Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hutan Dibabat demi Sawit, Tapi Minyak Goreng Justru Langka dan Mahal

KOMPAS.com - Sejumlah kebijakan pengendalian harga minyak goreng di dalam negeri sudah digulirkan sepanjang Januari-Februari tahun ini. Namun bukannya harga turun, masyarakat justru menghadapi masalah baru, yakni kelangkaan minyak goreng.

Bak pepatah ayam mati di lumbung padi, meroketnya harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat negara ini adalah pengekspor minyak sawit, bahan baku utama minyak goreng, terbesar secara global.

Di sisi lain, keberadaan sawit selalu dikaitkan dengan deforestasi hutan tropis. Bahkan kebakaran hutan yang rutin terjadi setiap tahun di Indonesia, juga kerapkali disangkut-pautkan dengan pembukaan lahan kelapa sawit baru.

Dikutip data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hutan tropis di Indonesia terus menerus berkurang dari tahun ke tahun. Banyak lahan hutan dibuka, baik untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun peruntukan Pelepasan Kawasan Hutan.

Sebagai informasi, IPPKH adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan dari pemerintah untuk keperluan tambang maupun non-tambang seperti lahan jalan tol, jalan umum, jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, migas, dan geothermal.

Sementara Pelepasan Kawasan Hutan adalah izin perubahan peruntukan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan, salah satunya untuk perkebunan kelapa sawit.

Presiden paling banyak mengeluarkan izin

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK sempat merilis data periode tahun 1984-2020, di mana izin IPPKH dan Pelepasan Kawasan Hutan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Presiden Soeharto adalah Presiden Indonesia yang paling banyak penerbitkan Pelepasan Kawasan Hutan. Tercatat, antara tahun 1984-1998, jumlah hutan yang dilepas mencapai 3.468.801 ha.

Di era Presiden SBY yang berlangsung 10 tahun, terjadi Pelepasan Kawasan Hutan terbesar kedua yakni mencapai 2.312.603 ha. Saat pemerintahan BJ Habibie, Pelepasan Kawasan Hutan tercatat sebanyak 736.041 ha.

Berikutnya adalah era Presiden Jokowi yang menerbitkan Pelepasan Kawasan Hutan sebanyak 619.357 ha. Era Abdurrahman Wahid seluas 164.147 ha, dan terakhir paling sedikit di era Megawati seluas 3.702 ha.

Hutan yang dialihfungsikan dalam izin Pelepasan Kawasan Hutan tersebut belum menghitung lahan yang dilepas untuk izin IPPKH.

Contohnya di era Presiden Joko Widodo, jumlah IPPKH yang diterbitkan pemerintah yakni seluas 131.516 ha dengan rincian 117.106 ha untuk area tambang dan 14.410 ha untuk kawasan non-tambang.

Jumlah pelepasan IPPKH di era Jokowi terbilang cukup besar. Sebagai perbandingan, Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, hanya memberikan izin 66.251 ha. Penerbitan IPPKH di era Jokowi hanya kalah oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) yakni sebanyak 322.167 ha.

Kebun kelapa sawit terus bertambah pesat

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), selama 2014-2018, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,89 persen.

Penyusutan kebun sawit hanya terjadi pada tahun 2016 ketika luas kebun kelapa sawit sedikit mengalami penurunan sebesar 0,5 persen atau berkurang seluas 58.811 hektar.

Terlepas dari itu, sejak tahun 2014 hingga tahun 2018, total luas areal kelapa sawit bertambah 3.571.549 hektar. Angka tersebut kembali naik pada tahun 2019.

Total luas kebun kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2019 adalah 14.456.611 hektar, meningkat dari tahun 2018 seluas 14.326.350 hektar.

Pada tahun 2019, sebagian besar kelapa sawit di Indonesia diuasahakan oleh perusahaan besar swasta (PBS), yang mencapai 54,94 persen dari total luas lahan sawit di Indonesia.

PBS menguasai 7.942.335 hektar kebun sawit di Indonesia. Sisanya, kebun sawit diusahakan oleh perkebunan rakyat (PR) sebesar 40,79 persen dan perkebunan besar nasional sebanyak 4,27 persen.

Perkebuan kelapa sawit tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera dengan luas 7.944.520 hektar pada 2019.

Di Sumatera, perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di wilayah Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi.

Sementara itu, kebun sawit terluas di Indonesia kedua ada di Pulau Kalimantan dengan luas 5.820.406 hektar pada tahun 2019,meningkat dari tahun 2018 sebesar 5.588.075 hektar.

Di Kalimantan, perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di wilayah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Lebih lanjut, berikut ini 10 provinsi yang memiliki perkebunan sawit terbesar di Indonesia:

Dikuasai segelintir pengusaha

Masifnya pembukaan lahan untuk sawit tak lepas dari peran pemerintah yang memberikan izin pengelolaan jutaan hektare lahan kepada perusahaan-perusahaan besar melalui skema hak guna usaha (HGU).

Sejatinya dengan skema HGU, perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng besar menggarap perkebunan kelapa sawitnya di atas tanah negara.

Bahkan beberapa HGU perkebunan sawit besar, berada di atas bekas lahan pelepasan hutan. Kendati begitu, pemerintah tak bisa memaksa produsen menurunkan harga minyak goreng yang masuk dalam kebutuhan pokok masyarakat.

HGU sendiri merupakan pemberian tanah milik negara untuk dikelola pengusaha untuk dimanfaatkan secara ekonomi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan turunannya.

Untuk satu perusahaan sawit skala besar, bahkan bisa mendapatakn HGU hingga ratusan ribu hektare. Jangka waktu pengusaha mengelola HGU adalah 25 tahun dan bisa diperpanjang.

Sementara itu, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian pada periode 2015 - pertengahan 2021 masih didominasi investasi perkebunan sawit.

Investor kelapa sawit terbesar justru berasal dari Singapura. Sementara investor asal Malaysia berada di peringkat kedua.

Selain itu, banyak perusahaan kelapa sawit yang bermarkas di Singapura, juga diketahui dimiliki oleh pengusaha asal Indonesia, beberapa di antaranya masuk dalam deretan orang terkaya di Tanah Air.

Kebijakan DMO

Kendati harga rata-rata nasional berangsur turun, harga minyak goreng masih relatif tinggi, setidaknya masih di atas ketentuan harga eceran tertinggi (HET).

Pasokannya juga masih seret sehingga sebagian masyarakat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau di ritel modern ataupun di pasar tradisional dan warung-warung sembako.

Kalau pun tersedia minyak goreng, harganya masih dibanderol pedagang seharga kisaran Rp 20.000 per liter alias jauh di atas ketetapan HET pemerintah.

Padahal, kebijakan kewajiban pemenuhan kebutuhan pasar domestik (domestic market obligation/DMO) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan CPO olahan atau olein telah hampir tiga pekan bergulir.

Pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk menggelontorkan duit subsidi Rp 3,6 triliun untuk penyediaan minyak goreng murah seharga Rp 14.000 per liter.

https://money.kompas.com/read/2022/02/20/000600626/hutan-dibabat-demi-sawit-tapi-minyak-goreng-justru-langka-dan-mahal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke