Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ancaman Krisis Baru Akibat Konflik Rusia Vs Ukraina

Masuknya pasukan Rusia dengan dalih operasi militer khusus dan menjaga stabilitas di wilayah Timur Ukraina memunculkan kekhawatiran baru, tidak saja bagi Ukraina dan Eropa, tetapi juga negara-negara lain di dunia.

Tidak dapat dipungkiri, konflik (yang mengarah pada perang terbuka) akan memberikan dampak negatif pada sektor ekonomi global.

Ancaman ini semakin nyata jika melihat posisi Rusia dan Ukraina sebagai produsen utama bahan baku produksi seperti minyak, gas alam, dan gandum.

Rusia dan Ukraina

Data dari S&P Global Platts, pemasok minyak mentah terbesar di dunia saat ini adalah Arab Saudi dan Rusia. Keduanya memproduksi minyak mentah dengan kapasitas 10,08 juta barrel per hari.

Jika melihat dari total produksi minyak harian, keduanya mengambil porsi 47,8 persen (masing-masing dengan proporsi 23,9 persen).

Menurut data Kantor Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat (EIA), sebagian besar dari total ekspor minyak Rusia (5 juta barel per hari) ditujukan untuk pasar Eropa dengan proporsi 48 persen.

Sementara menurut Eurostat, ekspor gas alam Rusia ke Eropa memenuhi kebutuhan gas alam Eropa sebesar 41,1 persen. Sekitar 24 persen lainnya dipasok oleh Norwegia.

Pasokan gas Rusia ke Eropa disalurkan melalui beberapa jalur pipa utama, yaitu: Nord Stream 1, Yamal-Europe dan Brotherhood.

Seiring dengan dihentikannya proses sertifikasi Nord-Stream-2 oleh Jerman, harga gas alam di Eropa mulai menanjak naik.

Melihat dari data tersebut, Rusia merupakan pemain utama dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas alam di Eropa.

Sementara itu, merujuk Observatory of Economic Complexity, pada tahun 2019, Rusia dan Ukraina bersama-sama mengekspor lebih dari seperempat (25,4 persen) gandum dunia.

Jika dilihat lebih detail, Rusia adalah pengekspor gandum terbesar di dunia, menyumbang lebih dari 18 persen ekspor internasional.

Selama ini gandum dilihat sebagai bahan baku penting untuk membuat roti, pasta dan makanan pokok lainnya.

Posisi Rusia dan Ukraina dalam rantai pasokan kebutuhan global tidak dapat dipandang sebelah mata.

Jika eskalasi konflik meningkat, patut dicermati konsekuensi dan ancaman krisis yang akan muncul.

Ancaman krisis baru

Melihat potensi yang dimiliki Rusia dan Ukraina serta kebutuhan masyarakat dunia akan produk-produk Rusia dan Ukraina, ada dua potensi krisis yang perlu menjadi perhatian dunia.

Pertama, krisis harga minyak dan gas sebagai akibat penetapan sanksi ekonomi bagi Rusia.

Kedua, krisis pangan sebagai dampak terganggunya produksi gandum di Ukraina dan distribusi (ekspor) gandum oleh Rusia dan Ukraina.

Jika kita melihat kembali ke belakang, harga minyak mentah jenis brent di pasar internasional pada 1 Desember 2021 adalah 68,87 dollar AS per barel.

Harga ini merangkak naik seiring kebutuhan dunia terutama di negara-negara yang memasuki musim dingin menjadi 77,78 dollar AS per barel di akhir tahun 2021.

Seiring dengan meningkatnya ketegangan di Eropa akibat ancaman invasi Rusia ke Ukraina, harga minyak kembali naik mulai dari 91,41 dollar AS per barel pada 10 Februari 2022 menjadi 101,12 dollar AS per barel pada 25 Februari 2022.

Kenaikan ini tentu harus menjadi perhatian bersama apalagi jika dikaitkan dengan konflik Rusia-Ukraina.

Sanksi ekonomi yang diterapkan oleh negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan sekutunya memang tidak menargetkan ekspor minyak mentah dan gas alam dari Rusia.

Akan tetapi, seiring dengan pembekuan aset-aset Rusia di luar negeri, pembiayaan untuk produksi dan ekspor minyak dan gas alam Rusia ke wilayah Eropa dan negara lain pasti akan terganggu.

Perlu diingat, Rusia adalah pemasok utama minyak dan gas alam untuk Eropa di mana sebagian besar impor minyak dan gas alam Eropa berasal dari Rusia.

Seandainya pasokan minyak dan gas alam Rusia ke Eropa terganggu, akan muncul ancaman besar krisis energi di Eropa, terlebih Eropa masih terus bergulat dengan krisis gas dan listrik sebelumnya.

Penggunaan bahan bakar energi baru dan terbarukan (EBT) belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan energi di Eropa.

Yang dikhawatirkan, naiknya harga minyak saat ini akan berdampak serius pada sektor industri padat energi dan ancaman inflasi.

Sebagian besar mesin-mesin produksi masih mengandalkan minyak sebagai bahan bakar utama walaupun penggunaan energi ramah lingkungan lain (EBT) mulai marak digunakan.

Kenaikan harga minyak ini akan membebani biaya produksi yang pada akhirnya akan menaikkan harga barang-barang dan memunculkan ancaman inflasi.

Ancaman terbesar akan menghantam pada keluarga-keluarga berpenghasilan rendah.

Dunia masih berkutat dengan pandemi Covid-19 yang menyebabkan terjadinya pelambatan pertumbuhan ekonomi di banyak negara.

Tidak hanya itu, kenaikan harga minyak dan gas alam tentu akan membebani keuangan tidak saja negara-negara terutama di Eropa dalam memasuki musim dingin, tetapi juga pada level rumah tangga.

Kenaikan harga gas alam dapat meningkatkan tagihan listrik dan pemanas rumah.

Meningkatnya biaya untuk transportasi, listrik, dan panas semuanya akan berkontribusi pada tekanan inflasi.

Bantuan atau subsidi yang diberikan kepada masyarakat Eropa mau tidak mau akan membengkak seiring kenaikan harga minyak dan gas alam akibat terganggunya pasokan ke Eropa.

Walaupun demikian, ada skenario lain yang dianggap bertentangan dengan prediksi di atas. Baik Rusia dan Eropa, keduanya merupakan mitra yang saling mebutuhkan satu sama lain.

Eropa adalah pasar utama Rusia untuk ekspor minyak dan gas alamnya, dan lebih jauh lagi, Eropa adalah sumber pendapatan utama Rusia.

Biaya penanganan pandemi Covid-19, pembekuan aset-aset Rusia di luar negeri sebagai bagian dari penetapan sanksi, dan biaya ‘perang’ di Ukraina membuat Rusia perlu mempertimbangkan secara cermat apakah akan mengurangi pasokan minyak dan gas alamnya ke Eropa atau bahkan menjadikan situasi ini sebagai bargaining power Rusia ke Eropa terkait pembenaran invasi Rusia ke Ukraina.

Krisis lain yang perlu diperhatikan lainnya adalah krisis pangan. Baik Rusia dan Ukraina merupakan produsen gandum besar di dunia.

Baik Rusia dan Ukraina menyumbangkan sekitar 25 persen dari total produksi gandum dunia. Sebelum terjadi krisis Rusia-Ukraina, menurut Badan Moneter Internasional (IMF), harga gandum sudah naik sekitar 80 persen karena pandemi Covid-19.

Jika terjadi gangguan pada produksi gandum di Ukraina dan ekspor gandum Rusia, hal ini akan menjadi ancaman baru krisis pangan ditandai dengan naiknya harga komoditas pangan berbahan baku gandum.

Biasanya bahan baku gandum digunakan untuk membuat roti, pasta, dan makanan kemasan lain seperti sereal.

Sekiranya terjadi gangguan pada lahan-lahan pertanian terutama produksi gandum di Ukraina dan gangguan pada pasokan (distribusi) gandum dari Rusia, hal ini dapat mengancam pasar pangan global dan stabilitas sosial.

Banyak negara di kawasan Afrika dan Timur Tengah yang sangat tergantung pada pasokan gandum dari Rusia dan Ukraina.

Hal ini tentunya dapat memicu krisis pangan baru dan ancaman instabilitas kawasan karena gejolak sosial.

Indonesia sangat tergantung pada impor gandum yang datang dari Ukraina untuk kebutuhan produksi produk makanan seperti mie instan.

Pada tahun 2019, total impor gandum Indonesia dari Ukraina mencapai 603 juta dollar AS.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketidakpanikan Rusia akan ancaman pembatasan ekspor gandum.

Setelah pertemuan dengan Presiden Xi Jinping pada awal Februari 2022, Rusia dan Tiongkok bersepakat untuk bekerjasama lebih dalam terkait pemenuhan kebutuhan energi (gas) di Tiongkok dan kebutuhan produk pertanian (gandum).

Artinya, sanksi ekonomi dari negara-negara Barat dianggap tidak akan mematikan sektor ekspor Rusia karena ada Tiongkok yang siap menampung produk-produk Rusia.

Konflik Rusia-Ukraina perlu mendapatkan perhatian serius sekiranya konflik ini berlangsung lama tanpa adanya solusi yang baik.

Ancaman terjadinya krisis energi dan pangan yang berujung pada inflasi perlu dicermati bersama.

Apalagi, sektor ekonomi global masih belum pulih sepenuhnya dari pandemi Covid-19.

https://money.kompas.com/read/2022/02/25/131407926/ancaman-krisis-baru-akibat-konflik-rusia-vs-ukraina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke