Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Minyak Goreng Masih Mahal dan Langka, Giliran Harga Tahu Tempe Meroket

KOMPAS.com - Polemik harga minyak mahal belum juga terselesaikan hingga saat ini. Mahalnya minyak nabati ini jadi ironi di Indonesia, mengingat negara ini merupakan produsen sawit terbesar di dunia.

Program minyak murah pemerintah justru menimbulkan masalah baru, yakni kelangkaan. Padahal subsidi yang dikeluarkan pemerintah tidak sedikit, mencapai Rp 3,6 triliun.

Di berbagai daerah masyarakat justru mengeluh kesusahan mendapatkan komoditas tersebut. Di ritel modern contoh, rak-rak yang biasanya jadi etalase produk minyak goreng, lebih sering terlihat kosong.

Setali tiga uang, pedagang pasar tradisional maupun warung-warung juga mengaku tak menjual minyak goreng murah sesuai program pemerintah. Kalaupun ada stok minyak goreng, itu pun masih dibanderol dengan harga mahal.

Dikutip dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPN), mahalnya minyak goreng hingga menembus di atas Rp 20.000 per liter tidak merta terjadi dalam waktu singkat.

Dilihat dari pergerakan harga di PIHPS, kenaikan minyak goreng sebenarnya dilakukan para produsen secara bertahap sejak akhir Oktober 2021.

Pada September 2021, harga minyak goreng masih berada di kisaran Rp 14.000 hingga Rp 15.000 per liter. Baru pada akhir Oktober 2021, harga mulai naik di kisaran Rp 16.000 per liter.

Sebulan setelahnya atau di akhir November, harga minyak goreng sudah berada di level Rp 17.000 per liter, dan hingga di ujung tahun atau di 31 Desember 2021 harga minyak goreng Rp 18.000 sampai Rp 19.000 per liter.

Tren kenaikan harga minyak goreng secara bertahap oleh produsen berlanjut hingga tahun 2022. Di beberapa daerah, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 25.000 per liter, seperti yang terjadi di Gorontalo, provinsi yang sebenarnya juga jadi sentra perkebunan kelapa sawit.

PIHPS sendiri merupakan situs resmi yang dikelola Bank Indonesia (BI) yang memberikan acuan harga bahan pangan, terutama sembako, dari berbagai pasar di berbagai daerah Indonesia secara real time.

Sumber data pada situs ini merupakan survei langsung dari 82 kota/kabupaten sampel inflasi IHK. Data di dalam PIHPS Nasional mencakup data harga di pasar tradisional untuk 10 komoditi pangan dengan 21 varian yang cukup dominan dikonsumsi masyarakat dan merupakan komoditas yang menjadi sumber inflasi pangan.

Masalah tempe

Belum reda polemik harga minyak goreng mahal dan langka, kini masalah baru muncul yakni mahalnya harga kedelai yang merupakan bahan baku utama tempe dan tahu, dua makanan yang sangat akrab bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Harga kedelai dalam negeri mengalami peningkatan belakangan ini. Perajin tahu dan tempe di pulau Jawa kompak akan mogok produksi yang rencananya dilakukan selama 3 hari dari 21-23 Februari 2022 mendatang.

Berdasarkan data yang dilaporkan Kementerian Perdagangan, harga kedelai pada minggu pertama Februari 2022, mencapai 15,77 dollar AS per bushel atau berkisar di Rp 11.240 per kilogram.

Kemendag juga memprediksi dalam waktu dekat harga tempe dan tahu akan mengalami kenaikan di tingkat masyarakat.

Dirjen Perdagangan Dalam negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, jika harga kedelai mencapai Rp 12.000 per kilo, maka harga jual tempe di konsumen akhir akan naik hingga Rp 300 menjadi Rp 10.600 per kilogram. Sementara harga tahu naik Rp 50 menjadi per potong menjadi Rp700 per potong.

"Diperkirakan naik sampai Juli. Kalau Rp 12.000 tidak terlampaui ya. Sekarang ini harga kedelai masih Rp 11.500. Jadi harga tempe Rp 10.300 per kilogram dan tahu Rp 650 per potong," kata Oke dalam konferensi pers.

Penyebab kenaikan harga kedelai

Oke membeberkan kenaikan harga kedelai disebabkan terjadinya gangguan suplai kedelai dunia. Di Brasil misalnya, terjadi penurunan produksi kedelai yang diprediksi pada Januari akan mencapai 140 juta ton, menurun jadi 125 juta ton per 10 Februari 2022.

Kemudian, faktor lainnya karena adanya inflasi di Amerika Serikat yang mencapai 7 persen yang berdampak pada harga input produksinya.

"Terjadi shortage tenaga kerja, dan kenaikan biaya sewa lahan dan ketidakpastian cuaca di negara produsen yang mengakibatkan petani kedelai di AS menaikkan harga," beber Oke.

Adapun pengaruh dari kenaikan harga kedelai dunia ini akan memecut harga kedelai di dalam negeri di tingkat perajin tahu dan tempe.

"Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa kenaikan harga kedelai dunia ini berdampak pada kenaikan harga kedelai di tingkat pengrajin tahu dan tempe. Dan hal ini akan mempengaruhi ujungnya yaitu harga produk turunan dari kedelai terutama yang paling penting di sini adalah tempe dan tahu," terang Oke.

Kenaikan harga kedelai berimbas pada produksi para perajin tahu tempe. Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) berencana mogok produksi pada 21-23 Februari 2022.

Ketua umum Gakoptindo Aip Syarifudin mengatakan, rencana mogok ini terjadi lantaran naiknya harga kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tempe dan tahu.

"Perajin rumahan itu sehari beli kedelai 20 kilogram, untuk modal dagang biasanya beli kedelai Rp 9.000-Rp 10.000 per kilogram," ujarnya saat dihubungi Kompas.com.

"Anggaplah kalau mereka beli di harga Rp 10.000 per kilogram, modal Rp 200.000, sementara kalau dijual menjadi olahan tempe tahu dapatnya Rp 250.000 itu Rp 50.000 untuk makan dan Rp 200.000 untuk modal besoknya tapi karena harga kedelainya sudah naik yah sekarang di harga Rp 11.000 per kilogram yah enggak cukup," sambung dia.

Aip menuturkan, mogok produksi ini tidak dilakukan secara nasional. Hanya perajin tahu dan tempe rumahan yang tersebar di Jabodetabek hingga Jawa Barat yang rencananya melakukan aksi tersebut.

Aip mengaku sebenarnya pihaknya tidak ingin terjadi mogok produksi lantaran Kementerian Perdagangam sudah berupaya menaikan harga tahu dan tempe di pasaran. Belum lagi masalah tahu tempe adalah masalah kebutuhan banyak orang.

Dia juga mengaku telah mendapatkan telepon dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan yang meminta agar mogok produksi ini dibatatalkan.

"Barusan tadi (kemarin) Pak Dirjen telepon saya. Pak Aip jangan jadi mogoknya, kan sudah kami bantu. Lalu saya bilang ke Pak Dirjen, mereka itu ngumpulin orang tidak mudah. Ya saya jadi serba salah lah jadinya," beber Aip.

(Penulis: Elsa Chaterina | Editor: Aprillia Ika, Yoga Sukmana)

https://money.kompas.com/read/2022/02/18/081758026/minyak-goreng-masih-mahal-dan-langka-giliran-harga-tahu-tempe-meroket

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke