Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rusia-Ukraina Perang, Bursa Saham AS Malah Menguat, Ditopang Saham-saham Energi

Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,2 persen atau 92,06 poin menjadi 33.223,8. S&P 500 menanjak 1,4 persen atau naik 63,1 poin di posisi 4.288,65.

Sementara Nasdaq Composit memimpin penguatan dengan kenaikan tajam 3,34 persen di level 13.473,58 atau melesat 436,09 poin.

Saham-saham energi AS terpantau bergerak liar, setelah pengumuman invasi Rusia ke Ukraina, seperti Enphase Energy yang meroket 16,42 persen, Solaredge Technologies naik melesat 14,85 persen, dan Generac Holding naik 11,2 persen.

Menyusul, saham perusahaan bioteknologi Moderna yang juga mengalami penguatan 15,1 persen, Salesforce naik 7,2 persen, dan Microsoft menguat 5 persen.

Harga minyak dunia terkerek naik, tertinggi setelah 2014

Senior investment strategist at US Bank Wealth Management Rob Haworth mengatakan, konflik ini mendorong kenaikan harga minyak yang melonjak di atas 100 dollar AS per barel atau berada di level tertinggi sejak 2014.

Tetapi Presiden AS Joe Biden mengungkapkan, strategi untuk meredam kenaikan harga minyak. Dia berecana akan memberikan sanksi berat jika harga minyak melonjak.

“Saya pikir pasar pasti dapat mengukur, bahwa sanksi sedikit lebih terbatas, sehingga tidak ada banyak transmisi kesulitan ekonomi ke seluruh dunia” ujar Haworth seperti dilansir dari ABCNews.

Setelah pengumuman Biden tersebut, harga minyak mentah AS berada di level 92,81 dollar AS, atau tersebut jauh di bawah harga sebelumnya yang menyentuh 100,54 dollar AS sebagai respon invasi Rusia ke Ukraina.


Harga energi dan pangan naik

Namun, bukah hanya minyak mentah saja terdampak, namun juga termasuk gandum, hingga bensin atau gasoline. Walaupun AS bergejolak, namun Eropa merespon lebih kuat karena dekat dengan Rusia dan Ukraina.

Harga spot di Eropa untuk gas alam melonjak lebih dari 50 persen. Kenaikan harga energi dan pangan dapat memperkuat kekhawatiran akan inflasi, yang pada Januari mencapai level tertinggi di Amerika Serikat.

Namun, ini tentu kembali lagi bagaiman Federal Reserve memberlakukan kebijakannya kedepan.

Seperti diketahui, The Fed berencana menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018, mulai bulan depan.

Menanti langkah The Fed

Namun secara historis, The Fed terkadang menunda keputusan kebijakan besar di tengah ketidakpastian. Misalkan saat perang Kosovo dan AS, bahkan saat invasi ke Irak.

Kepala strategi pasar global di Invesco Kristina Hooper mengungkapkan, pasar masih mengharapkan The Fed menaikkan suku bunga secara stabil pada pertemuan mendatang.

Namun, dengan ketegangan Ukraina mungkin kecil kemungkinan The Fed untuk melakukan kebijakan tersebut.

"The Fed mungkin menjadi lebih khawatir tentang dampak pada pertumbuhan ekonomi dan mungkin ingin melangkah lebih hati-hati," kata Hooper.

https://money.kompas.com/read/2022/02/25/064100226/rusia-ukraina-perang-bursa-saham-as-malah-menguat-ditopang-saham-saham-energi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke