berstatus PPKM level 1 bukan berarti napas sudah boleh benar-benar lega serasa santai di pantai. Kewaspadaan dan saling jaga masih jadi kebutuhan bersama. 

Kabar baik lain memang juga ada. Level vaksinasi yang sudah memenuhi target WHO bagi setiap negara, misalnya. 

WHO menuntut setiap negara untuk setidaknya pada akhir 2021 sudah melakukan vaksinasi bagi 40 persen populasi.

Hingga 17 November 2021 pukul 15.30 WIB, data di situs covid19.go.id menyebutkan 131.292.871 orang telah mendapatkan vaksin dosis pertama dan 85.370.684 orang menerima vaksin dosis kedua. 

Target yang dipatok pemerintah, vaksinasi menjangkau 208 juta orang. Dari data di atas, vaksin dosis pertama sudah diberikan ke 63 persen target dan dosis kedua sudah diterima oleh 41 persen target.

Abaikan dulu kontroversi—kalau ada—tentang sebaran dan validitas data ya. Anggap saja semua presisi dan valid. Ada yang lebih penting, yaitu yang belum tervaksin hingga saat ini adalah mereka yang lebih sulit menjangkau atau sebaliknya dijangkau akses vaksin. 

Kabar baik lain adalah soal obat untuk Covid-19. Kali ini benar-benar obat yang berarti diberikan kepada mereka yang kedapatan terinfeksi Covid-19. Terkini, salah satu produsennya pun berjanji akan membuat versi generik, versi murah dalam bahasa sehari-hari.

Yang jadi soal dari kabar baik ini adalah, obat dimaksud hanya efektif untuk mereka yang memang lagi di tengah serbuan infeksi virus, bukan mencegah kena.

Ketika orang yang kena ini masuk golongan tak bergejala, belum divaksin, dan malas pakai masker, kira-kira apa yang terjadi?

Obat belum tentu sudah ada, iya kalau ketahuan juga kena Covid-19 karena tak bergejala, sementara virusnya sudah nempel ke orang-orang di sekitarnya, yang bisa jadi orang-orang terkasihnya dan belum tentu punya imunitas memadai pada saat itu.

Jadi, bahkan saat penemuan obat ini merupakan sebuah lompatan besar dalam dua tahun cengkeraman pandemi, vaksinasi dan tertib disiplin menjalankan protokol kesehatan tetap menjadi penangkal yang tak bisa disingkirkan segera.

Ini belum membahas soal kontroversi pil itu juga ya. Dari sistem kerjanya, obat berbentu pil tersebut bekerja di ranah genetika.

Sejumlah pakar per-virus-an mengaku masih menyisakan ruang khawatir bahwa penggunaan yang tidak ketat atas obat ini kelak bisa memunculkan mutasi baru virus Covid-19 ke level berikutnya. Soal ini antara lain muncul dalam artikel di Science dan blog Forbes. 

Penyanding buat gambaran adalah soal penggunaan obat antibiotik yang tak tuntas. Banyak riset dan fakta lapangan mendapati disiplin orang dalam mengonsumsi antibiotik saat ini sebenarnya pun sudah teramat mengkhawatirkan.

Ada yang sedikit-sedikit meriang langsung telan antibiotik, ada pula yang tak mengonsumsi seluruh dosis yang diresepkan seketika merasa badan sudah enak. Dua-duanya memunculkan fenomena kebutuhan dosis antibiotik yang terus meningkat dari waktu ke waktu karena bakterinya sudah kebal dengan dosis standar.

Di kasus ekstrem, ketidakdisiplinan—dengan nuansa tergila-gila juga pada antibiotik, terutama dalam kasus-kasus peresepan dan konsumsi antibiotik untuk situasi yang belum benar-benar membutuhkannya—memunculkan orang-orang yang tak bisa lagi diobati dengan antibiotik atau sebaliknya kehadiran bakteri-bakteri yang tak mempan lagi diobati dengan antibiotik (super-bakteri). 

Pilihan-pilihan hari ini

Karenanya, dalam situasi dalam banyak ketidakpastian dan aneka faktor masih bergerak dinamis seperti ini, protokol kesehatan untuk Covid-19 masih jadi pilihan waras dan masuk akal untuk terus ditegakkan dan disiplin dijalankan dalam keseharian kita. 

Kedua, sebagai ikhtiar menangkal penyebaran lebih luas, vaksinasi yang sudah melewati sejumlah pengujian dan ada ragam pilihan jenis telah tersedia, gratis pula hingga saat ini, adalah upaya yang patut dijalani bersama. 

Pilihan terkini dengan hadirnya temuan obat yang diklaim mematahkan kemampuan SARSCoV-2 mereproduksi diri itu, satu hal yang pasti adalah barangnya belum ada di Indonesia. Paling cepat juga baru tahun depan, salah satu merek dijanjikan datang oleh pemerintah. Belum tentu gratis juga. 

Hidup mengajarkan kita tentang saat-saat harus membuat pilihan dalam situasi tersulit. Tambahkan bobot, keputusan yang kita buat kali ini tak hanya menyangkut dan berdampak ke diri sendiri, tetapi juga ke banyak orang.

Mereka yang terdampak oleh keputusan langkah kita di tengah keberadaan Covid-19 ini mulai dari orang terkasih di sekeliling kita hingga orang banyak yang sama sekali tak kita kenal tapi mungkin dalam sepersekian detik berpapasan dengan kita di jalan. 

Soal perang pemikiran, silakan saja. Yang jelas, tidak semua orang punya imunitas dan daya hidup yang cukup untuk menangkal Covid-19. Sudah terlalu banyak air mata, energi, dan sumber daya yang tergerus dalam 21 bulan berjalan Ibu Pertiwi dihajar Covid-19. Belumkah cukup? 

Satu hal yang juga pasti, tak cukup mengeluhkan ekonomi sulit, kalau tak mau sama-sama berupaya menangkal sebab awal pembatasan pergerakan orang—yang menjadi basis bagi ekonomi untuk bergerak.

Sudah. Tabik.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://money.kompas.com/read/2021/11/17/160845626/jakarta-ppkm-level-1-bali-level-2-sekian-kota-level-1-2-dan-3-lalu-apa

Terkini Lainnya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Whats New
BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke