Proyek EOR merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030.
Pasalnya, Indonesia diyakini masih memiliki potensi cadangan minyak dan gas bumi menjanjikan. Sekarang masalahnya adalah keinginan untuk bisa temukan cadangan tersebut.
Hal itu penting karena berbagai instrumen untuk mendorong pencarian cadangan migas sudah disediakan oleh pemerintah.
Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menegaskan bahwa dengan penerapan proyek EOR, penurunan produksi migas dapat ditekan atau bahkan ada potensi peningkatan produksi.
Dia menilai berbagai hal pendukung yang dibutuhkan para pelaku usaha untuk terapkan EOR sudah disediakan oleh pemerintah. Sementara dari sisi teknologi juga sudah tersedia. Sehingga tersisa hanyalah keinginan untuk mengimplementasikannya.
Dia menuturkan jika memang teknologi belum tersedia di tanah air, kontraktor bisa bekerja sama dengan mitra yang sudah menguasai teknologi tersebut.
“Langsung diterapkan (EOR) teken kontrak dengan vendornya (mitra), apalagi ini konsepnya ‘No Cure No Pay’ dicontoh saja kontrak yang sudah ada, simpel kalau sudah ada contoh real yang sudah berhasil,” kata Djoko dalam keterangannya, Jumat (26/11/2021).
Dalam data pemerintah, ke-34 kandidat lapangan tersebut adalah sebagai berikut:
Inisiasi untuk terapkan EOR dengan menginjeksikan CO2 saat ini secara intensif sedang dikaji di lapangan Sukowati dan Gundih.
Kemudian EOR memanfaatkan bahan kimia atau chemical EOR sebagai salah satu strategi utama untuk meningkatkan produksi minyak sebenarnya juga sudah dilakukan di lapangan Tanjung.
Kini kelanjutan pilot project di sana adalah untuk temukan bahan kimia yang tepat dan sesuai dengan karakteristik reservoir sehingga bisa diterapkan secara penuh (full scale).
Sementara untuk chemical EOR lainnya juga sudah diterapkan di blok Rokan ketika masih dioperatori oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Penerapan chemical EOR tersebut rencananya akan kembali dilakukan oleh Pertamina melalui afilisasinya sebagai operator di Rokan yakni Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Rencananya PHR akan sodorkan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) proyek EOR-nya pada Januari 2022.
Menurut Djoko, data yang ada menunjukkan potensi untuk meningkatkan produksi migas cukup besar, sehingga pelaku usaha tinggal putuskan dimana lokasi yang tepat untuk dilakukan penerapan EOR tersebut.
“Inisiatif dari vendor dan KKKS tinggal tunjuk aja kan dan kasih info sumur minyak mana yang perlu dinaikan produksinya,” tegas Djoko.
Kebutuhan akan penemuan cadangan migas baru ini cukup mendesak pasalnya realisasi produksi migas nasional terus alami penurunan mengingat umur sumur-sumur produksi migas Tanah Air, terutama minyak sudah tidak lagi muda.
SKK Migas sendiri sudah mencanangkan target produksi minyak sebesar 1 juta Barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030.
Guna membahas target besar tersebut, lembaga ini akan menyelenggarakan The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG 2021) yang akan diselenggarakan secara hybrid dari 29 November sampai 1 Desember 2021.
Sementara itu, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menuturkan, untuk produksi migas tahun 2030 seperti yang sudah dipatok oleh pemerintah diperlukan investasi yang dipastikan tidak akan sedikit.
Menurut Pri Agung, untuk bisa mencapai target tersebut paling tidak perlu tambahan 2 sampai 4 penemuan.
“Kenapa bisa perlu 2-4? Karena lapangan existing ke depan pasti akan menurun produksinya. Jadi, berapa jumlah investasi yang diperlukan, kurang lebihnya ya investasi dari mulai untuk eksplorasi untuk menemukan lapangan tersebut dan kemudian memproduksikannya,” ujar dia.
https://money.kompas.com/read/2021/11/26/212244026/apa-kabar-34-lapangan-migas-kandidat-proyek-eor-indonesia