Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Banyak Orang RI Tidak Menyadari, Tempe Dibuat dari Kedelai Transgenik

Kalangan produsen tahu-tempe di DKI Jakarta dan sekitarnya mogok produksi sehingga pada Senin-Rabu, imbasnya produk tersebut tidak tersedia di pasaran. Aksi mogok juga diikuti berbagai produsen tahu-tempe di sejumlah daerah di Tanah Air.

Mogok produksi dilakuka sebagai respons dari melonjaknya harga kedelai impor sebagai bahan baku tahu tempe. Mereka meminta pemerintah agar gejolak harga tak terus berulang.

Permasalahan kedelai impor seolah jadi lagu lama yang terus berulang dan belum bisa diselesaikan hingga saat ini. Presiden Jokowi bahkan sempat menjanjikan Indonesia bisa swasembada kedelai, namun realitanya masih jauh panggang dari api.

Impor kedelai terpaksa harus dilakukan mengingat produksi kedeai lokal selalu jauh dari kata cukup. Produksi kedelai lokal masih berada di bawah 800.000 ton, sementara kebutuhan kedelai domestik setiap tahunnya berkisar di atas 2 juta ton.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian (Kementan) Yuris Tiyanto menjelaskan, kedelai lokal mempunyai dua kelebihan dibandingkan dengan yang impor yaitu, kandungan gizi yang lebih tinggi dan organik alias bukan produk GMO. 

"Memang betul kalau kedelai kita itu kandungan gizinya tinggi. Kedua, kita non-GMO, itu non-transgenik. Kedelai luar itu kan GMO, ini yang tidak banyak diterangkan," kata Yuris dikutip dari Antara, Rabu (23/2/2022).

Sebagai informasi, Genetically Modified Organis (GMO) atau transgenik adalah rekayasa genetik yang dilakukan pada suatu tanaman untuk menghasilkan produk yang diinginkan.

Sederhananya, GMO adalah organisme, baik hewan, tanaman, maupun mikroorganisme yang telah diubah material genetiknya (DNA) secara sengaja, bukan secara alamiah. Sementara produk rekayasa genetika merupakan produk yang diproduksi dari atau menggunakan GMO.

Sebenarnya, ratusan tahun lalu, manusia telah merekayasa genetika beberapa komoditas pangan secara alami yaitu mengawinkan silang tanaman untuk mendapatkan ciri yang diinginkan.

Sebagai contoh, dulu jagung hanya merupakan rumput liar bernama teosinte yang berbiji kecil dan tidak banyak isinya. Namun, zaman dulu manusia telah berusaha untuk mendapatkan jagung yang sekarang kita kenal.

Beberapa produk rekayasa genetik alami sederhana lainnya seperti tomat dan berbagai macam buah-buahan yang berukuran besar dan rasa lebih manis.

Di banyak negara, produk-produk GMO kerapkali ditentang karena diyakini bisa berdampak buruk terhadap kesehatan apabila terlalu sering dikonsumsi manusia.

Banyak kalangan mengkhawatirkan risiko baru dari pangan hasil rekayasa genetika seperti alergi makanan, kenaikan resistansi antibiotik, dan dampak kesehatan manusia yang tidak diinginkan lainnya.

Di Amerika Serikat sendiri yang merupakan produsen kedelai dunia dan pemasok kedelai terbesar ke Indonesia, produk kedelai dari GMO selama puluhan tahun masih jadi kontroversi. 

Sementara untuk produk kedelai lokal Indonesia seluruhnya dipastikan terbebas dari GMO, bahkan bisa dikatakan merupakan produk organik yang sehat bagi tubuh.

"Kalau kedelai kita tidak ada rekayasa genetik, organik. Menurut saya itu lebih sehat sebetulnya," ujarnya.

Oleh karena itu, kandungan gizi yakni, protein yang lebih tinggi dan metode penanaman yang organik membuat kedelai lokal memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan kedelai impor.

Itulah, menurut Yuris, yang menjadi alasan mengapa rasa tempe dan tahu di sentra produksi kedelai seperti Jawa Tengah memiliki rasa yang lebih gurih dibandingkan tahu dan tempe yang diproduksi dari kedelai impor.

Namun, tentu saja selain kelebihan, kedelai lokal juga memiliki kelemahan yaitu, hasil panen yang tidak terstandar. Banyak petani kedelai yang memanen kedelai yang masih hijau sehingga produk akhirnya bercampur antara kedelai yang hijau dan kuning.

Selain itu, Yuris mengungkapkan bahwa tren produksi kedelai di Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun. Menurunnya produksi tersebut lantaran banyak petani kedelai yang beralih ke komoditas lain yang dinilai lebih menguntungkan ketimbang menanam kedelai.

Guru Besar Bidang Pangan, Gizi, dan Kesehatan IPB University sekaligus Ketua Forum Tempe Indonesia Made Astawan mengatakan, produktivitas kedelai di Indonesia berkisar setengah dari produktivitas kedelai di AS.

"Selain itu, keuntungan per hektar di tingkat petani masih lebih kecil dibandingkan dengan jagung ataupun padi. Akibatnya, petani memprioritaskan lahannya untuk menanam jagung dan padi,” ujar Made dikutip dari Kontan.

Made menambahkan, produktivitas kedelai di Indonesia berkisar 1,5-2 ton per hektar, sedangkan produktivitas di AS mencapai 4 ton per hektar. Produktivitas di AS lebih tinggi lantaran tanaman kedelai mendapatkan penyinaran matahari sekitar 16 jam, sedangkan Indonesia berkisar 12 jam.

Made memperkirakan, rata-rata impor kedelai Indonesia mencapai 2 juta-2,5 juta ton per tahun. Dari total volume impor itu, sekitar 70 persen di antaranya dialokasikan untuk produksi tempe, 25 persen untuk produksi tahu, dan sisanya untuk produk lain.

Sementara itu, rata-rata kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2,8 juta ton per tahun. Indonesia sebenarnya pernah mengalami swasembada kedelai pada tahun 1992. Saat itu produksi kedelai dalam negeri mencapai 1,8 juta ton.

Sementara, saat ini produksi kedelai menyusut drastis tinggal di bawah 800.000 ton per tahun dengan kebutuhan nasional sebesar 2,5 juta ton, terbanyak untuk diserap industri tahu dan tempe.

Kedelai lokal unggul dari impor dalam hal bahan baku pembuatan tahu. Rasa tahu lebih lezat, rendemennya pun lebih tingi, dan resiko terhadap kesehatan cukup rendah karena bukan benih transgenik.

Sementara kedelai impor sebaliknya. Sekalipun unggul sebagai bahan baku tahu, kedelai lokal punya kelemahan untuk bahan baku tempe.

Penyebabnya, ukuran kecil atau tidak seragam dan kurang bersih, kulit ari kacang sulit terkelupas saat proses pencucian kedelai, proses peragiannya pun lebih lama. Lalu setelah berbentuk tempe, proses pengukusan lebih lama empuknya.

Bahkan bisa kurang empuk. Dalam hal budidaya kedelai baik lokal maupun impor punya kelebihan masing-masing. Kedelai lokal memeliki umur tanaman lebih singkat 2,5 - 3 bulan daripada impor yang mencapai 5 - 6 bulan.

Benihnya pun lebih alami dan non-transgenik. Akan tapi dalam hal produktivitas dan luas lahan, kedelai impor lebih tinggi. Bila varietes lokal umumnya masih berproduksi di bawah 2 ton per hektare, maka impor bisa mencapai 3 ton per hektarenya.

Biji impor pun umumnya lebih besar. Lemahnya produktivitas kedelai lokal tersebut tidak didukung oleh industri perbenihan yang kuat, mekanisasi usaha tani berskala besar serta efisien, dan juga lahan khusus kedelai yang luas.

"Ya petani kan rasional. Dari pada menanam kedelai ya lebih baik menanam beras dan jagung. Kecuali ada intervensi khusus dari pemerintah. Nah, itu bisa lain ceritanya," kata Made.

Data Gabungan Asosiasi Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo), selain dari Amerika Serikat, kedelai yang dipasok untuk para pengusaha tahu dan tempe didatangkan dari Kanada, Brasil, dan Uruguai.

https://money.kompas.com/read/2022/02/23/200600126/banyak-orang-ri-tidak-menyadari-tempe-dibuat-dari-kedelai-transgenik

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke