Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anggota Komisi VI DPR Nilai Aksi Mogok Kerja Serikat Pekerja Pertamina Benuansa Politis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus, mempertanyakan sikap dan ancaman dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang melakukan aksi mogok kerja menuntut pencopotan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Dia pun menilai aksi tersebut lebih berbobot politis dari pada perjuangan normatif buruh.

Deddy mengatakan, dalam surat ancaman mogok tersebut, tidak secara gamblang menyebutkan hal-hal apa yang menjadi masalah antara serikat pekerja dengan Pertamina.

Misalnya, tak jelas poin apa dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dianggap merugikan pekerja, sehingga mengeluarkan ancaman mogok kerja itu.

“Dan regulasi juga mengatur jika PKB yang baru tidak disetujui maka yang lama tetap dipakai hingga ada kesepakatan baru. Jadi tidak ada alasan untuk mogok secara besar-besaran,” kata Deddy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/12/2021).

"Setahu saya, apa yang diterima oleh karyawan Pertamina jauh lebih baik dibanding perusahaan manapun, termasuk pekerja di BUMN lainnya,”sambungnya.

Oleh karena itu, Deddy merasa ancaman mogokkerja itu adalah manuver politik belaka. Sebab terkesan serikat pekerja ingin menyandera jajaran Direksi Pertamina disaat memasuki Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022.

“Kesan saya, mereka ingin Pertamina lumpuh, sehingga gagal mengamankan pasokan di masa liburan panjang ini,” ujar dia.

Lebih jauh, dia menganalisa tujuan utama ancaman mogok kerja tersebut adalah untuk menuntut pergantian Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Hal itu menjadi satu dari 3 tuntutan dan dua lainnya adalah mengenai PKB dan Hubungan Industrial.

Oleh karena itulah Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini berharap agar elite serikat pekerja Pertamina menjelaskan masalah sebenarnya yang mereka tuntut sehingga mengeluarkan ancaman mogok kerja.

“Jika tidak, akan berkembang spekulasi yang merugikan Pertamina dan serikat pekerja itu sendiri. Sudah banyak isu berkembang di luar yang menyatakan bahwa kemelut kali ini adalah bagian dari upaya untuk menjatuhkan Dirut belaka. Sepertinya, elite serikat pekerja punya agenda lain dengan pihak-pihak yang ingin menduduki kursi Direktur Utama," urainya.

Menurut Deddy, isu ini bisa saja benar jika melihat bahwa tuntutan utama FSPPB ini adalah penggantian Dirut Pertamina. Seolah-olah hanya Dirut Pertamina lah yang bertanggung jawab soal hubungan industrial atau Perjanjian Kerja Bersama itu.

Jika tidak ada unsur politisnya, seharusnya serikat pekerja menuntut pergantian seluruh jajaran Direksi dan Komisaris Pertamina. Sebab, lanjut dia, tidak mungkin soal seperti itu diputuskan sendirian oleh direktur ttama.

“Menuntut pergantian Dirut bukanlah hal yang lazim dalam perjuangan normatif pekerja. Jadi ketika poin-poin hubungan industrialnya tidak jelas, wajar saja kalau diluar isu soal kongkalikong elit Pekerja Pertamina mau menjatuhkan Dirut ini muncul,” ujar Deddy.

Lebih jauh, Deddy mengingatkan seluruh karyawan Pertamina mengenai tugas perusahaan begara itu dan pentingnya mereka bagi bangsa sebagai objek vital nasional. Oleh karena itu, anggota Komisi VI DPR ini meminta negara dan direksi Pertamina mengambil tindakan tegas sesuai regulasi jika elite serikat pekerja tetap memaksakan mogok besar-besaran di saat memasuki libur Nataru ini.

“Saya berharap para karyawan kembali pada nurani masing-masing dan melihat apakah benar ada kegentingan yang memaksa hingga harus melakukan mogok massal saat ini.,” tegasnya.

“Serikat Pekerja akan berhadapan dengan rakyat banyak jika sampai pelayanan Pertamina terhenti saat sangat dibutuhkan, hanya karena ulah dan ambisi elitnya yang tidak jelas,” pungkasnya.

Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyerukan aksi mogok kerja menuntut pencopotan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Pemberitahuan rencana mogok kerja ini disampaikan serikat pekerja melalui Surat dengan Nomor 113/FSPPB/XII/2021-TH bertanggal 17 Desember 2021. Aksi mogok kerja ini direncanakan akan berlangsung dari Rabu, 29 Desember 2021 mulai pukul 07.00 WIB hingga Jumat, 7 Januari 2022 pukul 16.00 WIB.

"Dan dapat diperpanjang sampai dengan dipenuhinya tuntutan pekerja berdasarkan surat FSPPB kepada Menteri BUMN Republik Indonesia No. 110/FSPPB/XII/2021-ON3 tertanggal 10 Desember 2021 perihal Permohonan Pencopotan Direktur Utama PT Pertamina (Nicke Widyawati)," demikian bunyi surat yang ditandatangani Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Sekretaris Jenderal FSPPB Sutrisno.

Aksi mogok kerja ini direncanakan akan diikuti pekerja Pertamina Group anggota Serikat Pekerja Pertamina yang menjadi anggota FSPPB dan akan dilakukan diseluruh wilayah kerja PT Pertamina (Persero) holding dan subholding.

Merujuk surat tersebut, ada 5 poin yang menjadi alasan aksi mogok kerja ini yakni, tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Pertamina (Persero) antara pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB.

Lalu, pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB gagal melakukan perundingan. Kemudian, tidak adanya itikad baik dari Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati untuk membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

https://money.kompas.com/read/2021/12/22/150000426/anggota-komisi-vi-dpr-nilai-aksi-mogok-kerja-serikat-pekerja-pertamina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke