Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kala Jokowi dan Sri Mulyani Kompak Kesal Belanja Pemda Selalu Lelet

JAKARTA, KOMPAS.com - Belanja pemerintah daerah kerap menjadi sorotan pemerintah pusat, utamanya ketika pandemi Covid-19.

Kekesalan itu muncul ketika Jokowi melihat dana Pemda yang menganggur di bank kembali meninggi, yakni mencapai Rp 226 triliun.

Dana menganggur ini lebih besar dibanding akhir September 2021 yang sebesar Rp 194,12 triliun.

Simpanan dana Pemda ini juga naik Rp 15,16 triliun atau 8,47 persen dari posisi Agustus 2021.

Jokowi jengkel karena tahun 2021 tinggal sebulan lagi. Seharusnya dana tersebut digunakan hingga akhir tahun untuk kepentingan masyarakat dan pembangunan di wilayah masing-masing.

"Saya harus ngomong apa adanya, masih ada tadi pagi (uang Pemda di bank). Ini sudah akhir November, tinggal sebulan lagi. Tidak turun justru naik," tegas Jokowi dalam Rakornas dan Anugerah Layanan Investasi 2021, Rabu (24/11/2021).

Jokowi meminta Pemda menghabiskan anggaran sebelum sibuk mengejar investasi. Menurut dia, investasi adalah sumber dana kedua setelah APBD untuk memberdayakan daerah.

Bila dana yang berasal dari dua sumber itu terealisasi dengan baik, maka multiplier effect-nya pun akan tercipta.

"Ini perlu saya ingatkan, uang kita sendiri saja tidak digunakan, kok ngejar orang lain untuk uangnya masuk. Logikanya enggak kena," beber Jokowi.

Selang sehari setelahnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut hal serupa.

Dana pemda yang mengendap di bank lebih tinggi dibanding posisi bulan Mei yang mencapai Rp 172 triliun, dan bulan Juli sebesar Rp 173 triliun.

Dana menganggur ini sedikit banyak berpengaruh pada belanja pemerintah daerah. Tercatat, belanja Pemda terkontraksi -2,21 persen hingga Oktober 2021. Dari pagu Rp 1.223 triliun, belanja pemda baru mencapai Rp 689,7 triliun.

"Realisasi belanja APBD memang mengalami perlambatan dan ini merupakan masalah yang cukup serius. Belanja turun 2,21 persen, pada saat pemerintah ingin melalukan dukungan terhadap pemulihan ekonomi melalui belanja baik pusat dan daerah," ucap Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, belanja APBD yang baru terealisasi setengahnya berpotensi mengerek tinggi SILPA di akhir tahun.

Padahal, belanja tersebut harus dikeluarkan untuk pendidikan, kesehatan, dan belanja perlindungan sosial.

Per Oktober 2021, belanja perlindungan sosial justru -27,8 persen atau hanya Rp 7,25 triliun. Penyerapannya baru 0,6 persen terhadap APBD.

Belanja perlinsos ini bahkan lebih rendah dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 10,04 triliun.

Begitu juga belanja di bidang kesehatan. Belanja kesehatan -1 persen dengan realisasi sekitar Rp 113,09 triliun. Belanja di sektor ini baru mencapai 9,2 persen terhadap APBD.

"Nanti bulan Desember banyak terjadi pembayaran-pembayaran. Tapi ini masih merupakan SILPA yang cukup ajeg. Jadi ini menimbulkan suatu persoalan yang perlu dipecahkan bagaimana APBD yang kita berikan tidak berhenti dan kemudian menjadi dana yang disimpan di bank," sebut Sri Mulyani.

Dari yang terealisasi, belanja pegawai masih mendominasi keseluruhan belanja Pemda. Belanja pegawai mencapai lebih dari Rp 200 triliun, kemudian diikuti belanja barang sebesar Rp 178,41 triliun.

"Kita harap Pemda bisa akselerasi karena ini sisa 1 bulan terakhir. Dan terkonfirmasi dana Pemda di bank mencapai Rp 226 triliun, ini tertinggi," pungkas Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2021/11/26/092231826/kala-jokowi-dan-sri-mulyani-kompak-kesal-belanja-pemda-selalu-lelet

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke