Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lebih Hemat Pakai Kompor Listrik atau Gas? Begini Hitungan PLN

Di sisi lain, PLN menilai pada dasarnya pemakaian kompor listrik lebih murah ketimbang kompor gas. Saat ini, pemakaian elpiji memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, bila dicermati, maka harga elpiji yang ada di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN, sehingga nampaknya lebih murah tapi sebenarnya tidak.

Ia menjelaskan, harga keekonomian elpiji sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kilogram. Tetapi kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) gas subsidi dibanderol Rp 7.000 per kilogram. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi elpiji per kilogram.

"Jadi seakan-akan elpiji ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," ujarnya Darmawan dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022).

Oleh karena itu kata dia, bila menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kilogram elpiji setara dengan 7 kWh listrik, maka harga keekonomian 1 kilogram elpiji yaitu Rp 13.500. Harga tersebut mahal dari 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250.

Dengan begitu kata Darmawan, harga keekonomian menggunakan elpiji lebih mahal Rp 3.250 per kilogram dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

Darmawan menyadari, dengan adanya program peralihan dari kompor gas ke kompor listrik maka akan berdampak pada peningkatan kebutuhan listrik. Ia pun memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan PLN dalam kondisi cukup.

Menurut dia, hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW).

"Dengan program ini, akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 gigawatt," kata dia.

Tekan impor elpiji dan menghemat anggaran negara

Ia menambahkan, dengan beralih ke kompor listrik maka ketergantungan terhadap impor elpiji pun bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi.

Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau (current account defisit/CAD) akibat impor elpiji secara perlahan juga dapat diselesaikan.

Saat ini, impor elpiji dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor elpiji bisa mencapai Rp 67,8 triliun.

"Arahan Bapak Presiden sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor elpiji ke kompor induksi," kata dia.

Langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi elpiji dalam APBN yang terus membengkak. Tahun tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi elpiji, dan diperkirakan menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.

Menurut Darmawan, anggaran subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai elpiji pun nantinya dapat dialihkan ke program lainnya seperti seperti pendidikan, infrastruktur, dan air bersih.

Darmawan juga menilai, konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik.

"Ini agenda bersama. Kita gotong royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan," pungkasnya.

https://money.kompas.com/read/2022/02/15/184011426/lebih-hemat-pakai-kompor-listrik-atau-gas-begini-hitungan-pln

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke