Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kaji Dampak ke PLN, Pemerintah Tahan Penerapan Aturan PLTS Atap

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menahan implementasi dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, Permen yang diundangkan pada 20 Agustus 2021 lalu itu, sedang dikaji ulang terkait dampak dari penerapannya.

"Untuk sekarang memang masih kami hold (tahan) Permen 26/2021 ini," ungkapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (17/1/2022).

Ia mengatakan, kaji ulang Permen 26/2021 tak hanya dilakukan oleh Kementerian ESDM, tapi juga melibatkan kementerian lainnya, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Kami melalui kantor Setkab (Sekretariat Kabinet) sedang mengkonfirmasi angka-angka yang kita susun, seperti apa nanti pengaruhnya kepada sistem yang ada di PLN," jelas dia.

Dadan mengatakan, finalisasi peninjauan beleid tentang PLTS atap itu akan dibahas rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Namun, ia belum bisa memberikan waktu pasti rapat dilakukan.

"Mudah-mudahan ini akan dilakukan segera untuk memastikan bahwa Permen ini bisa dieksekusi," kata dia.

Ia menjelaskan, setidaknya ada lima poin perubahan terkait PLTS Atap seiring dengan terbitnya Permen 26/2021 dibandingkan aturan sebelumnya di Permen 49/2018.

Pertama, ketentuan ekspor listrik menjadi 100 persen dari semula 65 persen. Artinya PLN wajib untuk membeli 100 persen listrik dari sisa daya PLTS Atap yang tidak terpakai oleh pelanggan.

Kemudian perpanjangan penihilan menjadi 6 bulan dari semula 3 bulan. Hal ini artinya akumulasi selisih antara energi listrik yang diekspor dan diimpor ke atau dari PLN, tagihannya akan dinihilkan per 6 bulan setiap 30 Juni dan 31 Desember.

Kedua, mekanisme pelayanan berbasis aplikasi dan pelayanan menjadi lebih singkat semula 15 hari menjadi 5 hari.

Ketiga, Pelanggan PLTS atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon.

"Ini sedang dibahas, jadi sedang dikoordinasikan dengan Kemenko Kemaritiman dan Investasi untuk regulasi-regulasi terkait dengan Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon," jelasnya.

Keempat, aturan mengenai PLTS atap diperluas dari yang saat ini hanya pelanggan PLN, tetapi juga ke pelanggan di wilayah usaha non-PLN.

Kelima, membuat pusat pengaduan sistem PLTS atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS atap. Saat ini pusat pengaduan tersebut belum ada.

"Pusat pengaduan ini untuk menerima dan menindak pengajuan dari implementasi PLTS atap," pungkas Dadan.

https://money.kompas.com/read/2022/01/17/210500626/kaji-dampak-ke-pln-pemerintah-tahan-penerapan-aturan-plts-atap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke